Minggu, 12 Januari 2014

MELACAK KARAKTER POLITIK MASA LALU



Melihat wajah Indonesia masa kini (baca: perseteruan Cikeas-Durensawit), memaksa saya menengok ke belakang, paling tidak untuk peristiwa 792 tahun silam. Sebutlah, harus ‘njajah deso milangkori’ jauh sebelum Kerajaan Singasari berdiri di tahun 1222 Masehi.  Kerajaan Singasari, adalah gejala arena politik balas dendam.

J.L.A. Brandes, sarjana berkebangsaan Belanda menulis tentang Kerajaan Singasari tahun 1896, dalam Pararaton of het boek der konigen van Tumapel en van Majapahit uitgegeven en toegelicht.  Pararaton, di saping sebagai dokumen sejarah, adalah kitab sastra bernafaskan Hindu. Dari Brandes diketahui, raja Singa Sari pertama ternyata seorang bandit, seorang pembunuh berdarah liicik bernama Rajasa Sang Amurwabhumi, alias Ken Arok.

Kitab Pararaton sebagai produk karya sastra pada jamannya, menuturkan dinamika Kerajaan Singasari tanda tedeng aling-aling.  Rajasa Sang Amurwabhumi, alias Ken Arok, dibunuh Anusopati, sebagai bentuk ekspresi balas dendam, karena Tunggul Ametung ayah Anusopati, mati di tangan Ken Arok, melalui tangan  Kebo Ijo.

Terlepas itu Kutukan Mpu Gandring, atau pendeta Budha dari Panawijen Mpu Purwa, ayahanda Ken Dedes, peristiwa beruntun, tikam menikam adalah konflik politik bermotif balas dendam. Tak luput juga, manakala  Jaya Katwang raja Kediri menggempur Singasari, dan berhasil membunuh Kerta Negara atau Joko Dolog,  masih juga dalam lingkaran serupa.

Bahkan perseteruan yang terbungkus dalam nafas balas dendam itu sangat gamblang terlihat ketika Raden Wijaya menantu Kerta Negara, bersekutu dengan tentara Tar Tar dari Negeri Cina untuk balik menggempur Kerajaan Kediri.
Jangan pernah mengira, Raden Wijaya selaku pendiri Kerajaan Maja Pahit, terlepas dari sifat licik. Tentara Tar Tar  yang berhasil membantu perang melawan Kediri pun akhirnya dihabisi tanpa ampun olehnya.

Satu kehebatan Raden Wijaya, dia berhasil mentas dari pergulatan politik balas dendam setelah mendirikan Kerajaan Besar bernama Maja Pahit. Tetapi pergumulan baru pun dimulai dari sini. Hindu dan Islam, demikian kuat bertarik ulur kepentingan. 

Relevansinya dengan NKRI saat ini? Saya akan paparkan terkait dengan perseteruan Cikeas-Durensawit yang tidak kunjung reda, tetapi malah makin gemuruh, di tulisan tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...