Kamis, 29 Juli 2021

PEMILIHAN LURAH PENGKOL OKTOBER TIDAK TERGANGGU


Pemerintah Kabupaten Gunungkudul tanggal 30 Oktober 2021 melaksanakan  pilihan lurah serentak sesuai jadwal yang telah ditetapkan.


Hingga masa PPKM Darurat 29 Juli 2021,  pemilihan lurah telah memasuki tahap penyusunan draf tata tertib serta rancangan anggaran biaya pemilihan.


Karena sembilan anggota Badan Permusyawaratan Kalurahan Desa Pengkol, Kapanewon Nglipar menyatakan mengundurkan diri pada tanggal 16 Juli 2022, dimungkinkan penanganan penyusunan draf Tatib dan RAB untuk pemilihan lurah di desa Pengkol terganggu.


"Meski seluruh anggota Bamuskal Desa Pengkol menyatakan mudur, Surat Keputusan Bupati belum turun. Jadi Ketua bersama anggot masih mempunyai tanggungjawab penuh," ujar Sukanto, Penewu Nglipar di ruang kerjanya," 29-7-2021.


Tidak berbeda jauh dengan penjelasan Kriswanto, S. STP. MM Kepala Seksi Bina Administrasi Pemerintahan Desa (BAPD) Kantor DP3AKBPMD Gunungkidul.


"Bamuskal secara resmi berhenti setelah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Menurut info yang kami terima, Bamuskal Desa Pengkol masih bersedia melaksanakan tugas sambil menunggu proses pemberhentian mereka" ujar Kriswanto, yang ditemui secara terpisah. 


Sumarno, Ketua BP-KAL saat dikonfirmasi tentang sejauh mana penyiapan Tatib dan RAB pemilihan lurah Desa Pengkol belum berkomentar apa pun.


(Bambang Wahyu Widayadi)

MENGAPA HARUS MENGELUH

Selama 18 bulan  dikurung  pandemi sejak Maret 2020 hingga 29 Juli 2021, ada dua  rasa menghantui warga dunia yaitu rasa takut dan  rasa sedih. 

Tetapi dua rasa itu tidak ada pada hati Adam Alaihissalam ketika pertama menjejakkan kaki di bumi karena dia mendengar perintah, "Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."

Begitu pula Sesungguhnya bagi orang-orang yang beriman, di waktu Musa Alaihissalam. 

"Orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi'in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."

Pandemi itu hebatnya tidak sebanding dengan yang ditimpakan umat terdahulu. 



Bambang Wahyu Widayadi

Minggu, 25 Juli 2021

TAK ADA ANGIN CEMBURU

Seluruh dunia telah terkepung Covid-19. Negeri Jamrut Katulistiwa mendekati parah. Pemerintahannya semi otoriter, kebijakan sering berganti dan selalu berubah haluan.


Sementara  negeri antah berantah, negeri tanpa nama, negeri tanpa penguasa, negeri tanpa polisi, dan negeri tanpa tentara aman-aman saja.


Sosialitas, mobilitas juga aktifitas berjalan normal, seperti tidak pernah terjadi apa-apa.


Di negeri itu angin bertiup  mendahului semua, sebelum bumi  basah dan menerbitkan  hijau dan kuningnya kembang sewangi kenanga. 

Kaki lebah memanjati tak satu ranting patah,  tak satu bunga melamun di sela jejari yang nakal menguras tepung sari.


Penduduknya rata-rata berkepala  dingin tak bakal mengusik apalagi bertanya mengapa awan meninggi melahirkan butiran-butiran salju.


Penduduk negeri itu menganggap biasa sebagai tradisi bocah yang girang berbasah kuyub karena seharian dia kepanasan tanpa baju.


Penduduk dewasa menggali jejak tumit membuat seperti lorong menyeret air jauh ke perut bumi.


Dahaga para nelayan lepas, perahu bernyanyi di samping  siulan camar, di sebelah cuitan ikan gindara yang ramah.


Di negeri itu tidak ada angin cemburu karena banyak hidung yang sombong menampiknya kemudian  merangkul tabung oksigen yang harganya melampaui langit.


Di negeri itu tidak ada orang sakit. Mengapa? Karena hati mereka tenang bersama angin melandai.


Putat, 25-7-2021

  





Sabtu, 24 Juli 2021

MANUSIA MAKHLUK YANG LEMAH

Semua kekuatan itu milik Allah (Al Baqarah 165). Manusia hanya dipinjami untuk menggunakan sesuai izin. Manusia tidak diberi kewenangan menentukan keberhasilan.


Manusia itu adalah makhluk lemah tak berkekuatan, sepanjang tidak diijinkan memilikinya. Berhadapan dengan makhluk sekecil Covid-19 saja sudah kelimpungan. Silakan dibantah, jika memang ada argumen memadai. 


Manusia memang diberi hak untuk berusaha supaya bisa keluar dari azab Covid-19, tetapi dia tidak diberi kewenangan untuk menentukan kapan bisa keluar dari azab tersebut.


Upaya manusia bisa bermacam-macam. Bisa dengan menambah uang sebesar Rp 55,21 trilyun untuk bantuan sosial.


Bisa melalui percepatan rahihan target 181 juta penduduk selesai tervaksin. Tetapi manusia tidak diberi kekuatan menjamin,  bahwa setelah 80% penduduk Indonesia tervaksin  kemudian mengklaim bahwa Covid-19 hilang. 


Bisa juga menggunakan teknik lain, seperti: 1. Mengenakan masker. 2. Mencuci kedua tangan. 3. Menjaga jarak. 4. Menjauhi kerumunan. 5. Membatasi mobilitas.


Setelah melakukan 5 M bukan berarti bahwa manusia menjadi  gagah tidak mempan diserang Covid-19, bukan begitu.


Persoalannya apa, karena kegagahan itu adalah milik Allah, yang melekat pada Asmaul Husna Al Jabar atau yang memiliki kegagahan mutlak.


Itu sebabnya, MH Ainun Nadjib (Cak Nun) menyatakan, bahwa ikhtiar itu adalah tangga yang dimanfaatkan oleh manusia untuk meraih kekuatan Allah dalam menghadapi (bukan melawan) Covid-19. Manusia tidak akan sanggup melawan makhluk sekecil Covid-19.


La terus piye?  Satu: manusia banyak membaca ayat suci Al Qur'an. Dua manusia harus menyebarkan ayat itu walau hanya sedikit. Tiga, manusia harus selalu bersyukur dalam posisi sempit dan lapang. Dengan begitu maka jiwa manusia menjadi tenang.


Di Indonesia ada berbagai macam  agama, terus? Tidak ada masalah. Bisa dilakukan sesuai ajaran masing- asing.


Dan doa itu pun merupakan tangga untuk mendekat ke Tuhan Yang Maha Esa. Dikabulkan atau sebaliknya itu  hak prerogatif Allah Subhana wa Ta'ala. 


(Bambang Wahyu Widayadi) 


 

BUPATI SUNARYANTA HARUS BERANI GEBRAK TANGKI

Slamet, S.Pd. MM, Ketua Sabuk Merah menilai, bahwa anggaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten  Gunungkidul untuk lima tahun terakhir tidak ada penurunan. Kepala Pelaksana BPBD Edy Basuki, S.IP, M.Si. menjawab secara normatif.


Ketika politisi Gerindra itu membuka dokumen Daerah, dia menemukan data anggaran tahun 2016 (Rp 650 juta) 2017 (Rp 600 juta), 2018 (Rp 638 juta), 2019 (Rp 530 juta), 2020 (Rp 740 juta) dan tahun 2021 sebesar (Rp 700 juta).


"Dipikir secara sederhana, anggaran untuk droping air logikanya per tahun itu harusnya turun," ujar Slamet di Nglebak, Katongan, Nglipar, Gunungkidul, 23-7-2021. 


Menurutnya, pembangunan fasilitas air bersih itu pasti selalu bertambah, baik yang dibangun oleh  Pemerintah melalui PDAM Tirta Handayani, CSR, maupun perorangan.


"Mengapa anggaran  tidak turun? Ini Bupati Sunaryanta mesti berani melakukan gebrakan. Fakta seperti itu tidak boleh dibiarkan," tegasnya.


Dalam kesempatan menjawab pertanyaan media, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Edy Basuki mengungkapkan, bahwa sebagian besar wilayah Gunungkidul memang terdampak kekeringan. 


Dari 18 Kapanewon, kata Edy Basuki, hanya ada dua kapanewon yang terbebas dari persoalan air bersih. Dua kapanewon tersebut adalah Playen dan Karangmojo. Itu artinya 16 Kapanewon masih perlu droping air menggunakan tangki.


Sementara itu data yang ada dalam Perda RPJMD 2021-2026, demikian hasil pencermatan Slamet, tertulis bahwa 18 wilayah yang rawan kekeringan sejak 2016 hingga 2020 hanya 12 Kapanewon.


"Saya melihat pernyataan Kepala Pelaksana BPBD dengan dokumen daerah tidak sama," tuturnya.


Terlebih, lanjut Ketua Dewan Penasehat DPC Partai Gerindra Gunungkidul itu mengatakan,  jumlah jiwa yang belum memperoleh akses air bersih di Gunungkidul masih 152.255 jiwa, bukan 127.000 orang.


Terkait angka yang ditunjuk Slamet, Kalak BPBD Gunungkidul menjelaskan dari sisi permintaan lapangan.


"Angka 127.000 jiwa itu kami rekap dari permintaan masing-masing Kapanewon," terang Edy Basuki.


Soal anggaran droping air dari tahun ke tahun mengapa tidak ada trend penurunan, Kepala Pelaksana BPBD Gunungkudul belum memberikan penjelasan secara rinci.


(Bambang Wahyu Widayadi)  





Jumat, 23 Juli 2021

TERSANGKA TANPA SERAGAM ORANYE


Seorang lelaki ditodong  pertanyaaan pendek, "Untuk Apa Virus Covid-19 itu diciptakan?"

Pertanyaan itu, demikian Lelaki tersebut merespon kalem, seharusnya didahului dengan kalimat, "Siapa yang  menciptakan Virus Covid-19? Cina, Amerika, atau siapa?"

Menjawab pertanyaan kedua,  Lelaki itu ngomong rinci dan panjang lebar. 

Matanya menerawang ke depan, kemudian bilang, "Allah Subhanahu Wa Ta'ala  tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. 

Secara kontekstual, begitu lelaki tersebut menunjuk contoh, pada permulaan tahun 2020 Tuhan mengutus Virus Covid-19.

Awalnya, kata Lelaki tersebut melanjutkan, virus itu diberi nama Varian Alfa, menyusul diberi nama baru Varian Delta.


Menurut Luhut Binsar Panjaitan, Varian Delta sangat sulit untuk dikendalikan. Menurut LBP loh, demikian Lelaki itu menandaskan.

Orang-orang yang beriman tahu bahwa Covid-19 adalah kebenaran dari Tuhan-Nya. 


Tetapi, mereka yang kafir tercengang kemudian bertanya, "Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?" 


Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat.


Dan dengan perumpamaan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. 


Tetapi, "Tidak ada yang Allah sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik," ujar lelaki tersebut mengutip Surat Al-Baqarah, Ayat 26.


Jauh sebelum Covid-19 itu turun ke dunia, demikian Lelaki itu mengabarkan, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, "Dan segala (sesuatu) yang kecil maupun yang besar (semuanya) tertulis." (QS. Al-Qamar 54: Ayat 53).


Jadi harus bagaimana, kami saat ini seperti tahanan, seperti tersangka. Kami  tertahan di zona  merah, kuning dan hijau tanpa status yang jelas, dan tanpa seragam oranye.


Maunya Covid-19 cepet selesai? Entar dulu. Simak dulu nih, "Dan sungguh, telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu (kekafirannya). Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar 54: Ayat 51).


"Mau belajar sejarah pemusnahan bangsa manusia tempo dulu gak?" tanya lelaki itu sembari menyulut rokok yang hampir mati.


Cari makhluk bernama kasih sayang yang nempelnya di setiap dada manusia.


Dijamin terjadi keajaiban bahwa Covid-19 secepat kilat akan  menghilang, karena dalilnya, "Dan perintah Kami hanyalah (dengan) satu perkataan seperti kejapan mata," kata Lelaki itu menirukan QS. Al-Qamar 54: Ayat 50.

(Bambang Wahyu Widayadi)

MA'RUF AMIN ULAMA YANG 'DIKURUNG'


Dua tahun bersama Presiden Joko Widodo, Kyai Ma'ruf Amin  memilih banyak diam. Tidak ada yang lebih tahu mengapa beliau harus diam, kecuali Kyai Ma'ruf Amin itu sendiri dan Allah Ta'ala.

Para intelektual politik, termasuk mahasiswa menjuluki Kyai Ma'ruf Amin sebagai Si Raja Diam. 

Apakah para pengolok-olok itu lebih tahu tentang apa yang ada di benak Kyai Ma'ruf Amin? Sepertinya mereka tidak paham akan terminologi jalma tan kena kinira.

Diam dengan alasan tertentu menurut Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam adalah pilihan. 

Suatu saat kepada para sahabat beliau bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam," (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Berkata baik, pada  situasi sedang buruk,  tidak akan berpengaruh apa pun. Salah-salah perkataan yang baik malah menjadi Boomerang.

Mau bilang A pada masa Pandemi, sebagai ulama Kyai Ma'ruf Amin di samping melawan arus, pasti berseberangan dengan Keputusan Presiden Joko Widodo.


Mereka adalah pasangan pemimpin yang secara batiniah tidak harmonis. 

Pandangan saya, Kyai Ma'ruf Amin selalu irit bicara, tidak sebebas Sultan Brunai Darussalam Hasanal Bolkiah.


"Pandemi tidak akan sanggup melangkahi ayat-ayat Al Qur'an," ujar Sultan Brunai Darussalam. 


Kyai Ma'ruf Amin tak akan sanggup menggelorakan kalimat tersebut, meski hatinya terus bergetar ke mana-mana, kecuali dia adalah Presiden.


Saya punya firasat, Ma'ruf Amin adalah satu-satunya Ulama yang dikandangkan.


(Bambang Wahyu Widayadi)


 

PRESIDEN JOKO WIDODO MENGURAS SUMUR APBN


Dalam rapat evaluasi PPKM Darurat Presiden Joko Widodo mengeluarkan 8 (delapan) perintah atau arahan. Satu di antaranya tertulis pada item ke-5.


"Bansos jangan sampai terlambat," kata Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, tanpa didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin, 20-7-2021.


Presiden Jokowi menjelaskan secara rinci bahwa PKH, BLT Desa, Bantuan Sosial Tunai, tidak boleh  ada yang terlambat.


Paling penting lagi bantuan beras, sembako, "Minggu ini harus keluar," tegas Presiden Jokowi.


Bantuan sosial itu serupa dengan  sumur pada zaman Rasulullah yang diceritakan oleh para sahabat.


Ada perbedaan sedikit, bahwa sumur yang diambil airnya dalam saran Presiden Jokowi itu sejatinya sumur rakyat, karena sumber utamanya adalah APBN.


Sementara sumur yang ditimba pada zaman Rasulullah sumbernya dari kantong pribadi.


Dari Juwaibir dari Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas  diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Siapa yang membeli sumur Ruumat yang dengannya ia mendapatkan airnya yang tawar maka Allah akan mengampuninya."


Utsman bin Affan lantas membeli sumur itu, lalu Rasulullah bertanya, "Apakah engkau bersedia menjadikannya sumur umum (tempat semua orang mengambil air)? Utsman menjawab, "Ya".


Karena sikap Utsman, Allah kemudian menurunkan ayat, yang redaksinya berbunyi, "Wahai jiwa yang tenang!"


Ustman bin Affan disebut Allah sebagai pemilik hati / jiwa yang tenang.


Di ayat berikutnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman "Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya." (QS. Al-Fajr 89: Ayat 28).


Allah menyeru kepada jiwa yang tenang, "Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku." (QS. Al-Fajr 89: Ayat 29).


Kemudian Allah  menutup firmannya dengan kalimat, "Dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. Al-Fajr 89: Ayat 30).


Membeli sumur untuk kepentingan orang banyak, sangat berbeda dengan mengeluarkan negara untuk rakyat.


Air sumur mustahil kering, sementara itu anggaran negara volumenya sangat terbatas. 


Setelah APBN dikuras habis, ke mana lagi Presiden Joko Widodo akan meminta bantuan anggaran untuk memberi makan 280 juta mulut?


(Bambang Wahyu Widayadi)







Kamis, 22 Juli 2021

KATA AL QUR'AN: MENUNDUKKAN COVID-19 ITU SUPER MUDAH

Menurut Wikipedia, pengertian azab adalah siksaan yang dihadapi manusia atau makhluk lain, sebagai akibat dari kesalahan yang pernah atau sedang dilakukannya.


Covid-19 menyebar ke seluruh dunia ini azab atau bukan, banyak yang tidak memahami, bahkan di kalangan umat Islam justru banyak pendapat yang saling bertentangan. 


Al Qur'an menjawab pertanyaan tentang azab dengan pasti. Jawaban  tersebut mustahil salah, tetapi sebagian besar manusia tidak mau mempercayainya."


"Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 7).


Pada masa pandemi banyak orang yang hati dan pendengarannya dikunci, matanya ditutup, tetapi mereka tidak merasakan kalau sedang dikunci dan ditutup.


Azab itu ada pada rasa. Ketika manusia tidak merasakan bahwa sedang menerima azab, maka di situlah azab tersebut sesungguhnya sedang menimpa diri manusia.


Karena mata ditutup, pendengaran dikunci, hati diblokade, maka dalam mengatasi Covid-19 manusia hanya bisa meraba-raba harus begini harus begitu. 


Menyusul ada yang bilang bahwa  virus Corona tidak ada obatnya, sementara Al Qur'an menyatakan ada dan pasti. 


Dalam Al-Insyirah 94: Ayat 5 dan 6 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman," Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan," demikian diulang hingga dua kali.


Siapa bilang Covid-19 tidak ada obatnya? Diberi penyakit juga disediakan obat. Manusia saja yang tidak tahu bagaimana harus bersyukur.


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, "Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan, lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir."(QS. An-Nahl 16: Ayat 69). 


Al Qur'an itu  kurang apalagi? Kemunculan Pandemi Covid-19  dijelaskan sebagai azab bagi orang yang hati dan pendengarannya disegel, matanya ditutup, en toh masih ditunjukkan pula bahwa madu adalah obat bagi manusia. Termasuk buah-buahan. Kurang apa Bos. 


Menangkal Covid-19 itu menurut Al Qur'an caranya sangat sederhana. Yang sulit, rumit bin rewel  adalah pikiran manusia yang suka menyombongkan diri terhadap keterbatasannya. 


Menurut Anda bagaimana? Mau PPKM terus-menerus? Atau mau hidup normal dengan meyakini bahwa Negara  berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa?


(Bambang Wahyu Widayadi)

NENUNGGU LANGIT RUNTUH

Jepang menjajah Indonesia hanya seumur jagung tidak lebih dari 3,5 tahun. Guna menguasai Indonesia, tentara dari negara Matahari Terbit  itu secara fisik harus datang dengan kekuatan senjata. Menjajah Indonesia, tahun 2021 caranya sangat  berbeda. Ini pertanda bahwa langit akan segera runtuh, karena peradaban manusia telah kembali ke homo homini lopus.


Tahun 1942-1945  bunyi kentongan dijadikan sebagai tanda bahaya. Begitu kentongan ditabuh, rakyat pedesaan disuruh bersembunyi, kemudian bala tentara Jepang dan antek-anteknya  sibuk menjarah harta rakyat.


Tahun 2021, kiat mengeruk kekayaan rakyat Indonesia  bukan lagi menggunakan kentongan, tetapi cukup menggunakan  hand phone.


Para saudagar di abad 21,  dalam terminologi Jawa disebut wong lempoh ngideri jagat (manusia lumpuh mengelilingi dunia).


Artinya bahwa mengeruk kekayaan Indonesia tidak harus secara fisik hadir ke Jakarta, tetapi cukup duduk manis di negeri masing-masing.


Raden Mas Kukuh Hertriasning salah satu Kerabat Kraton Jogja dari garis keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono Ke-8 menyatakan, bahwa  saat ini sebagian kekayaan rakyat dikuras total tetapi tanpa disadari.


"Seorang Mark Zukerberg dengan Faceebook  dan WhatsApp  punya rakyat sebanyak 2 Milyar. Bill Gates pemilik Microsoft punya 4 Milyar pengguna. Belum lagi bicara We Chat serta Tik Tok milik China dan aplikasi yang lain," ulas Gusti Aning, panggilan akrab RM Kukuh Hertriasning, 22-7-2021 .


Menurut RM Kukuh Hertriasning, pandemi Covid-19  pun merupakan ajang perang politik dan  ekonomi global melalui dirgantara.


"Pandemi adalah salah satu cara dalam mengeruk kekayaan Bangsa Indonesia," tegas dia.


Bekerja di rumah itu artinya sama dan sebangun dengan membeli paket internet.


Dari pejabat hingga rakyat yang jumlahnya 270 juta,  tiap hari harus merogoh kocek, dan yang menangguk untung besar tidak perlu dijelaskan.


Terlalu kentara bahwa di masa pandemi hand phone juga dimanfaatkan untuk perdagangan obat, bahkan untuk perdagangan mayat.


Pasar ditunggangi sedemikian empuk dan mudah. Dunia serba  uang kemudian kalangan rakyat serba kacau.  Apakah ini harus ditolak? Itu tidak mungkin, sekaligus tidak bisa.


Alasannya? Karena alam telah  sampai pada waktunya bahwa sebagian besar manusia berlomba memburu harta seolah dia akan hidup seribu tahun, dan melupakan bahwa manusia itu bisa mati sewaktu-waktu. 


Saat ini manusia moderen kembali ke peradaban  homo homini lopus. 


Negara mana yang duitnya banyak, negara itulah yang akan mendominasi kekuasaan. Ini sudah dijanjikan dan ditetapkan. Suatu saat langit itu akan runtuh.


(Bambang Wahyu Widayadi)






Rabu, 21 Juli 2021

PRESIDEN DAN WAKIL BISA DIBERHENTIKAN OLEH MPR, TETAPI RUMIT

Desakan mundur dari jabatan Presiden bagi Joko Widodo makin menguat.  MS Kaban Ketua Majelis Syuro Partai Umat berteriak lantang agar MPR mengadili Presiden Joko Widodo.  Ahli hukum tata negara Refly Harun bersuara mirip tetapi berbeda.


Pertanyaan besar, karena pemilihan Presiden adalah satu paket dengan Wakil Presiden, apakah keduanya harus mundur bersama-sama.


Desakan yang dihembuskan selama ini tidak ada yang menyingung mundur dalam satu paket, bahkan ada yang mendesak Ma'ruf Amin mundur lebih dulu karena dianggap tidak mampu membatu Presiden Jokowi dalam mengatasi pandemi Covid-19. Bahkan Wapres yang satu ini dijuluki sebagai raja diam.


Desakan mundur itu sebenarnya mesti dilihat dari sisi konstitusi.


Di dalam Pasal 3 Ayat 1 disebutkan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.


Terkait Ayat 1, potensi Presiden Jokowi tiga periode yang dihembuskan kalangan tertentu menurut konstitusi terbuka lebar, meski diwarnai pro dan kontra.


Pada Pasal yang sama Ayat 2 dinyatakan, Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan / atau Wakil Presiden.


Itu sudah terjadi, pasangan Joko Widodo Ma'ruf Amin setelah dinyatakan unggul di Pilpres 2019 menyingkirkan Prabowo-Sandi Aga Uno.  


Kemudian  di Pasal 3 Ayat 3, Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan / atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.


Artinya, desakan mundur dari sebagian rakyat itu diakomodir di dalam konstitusi, mengingat anggota MPR sebagian besar adalah anggota DPR. Dan inilah yang diincar dan diteriakkan MS Kaban.


Sementara memundurkan Presiden Joko Widodo bukan persoalan mudah dan sederhana. 


Alasannya, menurut Arif Poyuono mantan Waketum Gerindra, Jokowi adalah milik PDIP.


Menurutnya selama ini tidak ada parpol yang berani melangkahi PDIP, yang defacto dejure PDIP adalah partai penguasa.


Sekuat apa pun teriakan Ketua Majelis Syuro Partai Umat, MS Kaban, tidak akan sampai ke Senayan. 


Jokowi terus akan bercokol di Istana, kecuali tragedi Covid-19 benar-benar memburuk, kemudian mempercepat revolusi sosial.


Refly Harun beda pandangan, Presiden tidak akan bisa dimundurkan oleh MPR, karena di negeri ini tidak ada lembaga tinggi negara, sejak UUD 1945 diamandemen tahun 1999.


Presiden dan Wakil Presiden memang bisa diberhentikan bila DPR memanfaatkan Pasal 7 A dan 7 B UUD 1945. 


Mekanismenya menurut Refly Harun dibahas di DPR, bergulir ke MK, dikembalikan ke DPR, barulah bisa digelar sidang MPR.


"Format sidangnya bukan mengadili Presiden dan Wakil Presiden, tetapi memberhentikan Presiden," ucap Refly seperti dilansir dari Weonline.com



(Bambang Wahyu Widayadi)

BAYI LAHIR MENGAPA HARUS MENANGIS



Jagat raya ini adalah regulasi, adalah undang-undang, adalah aturan yang super sistemik. Tidak ada satu pun isi alam ini yang terpisah dari  tata kelola yang maha rumit, tata aturan maha dahsyat sekaligus maha mengagumkan.


Bayi lahir mengapa harus menangis, ya karena regulasinya memang harus begitu, harus mewek. Kalau bayi lahir tidak menangis, orang tuanya bingung.


Keluar dari rahim ibunya pun adalah bukan kehendak si jabang bayi, tetapi kehendak sistem, kehendak aturan.


Telah disiapkan regulasi yang mengatur jam, hari, tanggal dan tahun lahirnya seorang anak manusia. 


Itu sistem, itu aturan, itu ayat yang mau tidak mau, suka tidak suka, harus berjalan dan dijalani.


Regulasi alam tidak butuh penafsiran. Tidak ada cerita seorang bayi tinggal berlama lama, sebutlah sampai sepuluh tahun di dalam rahim. Paling  panjang durasinya adalah 9 bulan 10 hari.


Setelah berada di luar kandungan, mengapa mulut bayi itu komat-kamit? Ketika sang ibu memberinya nenen, maka si bayi menerima kasih itu lebih pintar dari bapaknya.


Semua itu karena sistem, karena regulasi maha regulasi, dan karena perintah yang harus dijalani tanpa harus ditawar.


Berbeda dengan perintah yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo. Instruksi yang ditulis dan disebarkan ke 34 Gubernur tentang PPKM Darurat itu bukan sistem.


Penerapan di daerah masih ribet dengan penafsiran. Masih dibantah oleh Bupati Banjar Negara. Masih ada Satuan  Polisi Pamong Praja yang suka main pukul terhadap pedagang makanan di Sulawesi. 


Karena apa? Sebab instruksi Presiden Joko Widodo itu bukan sistem. Regulasi PPKM darurat itu berada di luar diri manusia.


Sabda pendita ratu datan wola-wali, ngedika seklimah rata tiang sak Negari, hanya ada di cerita wayang purwa.


Presiden Jokowi  saat live streaming 20-7-2021 adalah dalam posisi sedang tidak jujur terhadap dirinya sendiri terkait instruksi PPKM Darurat yang dilonggarkan atau dimolorkan hingga tanggal 26-7-2021.


RDia tahu, tetapi tidak mau tahu bahwa pelonggaran dan / atau pemoloran waktu PPKM Darurat adalah bentuk pengakuan bahwa dia tidak kuasa meladeni gempuran maut makhluk yang super kecil.


Atau Presiden Jokowi memang tidak sadar bahwa dia sedang berolok-olok. Mengapa? Karena tidak jarang, Jokowi, para menterinya, juga mitra kerjanya di DPR menganggap Covid-19 adalah musuh bersama. Pernyataan itu ditulis di baliho-baliho besar di seluruh tanah air di awal pandemi itu datang.


Jokowi lupa bahwa Covid-19 adalah regulasi, adalah aturan, adalah sistem yang suka tidak suka harus berjalan dan dijalani. Kesadaran tertinggi (highest consiosuesness) akan hal itu tidak ada di dalam benak Jokowi.Lalu bagaimana? 


Ya diikuti saja. Jokowi ke Istana Negara itu kan sebuah resiko dalam berdemokrasi. 


Setelah di dalam Istana lalu datang virus Corona, itu bagian dari tata kelola dunia sebagaimana bayi merah yang nenen kepada emaknya. Seperti bayi harus menangis saat dia lahir. 


Menangis sajalah, karena regulasi dunia itu adalah tidak nyaman untuk sebagian besar manusia.


(Bambang Wahyu Widayadi)

Selasa, 20 Juli 2021

DOA PAGI, SETELAH RAGU BERANGKAT KE MASJID

Hamba-hambaMu bersimpuh di atas bebatuan Yang Maha Mulia, pada Idul Qur'ban 21 tanpa kumandang.


Apakah  belenggu itu juga Paduka ikut sertakan di masa sulit menghadapi ujian-Mu. Mulut kami dibungkam seperti menghadapi hisab paling pedih yang Paduka janjikan.


Mereka mengatasnamakan Paduka, bebas menutup seluruh pintu masjid, tanpa batas waktu.


Tentang esok hari Engkau Maha Tahu, siapa yang benar, dan siapa sesungguhnya para penghasut, sehingga segenap angin berbelok. 


Rezeki itu Paduka keluarkan dari pintu yang mana, Engkau Maha Perkasa, Engkau Maha Pemberi Rahmat.


Hanya kepadaMu kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan. 


Jalan yang lurus kami harap tidak sampai tangan para penghasut itu menutupinya.


Kesederhanaan dan kerendahan hati cukup ditemani daun ketela yang Paduka tumbuhkan di halaman rumah.


(Bambang Wahyu Widayadi)

Senin, 19 Juli 2021

KARENA CORONA: PENGUASA BISA MENJADI JAMBU MONYET


Ideomatika: apa yang kamu cari itu yang kamu dapat, dalam khasanah Jawa disebut  Ngunduh Woh Ing Pakarti, alias Sapa Gawe Nganggo. Begitu pula pandemi. Dia merajalela karena dikehendaki oleh segelintir penguasa. 

Kehadiran Covid-19  memang  dikehendaki oleh  penguasa. Ini mirip strategi yang dilakukan oleh Joko Tingkir ( sebelum dia naik menjadi Sutan Pajang, bergelar Sultan Hadi Wijoyo).

Joko Tingkir melepas Kebo Edan di tengah alun-alun. Kebo itu ditampar kepalanya dan mati. 

Tentu saja Kebo itu  mudah dibekuk, karena Kebo itu milik Sang Joko Tingkir.

Saat ini Kebo yang ngamuk di alun-alun  Indonesia itu wujudnya virus. 

Secara horisontal virus dikendalikan  oleh manusia, walau pemilik utamanya adalah Alloh Ta'ala. 

Penanggungjawab utama penyebaran Covid-19 adalah Presiden Joko Widodo, tetapi Panglima penumpasnya didelegasikan kepada Luhut Binsar Panjaitan. 

Sial, fakta menunjukkan bahwa Jokowi dan LBP, tidak bisa mengulang keberhasilan Sultan Hadi Wijoyo di Pajang. 

Gelombang pertama kehadiran Covid-19 tidak seganas gelombang kedua setelah Jokowi dan LBP begitu gencar dan masif menyuntikkan vaksin ke 137 juta dari target 180 juta jiwa. 

Program vaksinasi itu adalah keputusan politik Jokowi, dan hasilnya tidak menurunkan gempuran Covid-19 tetapi justru sebaliknya.

Tanggal 19 Juli, PPKM Darurat sebagai satu satunya jalan pengendalian yang diputuskan Jokowi dievaluasi. 

Kenyataanya, Kebo Edan yang tidak tampak mata itu tetap saja mengamuk di alun-alun Indonesia. LBP  justru melempar bendera pasrah, dengan cara minta maaf kepada rakyat.

Itu adalah bentuk lepas tangan dari tanggung jawab yang diserahkan Jokowi ke pundaknya. 

Gejolak minta permakanan dan vitamin mulai muncul di berbagai daerah. 

Desa yang diperintahkan menyisihkan 8% dari alokasi dana desa untuk mensuplay sembako ke warga mulai kedodoran.  

Sementara sembako dari Pusat yang disalurkan lewat Dinas Sosial juga menipis. 

Di sisi lain warga yang mengambil keputusan untuk isolasi mandiri tidak terbatas kepala keluarga miskin. 

Isoman dilakukan oleh hampir seluruh KK, mulai dari Dukuh, Lurah, Camat / Penewu, Kepala Dinas, bahakan Gubernur ramai-ramai mengambil pilihan isolasi mandiri. Mereka butuh perhatian pemerintah. 

Di bawah kepemimpinan Jokowi, negara ini boleh jadi akan kehabisan dana untuk mensuplay KK isoman. 

PPKM itu faktanya mendorong warga melakukan isoman. Itu efek dari kehendak atau keputusan politik yang  diambil Jokowi. 

Jadi apa yang kamu cari, itu yang kamu dapat. 

Kalau benar, Indonesia jatuh melarat, itu memang disengaja dari sebuah keputusan  politik yang ditutupi, supaya negeri berpenduduk 280 juta jiwa ini kehilangan kedaulatan. 

Indonesia adalah negara Pancasila yang mulai digeser menjadi negara Komunis.

Tanda tandanya seluruh aktifitas warga berada di bawah kontrol Pemerintah. 

Orang masuk masjid dikontrol, orang hajatan dikontrol, orang jajan di warung dikontrol, anak sekolah dikontrol, orang masuk ke pasar diawasi.  

Seluruh aspek kehidupan dikendalikan menurut regulasi instan yang diciptakan pemerintah, dengan meninggalkan konstitusi. 

UUD 1945 begitu mudahnya dilupakan, bahkan diinjak-injak oleh  Penguasa yang awalnya diberi mandat oleh rakyat.

Penguasa bisa kuwalat menjadi jambu monyet. 

Sekedar mengingatkan, pada masa Orde Lama ada Bosphorus Peking, tokoh utamanya Soekarno dan Menlu Subandrio. Pada era Reformasi ada Bosphorus Beijing. Aktor utama Joko Widodo dan Luhut Binsar Panjaitan.


(Bambang Wahyu Widayadi?

Minggu, 18 Juli 2021

JOKOWI HADAPI PILIHAN RUMIT


Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dua kali dengan istilah yang berbeda, pertama PPKM Mikro Berbasis RT, kedua PPKM Darurat. Kedua-duanya merupakan keputusan yang berubah menjadi bumerang bagi Presiden Jokowi.

PPKM Mikro Berbasis RT diberlakukan setelah evaluasi yang dipimpin langsung oleh Presiden tanggal 2 Februari 2021.

Sementara PPKM Darurat diberlakukan 3 Juli 2021, setelah PPKM Mikro Berbasis RT dianggap gagal menekan angka penularan Covid-19.

Langkah selanjutnya Koordinator penanganan Covid-19 itu  diserahkan kepada kepada Luhut Binsar Panjaitan (LBP). 

Pada awalnya LBP sesumbar dan mengklaim bahwa Covid-19 terkendali, tetapi pernyataan berikutnya LBP meminta maaf, karena PPKM Darurat belum atau tidak menyelesaikan persoalan.

Dua atau tiga hari ke depan, kata LBP Sabtu 17-7-2021, evaluasi PPKM Darurat akan dilaporkan kepada Presiden. Keputusan diperpanjang atau tidak menunggu hasil rapat terbatas akhir Juli 2021. 

Sejumlah pengamat memperkirakan, beban Presiden Jokowi justru bertambah berat. 

Alasannya, PPKM Mikro Berbasis RT tidak ada hasil, PPKM Darurat yang mengerahkan TNI,  Polri, Satuan Polisi Pamong Praja, hingga ke Aparat Sipil Negara juga tidak mempan.

Pertanyaannya, apakah Presiden Jokowi juga akan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia seperti LBP?


Jika benar, ini pertanda bahwa Presiden  bersiap-siap menghadapi Pasal 8 UUD 1945.

Sementara kalau Presiden Joko Widodo tetap memberlakukan PPKM Darurat, dengan gaya mengancam rakyat, dia akan menghadapi dua perlawanan, satu gempuran pandemi, dua rakyat melakukan aksi perlawanan. 

Di masa pandemi ini satu persoalan rumit bagi Presiden Jokowi .

(Bambang Wahyu Widayadi) 

Kamis, 15 Juli 2021

PAK PRESIDEN KAPAN MUNDUR

Pada masa kekuasaan periode pertama Pemerintahan Presiden Joko Widodo relatif aman tanpa guncangan yang berarti. Menginjak masa periode kedua,  kedudukan Jokowi mulai goyah.  


Panasnya kursi presiden mulai menyengat pada triwulan pertama 2021, dan panasnya makin terasa terjadi pada pertengahan tahun tepatnya sejak 3 Juli 2021.  


Ahli hukum tatanegara Refly Harun mengutip cuitan publik, PPKM diplesetkan menjadi Pak Presiden Kapan Mundur.


Plesetan satire itu didukung satu kenyataan bahwa Presiden Jokowi tidak terbukti bisa berperan sebagai Presiden Yang Luar Biasa, yang bisa membuat warga negara tenang dari gempuran Covid-19.


Menurut Reffly Harun keputusan Presiden Joko Widodo terkait PPKM Darurat tidak mampu menyingkirkan tekanan sosial maupun ekonomi sehingga pandemi itu kini berubah menjadi horor yang setiap detik bahkan scond meneror masyarakat.


Itu sebabnya Margareto Kamis, juga ahli hukum tata negara menyatakan, jika Jokowi mengibarkan bendera putih tanda menyerah tidak sanggup mengatasi Covid-19 adalah lebih baik dan gentel. 


Bendera putih menurut Margareto dianggap sebagai tanda bahwa Presiden Jokowi memiliki etika politik.


Ada banyak pihak yang mengatakan umur pandemi masih panjang. Indonesia bahkan diprediksi menjadi episentrum Covid-19.


Baru-baru ini terdengar kabar bahwa Kekaisaran Jepang memanggil warga negaranya yang di Indonesia untuk pulang dengan pesawat yang dicarter khusus.


Soeharto pada tahun 1998 turun karena desakan massa aksi. Jokowi apa benar turun karena desakan pandemi?


Pandemi memang dibikin sexsi untuk mendesak Jokowi undur diri, meski Aku Mochtar Ngabalin siap pasang badan untuk membentengi. 


Tidak satu manusia pun yang sanggup memprediksi rampungnya amukan pandemi. Nasib Jokowi di ujung duri, sakit atau permisi.


(Bambang Wahyu Widayadi)

Jumat, 09 Juli 2021

MASJID DITUTUP: POTRET KEGELISAHAN KELOMPOK YAHUDI

Pemerintah, dengan aturan PPKM Darurat menutup masjid dalam arti bahwa  sementara tidak digunakan tempat sholat berjamaah. Penutupan itu dasar pemikirannya untuk memutus rantai penularan Covid-19. 


Begitu alasan formalnya. Di balik penutupan masjid, tangan Kelompok Kalum Globalis Yahudi terlihat sangat jelas. Mereka akan menghabiskan Islam secara pelan-pelan.


Dengan logika sederhana publik ingin memperoleh penjelasan, apakah pemerintah memiliki data yang akurat tentang masjid termasuk rumah ibadah penganut agama selain Islam yang menjadi kluster covid-19.


Seluruh Indonesia, seluruh DIY, juga seluruh Gunungkidul sudah berapa rumah ibadah yang dinyatakan oleh pemerintah telah terbukti  menjadi menjadi kluster.


Yang diumumkan oleh pemerintah  menjadi kluster sepajang masa pandemi adalah pondok pesantren. Pemerintah tidak atau belum pernah mengumumkan bahwa ada masjid, gereja, pure, wihara, klenteng dan yang lain menjadi pusat penyebaran virus corona.


Mengapa pemerintah tidak mengumumkan secara terbuka bahwa rumah ibadah ada yang terbukti menjadi kluster? Tidak punya data, atau memang tidak punya keberanian? 


Pertanyaan di atas relevan dengan doa iftitah yang diucapkan umat Islam, bahwa sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah tuhan semesta alam.


Itu artinya ibadah yang dilakukan umat bukan untuk Presiden, bukan untuk Gubernur, bukan untuk Bupati dan dan bukan untuk Walikota. 


Penutupan masjid meski hanya sementara adalah jelas merupakan  intervensi kelompok Yahudi yang memang gerah  terhadap umat Islam. Mereka tidak suka jika subuh hari umat Islam menggemakan Aamiin, setelah Imam selesai membaca Alfatihah.


Ustad Untung Santoso, dalam ceramahnya di Masjid Al Ma'wa Desa Putat, Kapanewon Patuk beberapa tahun silam membeberkan tingkah Yahudi dan program besar yang direncanakan untuk menghancurkan Islam.


"Yahudi tidak suka mendengar azan berkumandang," ujar Untung Santoso, Fungsionaris Muhammadiyah kala dia berceramah.


(Bambang Wahyu Widayadi)




Kamis, 08 Juli 2021

HIDUP DALAM KEBERSAMAAN, MATI DALAM KESENDIRIAN

Reffly Harun ahli hukum tata negara dalam kanal Youtube yang keren cadas bilang, dilihat dari amanat konstitusi bahwa  tugas melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, sesungguhnya Presiden Jokowi sudah gagal. 


Saat mengucapkan kalimat itu Reffly Harun lupa bawa Presiden Joko Widodo sesungguhnya tidak ada tugas melindungi segenap nyawa. 


Pandemi Covid-19 itu bukan lagi menjadi ranah suatu kaum atau bangsa, tetapi telah memasuki wilayah di luar kemampuan dan kewenangan manusia. 


Dalilnya sederhana, bahwa semua makhluk yang bernyawa dipastikan bakal mati, dan setiap makhluk bernyawa tidak akan mati, kecuali dengan izin dan kehendakNya.


Sementara kematian itu datang  dengan dua cara, mati  individual dan mati secara massal. 


Berguru pada sejarah, kematian massal itu terjadi karena manusia berdusta, kemudian diazab.


Mati karena banjir menimpa umat Nabi Nuh Alaihissalam. Mati pula  Fir'aun dengan bala tentaranya yang jumlahnya ribuan tenggelam di Laut Merah, sebab mereka menentang  Nabi Musa Alaihissalam.


Mati karena angin topan yang dingin itu dialami Kaum Ad. Ini kematian massal yang tidak bisa dicegah dengan cara apa pun.


"Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus; maka kamu melihat kaum `Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk)."


Tak beda jauh, dengan pandemi Covid-19 yang turun di berbagai belahan bumi. Itu karena kewenangan atau hak prerogatifNya.


Presiden Indonesia, siapa pun orangnya, termasuk Reffly Harun sekalipun pasti tidak akan mempu melindungi segenap nyawa.


Di dalam menjalani hidup memang  selalu ada kebersamaan, tetapi menghadapi kematian, itu mejadi urusan perseorangan. 


Tidak ada contoh bahwa manusia sanggup menghalangi, saat Izroil menjalankan tugas menjemput ribuan bahkan jutaan nyawa dalam sedetik.


Maka janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan muslim. 


(Bambang Wahyu Widayadi)




Rabu, 07 Juli 2021

SOLILOQUI DI MUSIM PANDEMI

Obat Covid-19 itu bukan berasal dari negeri Barat atau Negeri Timur. Obat itu ada di setiap hati manusia. Disarikan dari Al-Baqarah Ayat 177, obat Covid-19 kuncinya ada di tangan orang-orang yang berbuat baik alias berbuat kebajikan.

"Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (perbuatan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi. 

Kebajikan itu adalah memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan atau musafir, peminta-minta, dan  memerdekakan hamba sahaya.

Kebajikan itu adalah  melaksanakan sholat dan menunaikan zakat. 

Kebajikan itu dilakukan oleh orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan.

Kebajikan  itu dilakukan oleh orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Berbuat kebajikan adalah  benteng utama dalam menghadapi segala macam ujian berat seperti pandemi Covid-19.

Saya bertanya kepada diri sendiri. Apakah saya telah berbuat kebajikan? Saya merasa belum berbuat apa-apa.


(Bambang Wahyu Widayadi)




DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...