Di setiap pemilu, hampir pasti muncul dua sengketa, pertama sengketa proses,
kedua sengketa hasil. Sengketa proses terkait dengan masalahan pemutakhiran
data pemilih, sementara sengketa hasil berhubungan dengan kecurangan. Pilgub
DKI Jakarta 2017, mulai terbaca tanda-tanda bakal terjadi sengketa proses.
Pemutakhiran data pemilih terkait lansung dengan
kepemilikan KTP-Elektronik (KTP-el). Warga yang tidak memiliki KTP-el
kehilangan 12 hak. Salah satu di antaranya kehilangan hak memilih dalam hajatan
pemilihan kepala daerah, baik itu gubernur, bupati maupun walikota.
Di sela-sela memanasnya suasana pemilihan Guberbur DKI
Jakarta, kepemilikan KTP-el lolos dari perbincangan. Kemungkinan besar juga
lolos dari pelayanan pemerintah setempat karena berbagai kendala.
Resiko yang harus ditanggung, mulai hari pengumuman
daftar pemilih sementara (DPS), daftar pemilih tetap (DPT) sampai pada hari
pencoblosan pilgub DKI dimungkinkan akan
banyak protes karena banyak warga yang kehilangan hak pilih bukan karena
kesengajaan, tetapi karena lambatnya pelayanan pemerintah soal KTP-el.
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 472/1786/SJ perihal
Percepatan Penerbitan KTP-el dan menyatakan, bagi penduduk yang pada tanggal 1 Mei 2016 sudah
berusia lebih dari 17 tahun atau sudah menikah dan tidak sedang menetap di luar
negeri, wajib melakukan perekaman KTP-el, paling lambat tanggal 30 September 2016.
Tenggang waktu tersebut diberikan agar penduduk sadar terhadap pentingnya dokumen kependudukan. Pasalnya, Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2013 telah mengatur bahwa
KTP lama atau KTP Non Elektronik sudah tidak berlaku lagi sejak 31 Desember
2014.
Bila sampai tanggal 30 September 2016 belum melakukan
perekaman KTP-el akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan 12 (duabelas) layanan publik yang selama ini diterima warga. Salah satu sanksi tersebut adalah kehilangan hak pilih dalam arena pemilu
kada.
Mengutip data yang dilansir Jakartakita.com sejak
diberlakukan KTP-el, baru 5,6 juta warga yang
memilikinya, padahal,
total wajib KTP di DKI Jakarta sekitar 7,1 juta.
Data 5,6 juta tersebut berdasarkan hasil pencetakan
sejak tahun 2011 hingga 2015. Disebutkan, lambat
dan terbatasnya penyediaan blanko oleh Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri) menjadi kendala dalam penerbitan KTP-el.
Pihak Kemendagri
ogah menaggung dosa soal keterlambatan pencetakan blangko KTP-el yang 20 juta
lebih. Tjahyo Kumolo selaku Mendagri melempar kesalahan ke Sri Mulyani Indrawati
selaku Mentri Keuangan karena memangkas anggaran KTP-el sebesar Rp 400 milar.
Merasa
bersalah, Menkeu Sri Mulyani Indrawati buru-buru membatalkan pemangkasan anggaran
KTP-el.
Pertanyaan sederhana,
manakala terjadi sengketa proses dalam pilkada DKI Jakarta termasuk daerah yang
lain, kesalahan harus dipikul banyak pihak. Khusus terlambatnya kepemilikan
KTP-el, itu jelas dosa besar Sri Mulyani Indrawati.
Dia tida
bisa mengelak, meski telah membatalkan pemangkasan anggaran KTP-el. Tidak bisa.
Pasalnya, pembatalan itu mepet dengan agenda politik pilkada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda