Jumat, 31 Januari 2014

KAPOLSEK AROGAN, NYARIS DILABRAK MASSA

Warga siap labrak, Kapolsek minta maaf
Kapolsek yang satu ini terbilang rajin. Pagi buta telah siap di tempat pencucian mobil, untuk membersihkan kendaraan dinas. Pemilik cucian  menolak karena tenaga belum siap. Sang Kapolsek mendadak berang, mengancam akan menhajar pemilik cucian sekaligus akan menutupnya. Warga tidak terima, membalas akan melabrak Kapolsek. Endingnya damai, setelah Kapolsek meminta maaf.

AKP Riyanto, Kapolsek Semanu, Gunungkidul, Senin pagi, 27/1/2014, pukul 06.30 meluncur ke tempat pencucian mobil milik Ratno (40) di Kranggan, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul. Lantaran terlalu pagi, Ratno mengatakan tidak sanggup, karena tenaga belum datang.

Tak peduli alasan Ratno, AKP Riyanto marah besar, mengancam hendak menghajar Ratno. “Tidak hanya itu,” kata Ratno, “Pak Kapolsek Semanu mengancam akan menutup tempat cucian mobil dan motor milik saya.”

Sukarni (43), kakak  Ratno membenarkan ucapan adiknya, “Polisi itu pelindung masyarakat, kok malah mau menghajar masyarakat,” timpal Sukarni. Perilaku Kapolsek Semanu memancing kemarahan warga. Sekurang-kurangnya 50 pemuda berkumpul, menyemangati Ratno. Mereka siap melabrak AKP Riyanto.

Gelagat kekacauan  segera sampai ke telinga Kapolres Gunungkidul. Sigap memberi instruksi, agar AKP Riyanto meminta maaf. Sembari minum kopi di warung makan yang bersebelahan dengan tempat cucian mobil, AKP Riyanto menemui Riyanto dan warga.
Tanpa basa-basi, “Jujur, saya mengaku bersalah,” Kata AKP Riyanto di depan Ratno disaksikan warga dan perangkat Desa setempat. “Saya minta maaf, Saya berjanji tidak akan mengulang hal yang sama.”

“Bapak Polisi, kalau warga salah juga minta maaf ya Bos”, celetuk salah satu warga yang berada di luar warung. Usai minta maaf, AKP Riyanto bergegas meluncur ke mapolsek Semanu, tanpa menghiraukan ejekan warga.


Atas kelakuan AKP Riyanto, Kapolres Gunungkidul berjanji akan melakukan pembinaan, “Saya tidak segan memberi peringatan dan teguran keras pada anggota yang melakukan tindak tidak disiplin. Apalagi meresahkan masyarakat” katanya, ditemui tepisah.

LAGI, POLISI DIBERHENTIKAN TIDAK DENGAN HORMAT

kapolres Gunungkidul. Ft. Sorgun
Polisi berpangkat Aiptu dipecat. Dia melakukan pelanggaran berat. Tidak hanya sekali dua kali, tetapi berkali-kali. Begitu dipecat langsung hilang.  Wartawan coba lakukan klarifikasi, polisi ter- desersi itu tak ada di rumah, lenyap seperti ditelan bumi.

Kapolres Gunungkidul, AKBP Faried Zulkarnain, S.Ik dalam keterangan persnya menjelasakan, selama menjadi polisi Aiptu Drajat beberapa kali melakukan pelanggaran berat yang pantang dilakukan seorang polisi, "Tahun 202, dia melakukan penganiayaan. Tahun 2009, diketahui  memelihara wanita simpanan. Tahun 2010 mangkir tugas. Bahkan melakukan penipuan hingga dipidana satu setengah bulan kurungan penjara. Berdasarkan PPRI Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Polri, pasal 14 ayat 1a, yang bersangkutan diberhentikan  tidak dengan hormat," tegas Zulkarnain.

Drajat,  semasa aktif di kepolisian  pernah menjabat sebagai anggota bagian seksi pengawasan Polres Gunungkidul, tetapi terhitung sejak tanggal 30 Januari 2014, dia bukan lagi anggota Kepolisian Rebublik Indonesia. Drajat dipecat atau  Diberhentikan Tidak Dengan Hormat (DTDH) lantaran melakukan pelanggaran tidak melaksanakan dinas lebih dari 30 hari secara berturut-turut.

Kapolres Gunungkidul, lebih rinci menyebutkan, keputusan pemecatan  Aiptu Drajat berdasarkan SKEP Kapolda 23/0I/2014 tertanggal 20 Januari 2014. Mulai Kamis, 30/1/2014 yang bersangkutan dipecat dari jajaran anggota polisi.

Terkait dengan DTDH, yang bersangkutan tidak berhak mendapatkan  hak apapun. Uang pesangon tidak, apalagi pensiun. Selepas pemecatan, wartawan berusaha mengorek komentar, tetapi yang berangkutan bungkam. Bahkan pagi ini, Jum’at 31/1/2014, Drajat tidak ada di rumah tinggal, di Baleharjo Wonosari.




Kamis, 30 Januari 2014

TERJUN BEBAS, SERDA NURUL TERHEMPAS DI PEMUKIMAN PADAT PENDUDUK

Run pertama, penerjun jelang sentuh tanah
Seratus tujuh (107) penerjun Detsemen Pertahanan Udara 474 Paskas TNI Angkatan Udara, bersama atlet PASSI Yogakarta  lakukan latihan rutin, Kamis 30/1/2014, di Lanud Adisutjipto Gading Gunngkidul. Tidak ada yang cedera. Dua Wara sempat tersapu angin, jatuh di perkampungan. Pelaku Jun-gar (Terjun penyegaran) didominasi pria. Dari 107, penerjun wanita hanya 9 orang.

Kapen Agung, atas nama komandan Lanud AU Adi Sutjipto menjelaskan, terjun payung kali ini adalah latihan rutin dalam rangka meningkatkan profesionalisme pasukan.

Mayor Penerbang Subhan, dari Squadron 32 Malang tiga kali menerbangkan pesawat C 120 dengan kode Penerbangan A. 1315, dari pangkalan Adi Sutjipto Yogyakarta ke Lanud Gading, Gunungkidul. Dua group penerjun, muntah dari perut pesawat di ketinggian 1.500 fit. Sisanya, kategori terjun bebas dilepas dari keinggian 8000 fit.


Di dalam pesawat, ini kesaaksian Sersan Mayor Al-Mustofa, “Kami tak putus berdoa. Kami didoktrin tidak boleh terlalu percaya diri secara berlebihan.” Mayor Al-Mustofa telah 2.521 kali terjun, mendarat tepat di sekitar asap kuning yang dinyalakan oleh instruktur. 
Serda Mustika, terhempas angin nyasar di pemukiman penduduk
Serda Mustika dari Kesatuan AU Pekan Baru mendarat di perkapungan karena fator angin. Parasut segi empat sebenarnya relatif mudah untuk dikendalikan. Tetapi karana dia terjun paling bontot, dan kebetulan angin cukup kencang, akhirnya Serda Mustika harus mendarat bukan di lapangan melainkan di pemukiman penduduk. Bergabung dengan rekan-rekannya, Serda Mustika diantar warga menggunakan mobil L 300 bak terbuka.
Serda Elma, pernah terjun di Negeri Kangguru
Serda Nurul, dari AU Patimura, 90 kali lakukan terjun bebas, juga  tebuang angin senasib dengan Serda Mustika.Tetapi dengan lapangan jaraknya tidak begitu jauh, kurang lebih 100 m. Beda dengan Serka Elma. Dia Wara pertama yang mendarat tepat di titik Lanud Adi Sutjipto Gading, Gunungkidul. Maklum, Elma telah terjun payung sebanyak 450 kali. Itu dialakukan di seluruh Indonesia, bahkan tahun 2013 dia ada kesempatan terjun di negeri Kangguru, Australia.

Latihan hari itu disaksikan penduduk sekitar. Bahkan kendaraan roda dua yang melaju ke arah Wonosari dan sebaliknya ke Yogyakarta, sempat berhenti sejenak memperhatikan atraksi para penerjun. “Jun-gar kali ini terbilang sukses,” kata Kapten Agung, di sela jamuan minum kopi hangat, usai melatih anak buahnya.

Rabu, 29 Januari 2014

SBY TEGA MEMAKAN ANAK SENDIRI?

SBY diunduh dari 4shared image
Gratifikasi Toyota Harrier, yang diterima Anas Urbaningrum, di kasus Hambalang,  kabarnya tak lepas dari campur tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono. Dan Anas, tatkala menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR ditugasi oleh SBY sebagai  'pengamanan'  kebijakan dana talangan (bailout) Bank Century. Penyelamatan perlu dilakukan, terkait keberlangsungan pemerintahan SBY. Dalam konteks seperti itu, Anas dipanggil SBY, diberi pengarahan, plus sejumlah alasan mengapa langkah strategis perlu  dilakukan. Dikompilasi dari Tribun 25/1/2014.

Itulah yang disebut Anas Urbaningrum sebagai alinea pertama. Saya memilih menggunakan istilah gempuran pertama untuk keluarga Cikeas. Tak pelak, ketika gempuran itu berhasil, KPK akan menjelma menjadi lembaga super power.  SBY juga Ibas, cepat atau lambat, mau tidak mau, pasti dipanggil dan diperiksa KPK
.
Ini konsekuensi logis dari pilihan SBY. Bapaknya Ibas terlajur meproklamirkan bahwa ‘hukum adalah panglima’. SBY pernah bilang, dalam hal penegakan hukum, dia siap berdiri paling depan. Termasuk kategori senjata makan tuan? Kalau terjadi, maksud saya: dan itu kalau KPK berani. Sebagai kesatria,  menjilat ludah, untuk orang sekelas SBY tentunya pamali. Dia (SBY) harus berada di garda paling depan, tanpa harus didorong-dorong (diseret-seret) oleh Anas.

Flasback ke peristiwa 1998. Soeharto turun dari jabatan pada awal periode terkhir kepresidenannya, terbilang sangat tragis.  Tetapi masih bisa dikatakan terhormat. Bapaknya Tutut, di depan mikrofon, meski agak sedikit ‘gemetar dan groyok’, masih sanggup berucap jujur, “Saya menyatakan berhenti dari jabatan Presiden RI.”

Nuansa kedongkolan rakyat pada Soeharto, tidak sekental kejengkelan pada SBY. Pasalnya? Soeharto begitu gagah melangkah mundur. Sementara SBY terkesan owel alias tidak rela mengakui kegagalan demi kegagalan yang dia ciptakan.

Penilaian publik, SBY gagal memimpin Partai Demokrat. Ini yang pertama dan fatal. Pilihan menjadi ketua umum PD adalah langkah bunuh diri, karena di posisi itu makin tampak, bahwa SBY benar-benar tidak bisa mengendalikan Demokrat partai yang diciptakannya. Memimpin Demokrat gagal, memimpin negra, jangan ditanya.

Menakar nasib Partai Demokrat dalam pertarungan pemilu 2014, dijamin tidak akan seberhasil di pemilu 2009, kecuali PD melakukan keculasan politik. Sementara pertarungan hukum  politik dan moral Anas versus SBY  akan berlanjut, meski pemilu 2014 sudah berakhir.

Menghitung permusuhan Anas-SBY analog dengan perang brubuh. Berawal dari pararelisme ‘macan mangan gogor’. Harimau, segalak apapun, pasti tidak tega memakan (gogor) anak sendiri. Tetapi SBY akan mengabaikan karakter harimau. Dia akan makan habis itu Anas tanpa sisa, sampai ke tulang belulang.

SBY pada babak kepresidenannya yang kedua, mempertontonkan gaya kepemimpinan yang sangat buruk. Rakyat dongkol pada Soeharto, itu fakta sejarah. Dan pada SBY? : dongkol, jengkel, gregetan campur aduk, karena hari hari terakhirnya hanya sibuk diisi dengan sejumlah tangkisan, dengan menebar somasi ke beberapa pihak yang dianggap memfitnah dirinya.

Rakyat muak melihat permusuhan di dalam Partai Demokrat. Partai Mercy Biru akan senasib dengan Golkar pasca Soeharto turun. Bedanya Golkar bisa bangkit, karena di sana ada Akbar Tanjung. Di Demokrat? Tidak ada politisi semilitan Akbar.


Demokrat, hampir pasti terpuruk, karena kartu truf berada di tangan Anas. Saya melihat lelaki kelahiran Blitar ini tidak mau tidur sendirian di dalam penjara yang pengap. Anas sudah diranjab habis-habisan. Luka Anas ‘arang keranjang’. Seperti Abimanyu di medan tegal kuru, dia masih memiliki keris pulanggeni, siap menikam putra mahkota Sarojo Kesumo. Siapa dia?  Edhie Baskoro Yudhoyono. Tegakah SBY memakan anak sendiri? 

Selasa, 28 Januari 2014

ANAS PUNYA AJI PENGLEMUNAN DAN BISA BERUBAH WUJUD

Di luar rutan KPK, Anas menjelma menjadi Gede Pasek. Ft Tribun

Di rutan KPK, Anas Urbaningrum  punya jabatan rangkap. Satu pihak dia tahanan tersangka tipikor. Di pihak lain, Anas adalah tahanan politik. Tentang yang kedua, awalnya saya ragu.  

Tetapi begitu membaca tulisan Sri Mulyono dalam: ‘Marzuki Alie: Anas Sudah Titik’, kenyataan itu rupanya menjadi benar. Kadar tahanan pilitiknya  semakin kental.

Termasuk karakter Anas, saya perhatikan  juga rangkap. Suatu saat dia tampil dengan ‘sindiran lembut’, di saat yang lain, dia berpenampilan sarkastik. Tangan Anas nyaris seperti gurita, yang setiap ujung jarinya ada mulut, bisa bicara kapan dan apapun yang dia mau.

Sepeti Raja Siliwangi, Anas mampu mengubah wujud. Bedanya, Raja Pajajaran itu bisa berubah menjadi tujuh, Anas cukup lima termasuk dirinya. Anas juga memiliki aji paglemunan (kemampuan menghilang) bisa keluar dari rutan KPK, dan bebas berkeliaran. Yang saya maksudkan begini: Anas bisa sebagai Gede Pasek Suardika, Sri Mulyono, Tri Dianto, Termasuk Istrinya.

Ki Ronggo Warsito benar, ‘lempoh ngideri jagad’ cukup terbukti. Akun twiter Anas sulit dibendung. Belakangan KPK dibikin ‘termehek-mehek’, sehingga harus sibuk menggeledah ruang tahanan.

Dari rutan KPK, Anas masih bisa beri saran, Agar SBY berhenti dari Ketua Umum Partai Demokrat. Anas memang sudah dibungkam, tetapi Tri Dianto mudah dihampiri awak media, dan dia bebas ceplos-ceplos bicara apa adanya. Juga Gede Pasek Suardika. Kalau Sri Mulyono tak perlu diragukan, dia sangat piawai memformulasikan gagasan melalui media online.

Istri Anas memang belum nampak kiprahnya. Tetapi saya yakin, manakala suaminya digencet hukum yang ditunggangi politik, dia akan menggeliat, ibarat Srikandi menghadapi Resi Bisma di medan Baratayuda.

Tidak pernah ada yang menyangka, bahwa SBY adalah seorang diktator di Partainya. Anas masuk ke Demokrat, menurut saya, dia jatuh ke tangan orang yang salah. Resiko yang tak terhindari, saat ini  dia harus berbaku hantam dengan partai yang pernah dia besarkan, termasuk pemilik Demokrat yaitu SBY.

Saya lihat SBY dan kroninya semakin kedodoran. SBY boleh saja ngumbar somasi kepada siapapun yang dia mau melalui kuasa hukum yang dia bayar mahal. Tetapi SBY tidak bisa menghentikan Gede Pasek cs, untuk berhenti ngomong sembari sesekali lontarkan upercut ke pipi atau hook ke hidung Partai Demokrat.  Anas inthe  group punya gaya pukul-henti dan bukan pukul lari.

Anas terus mengolok-olok SBY, bahwa elektabilitas Demokratnya yang biru makin terpuruk, dari 10 %, sekarang tinggal 7 % bahkan 6 %. Apa yang bisa dilakukan SBY. Menunggu keajaiban? Sebuah pekerjaan yang mungkin sangat menyebalkan.


RP 1,5 TRILYUN HONOR PPL & SAKSI PEMILU 2014: UANG SIAPA?

Ilustrasi, diunduh dari FB
Dana 1,5 trilyun rupiah dalam posisi tarik ulur. Pemerintah (Penguasa) melalui Bawaslu, bermain mata, berpura-pura sok baik pada partai politik. Penguasa berniat memberi honorarium kepada saksi untuk 12 parpol peserta pemilu 2014. Penganggaran itu, sebelumnya tidak pernah terdengar. Kalau toh direncana, mustinya DPR tahu. Ironis, wakil rakyat di Senayan sebagian berteriak lantang, tetapi tak ketutupan juga warna munafiknya.
  
Uang 1,5 trilyun menurut Ketua Bawaslu, Muhammad, dirinci, Rp 800 miliar dianggarkan untuk Mitra PPL, dan Rp 600 miliar untuk membayar honor saksi dari partai politik peserta pemilu. Sisanya yang 1 milyard rupiah tidak dijelaskan.

Bawaslu menempatkan dua Mitra PPL di masing-masing TPS dan diberi honor Rp 100 ribu tiap orang. Begitu juga satu saksi partai politik diberi honor Rp 100 ribu. Diketahui, jumlah TPS seluruh Indonesia adalah 545.778.

Menurut Muhammad, pembiayaan saksi untuk 12 parpol peserta pemilu di masing-masing TPS, adalah tuntutan parpol. Parpol mengaku ingin menempatkan saksinya di seluruh TPS, tapi terkendala dana.  Pemerintah, terkait itu, responsif menanggung biaya saksi parpol.

Partai Gerindra merasa keberatan dengan kebijakan saksi parpol dibiayai negara. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, anggota Komisi I DPR mengatakan, alasan keberatan tersebut, karena selama ini partai telah melakukan hal itu secara mandiri. Muzani pamer, Gerindra telah mengalokasikan dana Rp 720 milyard untuk keperluan pembekalan, pelatihan dan perasional saksi.

Tak kalah kencang, suara Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Leo Nababan. Dia mengatakan, saksi partai politik peserta pemilu tidak perlu didanai negara, lewat Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia.

Serem lagi Frrey Mursyidan Baldan, Ketua Badan pemenangan Pemilu Partai NasDem. Dia mengatakan saksi yang dibiayai negara adalah sah, tapi itu saksi negara. Sementara saksi parpol, “tidak mimpilah” karena partai sudah memperhitungkan biaya itu sejak awal.

Ada hal yang memancing kecurigaan atas uang Rp 1,5 trilyun yang digelontorkan ke Bawaslu berkenaan dengan biyaya operasional PPL dan saksi parpol. Sepanjang prosesnya wajar, soal rencana penganggaran DPR seharusnya tahu. Mencermati omongan Ahmad Muzani, sepertinya DPR sama sekali tidak terlibat. Atau, tahu tetapi belagak pilon. Ini kecurigaan pertama.

Yang kedua, meski awalnya agak alot, penguasa tiba-tiba berbaik hati meluluskan pengajuan Bawaslau. Orang bebas  menduga-duga, jangan-jangan ini manuver Demokrat untuk kepentingan menangguk suara.  Kalau toh dana saksi itu dikatakan sebagai  tuntutan parpol, pertanyaan sederhana: parpol yang mana? Terbukti Gerindra, Golkar, juga NaDem menyatakan menolak.

Lebih dari sekedar dugaan, mengkaji persitiwa ini, ada dua hal yang patut dicatat. Pertama, Pemerintah (Penguasa) ‘genit’ sekaligus  ‘kenes’ main obral anggaran untuk keperluan politik praktis. Kedua, parpol bersikap hipokrit, karena di sisi lain diam-diam menerima bantuan dari penguasa. Yang saya tahu, di Kabupaten Gunungkidul, setiap tahun parpol menerima banpol Rp 2.100 kali sejumlah suara yang diperoleh.


Rakyat, sebagai pemilik syah negeri ini patut berfikir kritis. Saya berniat mengundang Anda untuk merenungkan kucuran Rp 1,5 trilyun. Itu uang siapa? Yang memiliki info akurat, boleh buka-buka, alias berbagi di sini. 

UU NO. 8 TAHUN 2012 PASAL 215 GIRING CALEG 2014 KE KARAKTER INDIVIDUALISTIK

Baliho Individualistik yang terpicu Undang-Undang. Ft. Bewe
Di internal partai, kursi legeslatif  direbut dengan cara akumulasi ‘by name’. Konsekuensi logis, persaingan caleg dalam satu parpol tidak terhindarkan. Individualisme sangat mendominasi. Kalu toh ada kebersamaan dalam bentuk tandem untuk menambang suara, kerangka pikirnya tidak lepas dari faksional sekaligus individual. Ego duduk di kursi legeslatif adalah karakteristik pemilu 2014. Masih ada solusi mengubah ego politik ke semangat gotong royong.

Putar-putar ke 18 kecamatan di Gunungkidul, saya memergoki baliho yang menurut saya sangat individualistik. Foto caleg banyak bertengger di pinggir jalan, meski itu hanya disangga dengan bilah bambu. Nomor urut caleg ditulis komplit, tetapi yang diberi isyarat gambar paku hanya satu. Ini artinya, calon pemilih digiring untuk mencoblos nomor urut yang diberi tanda tersebut. Salah? Tentu saja tidak.

Yang menggelitik pikiran saya, cara kampenye sebagaimana dipertontonkan dalam baliho itu menunjukkan, bahwa di internal partai yang bersangkutan masalah kebersamaan menjadi sebuah teka-teki yang patut dipertanyakan. Tidak hanya pada baliho. Setiker yang beredar di masyarakat pun, menggunakan gaya penampilan yang sama. Dan itu umum dilakukan oleh caleg dari parpol  manapun.

Ini sebuah resiko dari UU Pemilu No. 8 tahun 2012, yang secara eksplisit menggiring para caleg untuk berperilaku individualistik. Secara sistematis, UU No. 8 Tahun 2012 membuat pola atau alur mulai dari penetapan perolehan kursi hingga penetapan calon terpilih.

Penetapan perolehan kursi, di pasal 212 disebutkan, setelah ditetapkan angka BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (2), ditetapkan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan, dengan ketentuan: a. apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu sama dengan atau lebih besar dari BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama diperoleh sejumlah kursi dengan kemungkinan terdapat sisa suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua.

Setelah kursi ditetapkan, siapa yang berhak menduduki ditetapkan di Pasal 215.  Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan:  a. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak.

Rumusan inilah yang melatarbelakangi mengapa banyak baliho dan stiker berkualitas individualistik. Saya berfikir, semangat gotong royong masih nampak ketika penetapan calon terpilih menggunakan sistem no. urut. Tetapi jangan salah sangka, saya juga tak sepaham kalau kembali ke romantisme orde baru.

Yang perlu dibenahi adalah terwujudnya kerjasama antar caleg dalam satu partai. Sebutlah 5 orang caleg dari partai A berkumpul membahas siapa  yang kemungkinan besar duduk di kursi legeslatif. Tentu saja sangat tidak mungkin kelima orang caleg itu kesemuanya duduk di parlemen. Empat orang caleg yang harus berada di luar gedung, sementara sedikit/banyak mereka menyumbang suara. Pertanyaan sederhana: sudikah caleg yang duduk di kursi memberi nilai rupiah kepada keempat rekan yang berada di luar parlemen, sesuai dengan sumbangan suara yang mereka berikan?

Hiitungan gampang, Si Suto menyumang by name 250. Sementara yang duduk di gedung DPR Si Noyo. Kalau 1 suara dihargai Rp 1000.00 maka setiap bulan Suto memperoleh jatah Rp 250.000,00. Cara demikian lebih mengarah pada semangat kebersamaan, dan ujungnya membesarkan partai adalah perkara yang tidak sulit.

Pertanyaan saya sedehana : seajauh inikah pemikiran para caleg yang sekarang hingar bingar bertarung di 9 April 2014?




Senin, 27 Januari 2014

DIMADU TAK MAU, DICERAI 'OGAH', RADESTYA TAK PUNYA AYAH

Nur Indah dengan Radestya Putrinya

Janda anak satu, mengahadapi pilihan dilematik. Bayi mugil  usia sebulan bernasib kurang mujur. Lahir ke dunia tanpa kasih sayang seorang ayah. Siapa  yang harus menyelamatkan bayi tersebut? Pagi ini Senin 27/1/2014 rencana diselesaikan oleh para pihak di Polsek Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkkdul.

Nur Indah Susilowati (25) janda beranak satu, warga Pedukuhan Krakalan, Desa Beji, Keacamatan Patuk, Gunungkidul melahirkan anak kedua Radestya Branis Raihah melalui bedah sesar di RSUD Klaten, 21/12/2013. Secara hukum, Radestya tidak memiliki ayah.

Wasiran (48),  tidak menyangka kalau putri tunggalnya, Nur Indah Susilowati melahirkan anak kedua. Menurut ketrerangan Wasiran, setahun terakhir Nur Indah tidak pulang. “Anak saya bekerja di Jogja,” kata Wasiran terbata.

Ahad sore 26/1/2014 Budi Rohmadi diantar ibu mertuanya Rohwati datang ke rumah Wasiran. Di depan Wasiran, Budi berterus terang mengaku salah. “Dik Nur hamil dan sekarang melahirkan, sepenuhya adalah kesalahan saya Pak,” aku Budi Rohmadi sore itu. Konsekuensinya, Budi Rohmadi bertanggungjawab sanggup menikahi.

Saat Budi menyatakan kesanggupannya, posisi Nur Indah Susilowati, berada di tempat kost di Yogyakarta. Wasiran terperanjat. Situasi menegang, ketika Dukuh setempat, Suratno menyodorkan dua obsi. “Pilih diamuk massa apa pilih bertanggungjawab?”

Situasi nyaris tidak terkedali, ketika Ririn, istri Budi menyela. “Saya tidak mau dimadu, juga tidak mau dicerai,” kata Ririn bersungut-sungut. Nyaris terjadi hukum rimba, untung petugas Polsek Patuk segera datang menenangkan massa. Pagi ini, Wasiran, Budi Rohmadi didampingi mertua, menyelesaikan persoalan teesebut di Polsek setempat.



GARA-GARA SURAT EDARAN MENDAGRI, BUPATI DITUDING SEWENANG-WENANG

Istandi, Ketua Paguyuban Kepala Desa Gunungkidul. Ft Bewe

Keliru memahami peraturan, Ketua SEMAR (Paguyuban Kepala Desa Se Gunungkidul) menuding Bupati bertindak sewenang-wenang. Hal tersebut terungkap dalam audiensi Paguyugan SEMAR dengan DPRD II, di Gedung DPRD setempat, Kamis siang 27/1/2014. Tomy Harahap SH, Asek I Bidang Pemerintahan, sempat kebakaran jenggot.

Bupati Gunungkidul Hj. Badingah S.Sos. lagi lagi kena tuding. Setelah 265 Guru SD, menyusul 271 Perangkat Desa. Istandi  selaku Ketua SEMAR  menganggap, Bupati telah bertindak sewenang-wenang. Surat Edaran Bupati menurutnya bertentangan dengan Surat Edaran Mentri Dalam Negri No. 140/3765/PMD tahun 2013.

Istandi merinci, dalam SE Mendagri menyebutkan, karena tahun 2014 tidak ada pemilihan kepala desa, maka Kepala Desa yang habis masa jabatan di tahun 2014 bisa diisi oleh PNS dari Kecamatan yang bersangkutan, Perangkat Desa, dan tokoh masyarakat.


Sementara itu, menurut Istandi, baik SE Bupati Gunungkidul, maupun Perda No. 2 Tahun 2012 menyatakan, Pejabat kepala desa diangkat dari PNS kecamatan yang bersangkutan atu perangkat desa setempat. SE Bupati Gunungkidul dan Perda No, 2 Tahun 2012 tidak menyebut-nyebut soal tokoh masayrakat. “Menurut saya,” tegas Istandi, “ini manipulasi fakta.”
Tomy Harahap
Pengisian pejabat kepala desa pada masa transisi, ini menurut Tomy Haharap, telah susai aturan yang berlaku. “Tidak ada Bupati bertindak menyimpang, apa lagi sewenang-wenang,” kata Tomy dengan nada sedikit kesal.

Pro kontra pengisian pejabat kepala desa pada masa transisi karena perhelatan pemilu legeslatif dan pilpres 2014 terus bergulir. Seorang pengamat nyeletuk, “UU Desa saja belum diundangkan. Kok pada ribut-ribut sih”.  Menurut pengamat ini, ketika UU Desa   diberlakukan, otomatis UU No. 32 Tahun 2004 akan dicabut. Sebagai konesekuensinya, segala peraturan yang bertentang dengan UU Desa dinyatakan batal demi hukum, termasuk Perda No. 2 Tahun 2012 serta SE Bupati Gunungkidul. “Jadi gak usah tegang-tegang,” katanya, “tunggu saja UU Desa itu diberlakukan.”

Meredakan ketegangan, Budi Utama Ketua DPRD II Gunungkidul menginformasikan bahwa tahun 2014 insentif Kepala Desa dan Perangkat Desa dinaikkan. Gaji Kepala Desa Rp 1.500.000,00 Kabag dan Kaur Rp 1.000.000,00 Dukuh Rp 950.000,00 dan Staf Rp 925.000,00.

Fasilitas transportasi (iventaris sepeda motor) termasuk mendapat perhatian  pemerintah daerah atas usul DPRD Gunungkidul. Sebanyak 144 sepeda motor baru tahun 2014 segera direalisasikan.

Pemerintah Kabupaten berdasarkan UU Desa yang baru tidak lagi sebagai dominator, karena Kepala Desa bukan  merupakan kepanjangan tangan Bupati, melainkan berubah fungsi sebagai pemimpin masyarakat. Audiensi yang dimulai pukul 09.00, baru berakhir 12.30 WIB.

Minggu, 26 Januari 2014

BENAK SBY MENJELANG AKHIR KEKUASAANNYA


SBY
Usia kekuasaan SBY, untuk dua periode kepresidenannya adalah 3.650 hari. Terhitung dari 27/1/2014, dia memiliki sisa kekuasaan 267 hari. Peluang SBY tinggal 0,07 % untuk berbuat seseuatu bagi negeri ini. Apa yang mungkin dikerjakan SBY dengan waktu sesempit itu? Rakyat terus menunggu. Tetapi saya pesimis. Paling cuma menunggu godoot.

Karya pemikiran SBY secara monumental tertulis di dalam buku pertamanya: Selalu Ada Pilihan (SAP). Sayang sekali, SAP bergaung tidak lebih dari seminggu, habis itu lenyap seperti ditelan bumi. Padahal saya berharap, SAP memiliki karakter art longa vita brevis (terjemahan semau gue: manfaatnya panjang, meskipun usia  kekuasaanya pendek).

Semula saya berharap, bahwa SAP bisa dijadikan referensi untuk membangun Indonesia. Saya kira SBY mengajukan format bagaimana menggiring Indonesia agar segera keuar dari jeratan hutang Bank Dunia. Terlebih, saya juga membayangkan, SBY menulis kiat, bagaimana memerangi korupsi; bagimana memimpin partai politik agar tidak berantakan, seperti Demokrat.

Ya ampun, jebul salah satu isinya adalah cerita tentang asap hitam yang berputar-putar di langit rumahnya yang megah, dan ibu Ani, istri SBY teriak-teriak karena ketakutan. Saya tak pernah membayangkan, Seorang Susilo Bambang Yudhoyono yang kabarnya  seorang doktor, jendral, Presiden RI,  tega bercerita hal seremeh itu.  Bagi saya, cerita itu tidak fungsional. Meminjam kacamata pengamat, cerita asap hitam, tidak ada relevansinya dengan problem yang dihadapi bangsa dan negara.

Wah saya benar-benar kecele. yang terjadi menjadi sebaliknya: art brevis vita longa. Seni pemikirannya pendek, tetapi karakter kekuasaanya masih akan berlanjut. Paling tidak, dalam sisa waktu yang tinggal 0,07 %, SBY akan sibuk membuat katub pengaman,  supaya tidak terseret banjir bandang korupsi Partai Demokrat.

Apakah hal itu yang sedang dikerjakan SBY? Entahlah. Yang jelas SBY pernah dua kali menipu warga Gunungkidul. Dua kali pulang ke Pacitan melewati alas mentaok, dan duakali dipersiapkan jamuan ala kadarnya oleh Bupati Gunungkidul, SBY lewat begitu saja, tanpa mau mampir meski itu hanya sekejab.


Tujuhpuluh tiga (73) hari lagi, dihitung dari 27/1/2014 hingga 9/4/2014 SBY dalam posisi deg-deg plas. Pasalnya? Pileg berada di ambang pelaksanaan. Sesuai bukunya: Selalu Ada Pilihan, SBY mengahadapi dua teka-teki besar. Partai ciptaannya akan  terpuruk atau terjerambab. Itulah yang saat ini sedang berkecamuk di benak SBY. 

AMBAR TAJAHYONO LAKUKAN PEMBODOHAN POLITIK?

Ambar Tjahyono, Anggota DPR-RI Komisi II dari Partai Demikrat

Awal Januari 2014, pada musim kampanye terbatas, caleg pusat sampai daerah berperilaku nyaris konyol. Tiga tugas DPR yang mencakup pembuatan peraturan perundangan, penganggaran dan pengawasan,  diperas, dipersempit seenak perut. Tugas mengawal proposal dibumbui ikatan primodiaslme mendominasi argumen, mengapa seorang  caleg datang ke warga minta dukungan. Kampanye pemilu 2014, terjadi degradasi tupoksi DPR.

M Reisqy Sindhunata, mengatasnamakan tim  jaringan Ambar Tjahyono,   tertanggal 20 Januari menyebar undangan di Pedukuhan Putat Wetan, Desa Putat, Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Isi undangan, tanggal 23/1/2014 warga setempat diminta menghadiri acara sambungrasa dan  silaturahmi dengan anggota DPR RI Komisi II, Ambar Tjahyono.

Dalam rangka minta dukungan suara, Ambar Tjahono membagi stiker, kalender 2014 dan 100 bonggol ketela pohong  jenis ungggul. Tidak menyinggung fungsi legeslatif, Anggota DPR-RI Komisi II dari Partai Demokrat ini berbicara ngalor-ngidul, nyaris tak berujung tak berpangkal.  

Dibantu M Reisqy, Ambar bercerita, bahwa banyak dana berasal dari APBN yang rakyat tidak tahu, sekaligus tidak mudah untuk bisa mengambilnya. “Saya bisa membantu Bapak/Ibu,” kata Ambar yakin, “dalam arti mengawal proposal yang bapak ibu kirim.”

Tidak berhenti di situ, Ambar Tajhyono mengatakan bahwa dia asli Jogja, bukan caleg drop-dropan. “Tidak mungkin saya melupakan dukungan bapak dan ibu. Beda dengan caleg yang  bukan asli Jogja,” kata Ambar di depan 85 warga yang hadir 23/1/2014 Kamis malam.

Sindhunata selaku tangan kanan Ambar menimpali, “Bapak/Ibu sebaiknya tidak memilih caleg drop-dropan. Mengapa? Karena setelah terpilih mereka akan mudah melupakan contituent.”

Dua hal penting, saya temukan dalam proses kampanye terbatas yang dilakukan ambar Tjahyono. Pertama, Ambar Tjahyono sanggup mengawal proposal, kedua M Riesqy menyarankan agar warga mendukung Ambar Tjahyono, secara implisit menganjurkan tidak memilih caleg rival Ambar Tajhyono. Sementara itu kehadiran Ambar membawa stiker, kalender dan bonggol ketela pohong.

Kita cermati hal yang pertama, Ambar sanggup mengawal proposal. Ini sebuah degradasi fungsi DPR. Mana ada Undang-Undang menugasi DPR untuk mengawal proposal? Secara tidak langsung, Ambar telah melakukan pembodohan publik. Caleg macam Ambar, menurut saya adalah caleg yang tidak paham undang-undang. Dia termasuk caleg cari muka. Harap berhati-hati kalau ketemu caleg model demikian.

Juga perlu waspada manakala ketemu  juru kampanye sekelas M Riesqy Sindhunata. Dia mengajurkan memilih jagonya (Ambar) dengan alasan ikatan primodialisme asli Jogja, kemudian mengajak  menolak jago lain. Tanpa disadari Sindhunata bisa diancam sanksi. Pasal 89 UU Pemilu 2012, perihal ini telah  mengatur  tegas.


Kesimpulan saya, di arena kampanye  pemilu 2014 kental degradasi fungsi DPR. Tiga fungsi legeslasi diganti dengan pengawalan proposal dengan bumbu ikatan primodialisme. Menurut saya, sebaiknya rakyat memilih caleg yang paham sekaligus sanggup menegakkan dan membela Undang-Undang. Kalau gak ada? Terserah Anda.

ETERNIT AMBROL, GURU WANITA & 29 SISWA SD TERTIMPA RERUNTUHAN

Gedung SD Panjatan yang eternitanya ambrol. Ft. Wibowo
Kegiatan belajar mengajar terhenti karena eternit ambrol. Guru Wanita dan 29 murid terjebak dalam reruntuhan.  Tidak ada korban jiwa, tetapi 4 siswa lecet ringan dan kepala berasa pusing. Disinyalir, ambrolnya eternit karena termakan usia. Krena sejak dibangun tahun 2006 pasca gempa, gedung tersebut belum pernah direnovsi.

Duapuluh sembilan (29) Siswa klas IV SD Negri Panjatan, Salam, Patuk, Gunungkidul DIY tertimpa eternit ambrol Jum’at 245/1/2014. Peristiwa itu terjadi pukul  08.00 WIB, saat kegiatan belajar mengajar berlasung. Suparini S.Pd, wali murid kelas IV mengatakan, “Terdengar bunyi plethek......(seperti suara kayu patah) eternit seluruh ruangan ambrol serentak. Kami dan anak-anak terperangkap dalam reruntuhan. Dengan cara merangkak di sela meja dan kursi, kami berhasil keluar ”

Jerit dan tangis pun pecah setelah para murid berhasil keluar dari reruntuhan. Kegiatan belajar mengajar kontan dihentikan. “Siswa tidak akan diliburkan, tetapi untuk pengaturan harus di ruang berapa, itu wewenang kepala sekolah,” kata Suparini gemetaran

Dalam peristiwa tersebut tidak ada korban jiwa, namun  4 siswa diketahui menderita luka lecet dan  kepala pusing. Mereka adalah Andari Miftah Nurjanah, Angga Apariliano, Rahma Kusuma dan Fayis Habib A. Berseberangan dengan sekolah ada Puskesmas I Patuk. “Tetapi anak-anak tidak mau  dibawa ke sana, sebab itu cukup kami obati di UKS,” kata Suparini.

Tentang rontoknya eternit, Kepala Sekolah SD Negeri Panjatan, Drs. Sudarman menduga bahwa karena termakan usia. “Gedung dengan konstruksi baja ringan ukuran 8 x 7 meter ini dibangun pemerintah pasca gempa tahun 2006 silam. Hingga 2014, belum pernah dilakukan renovasi,” kata Sudarman


Di samping faktor usia, hujan deras di hari sebelumnya 23/1/2014 menyebabkan eternit lembab dan berat. Paku yang berkarat lolos, menyebabkan eternit ambrol secara bersamaan. Yang dikhawatirkan Sudarman justru eternit yang ada di 8 ruang yang lain. “Kalau yang sudah ambrol, itu aman untuk ditempati. Tetapi 8 lainnya, kami kira ada potensi rontok. Itu sebabnya, dalam waktu dekat kami akan membongkar eternit yang lain,” kata Sudarman menutup penjelasan.

PERINTAH PENGEMBALIAN TUNJUANGAN 265 GURU SD TIDAK BERKEKUATAN HUKUM

Priyanta Madya, Kabid Pemerintahan Sosial dan Budaya Bappeda Gunungkidul. Ft Bewe

Kisruh  Guru SD penerima tunjangan satuan pendidikan daerah khusus di Gunungkidul terkuak. Para guru adalah korban sistem. Pasalnya, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tidak ada koordinsi.  Ujungnya, yang celaka adalah 265 Guru SD. Mereka  terancam lakukan tipikor.

Kata kunci kekisruhan itu ada pada status Kabupaten Gunungkidul. Tahun 2009, Kabupaten Gunungkidul masih dalam posisi daerah tertinggal (DT). Tahun 2011 KPDT, di ibu Kota Wonogiri mengumumkan, Kabupaten Wonogiri, Gunungkidul, dan Kulon Progo, sudah tidak masuk kategori DT.

“Itu yang saya ketahui”, kata Priyanta Madya, Kabid Pemerintahah Sosial dan Budaya Bappeda kabupaten Gunungkidul, di kantornya, Jum’at siang 24/1/2014. “Jadi,” demikian imbuhnya, “kalau mencari dukumen resmi dalam bentuk fakta hukum mengenai status Gunungkidul tidak lagi masuk kategori DT, jelas tidak ada.”

Drs. Sudodo, Kadinas Dikpora Kabupaten Gunungkidul. Ft. Bewe

Tahun 2012 Kemendikbud cq Dirjen Dikdas memberitahukan bahwa guru yang bertugas di satuan pendidikan daerah khusus (tertinggal) memperoleh tunjangan. Mereka, maksudnya para guru SD di Gunungkidul, termasuk diberi kesempatan mengkases tunjangan tersebut secara online.

“Pihak Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Gunungkidul, tidak memiliki kewenangan untuk melarang para guru, terkait dengan akses internet yang ditawarkan oleh pusat,” kata Drs. Sudodo,  Jum’at pagi, di ruang kerjanya, 24/1/2014.

Alhasil, setahun penuh (selama 2013) guru SD sebanyak 265 menikmati tunjangan. Mendadak ada pemberitahuan bahwa tunjangan itu akan ditarik kembali, karena Gunungkidul mulai 2011 tidak lagi tergolong  DT.

Mengomentari perihal renaca penarikan tunjangan tersebut Udi Marnoto, SH Kabag Hukum Pemda Gunungkidul berkata singkat dan tegas. “Mau tidak mau, para guru harus mengembalikan. Menolak, berarti merugikan keuangan negara. Cepat atu lambat, mereka pasti dijerat tipikor”
 
Kacamata pengamat beda lagi. Danang (43) Direktur Sorot Gunungkidul menyebut, para guru itu adalah korban sistem. “Mendikbud, selain Mentri PDT,  adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas kasus yang menimpa 265 guru SD itu,” katanya 24/1/2014. “Mosok Muhammad Nuh selaku Mendikbud mau cuci tangan, gak bisa dong,” demikian Danang berargumen.

Pemikiran Danang masuk akal, Mendikbud seharusnya tahu, bahwa tahun 2011 Gunungkidul sudah tidak masuk kategori daerah tertinggal.  Seandianya tidak paham, Mentri PDT, Dr. Ir Helmy Faishal Zaini seharusnya memberi tahu, karena perubahan status itu tidak berfakta hukum.

Lebih khusus, menurut Danang, para guru patut melakukan protes ke pusat. “karena pembatalan tunjangan, tidak berdasar pada fakta hukum. Mosok pengumuman Wonogiri bisa dijadikan alasan untuk menghukum guru. Itu gila.”




DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...