Rabu, 01 Juni 2016

Tahun 2017, 144 Desa Di Gunungkidul Bakal Diobok-Obok BPK


Gedung BPK foto Tribun


Badan Pemeriksa Keungan (BPK) tahun 2016 memberi predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Pemda Gunungkidul. Acungan jempol pun berseliweran di media sosial, Pemda dianggap hebat. Ada yang mempertanyakan bagaimana dengan kepatuhan 144 desa terhadap aturan yang berlaku.   
  
Terkait dengan pernyataan seperti itu, Siswanto, Kabag Administrasi Pemerintahan Desa Gunungkidul mengatakan, bahwa laporan pertnggunjawaban keuangan desa belum diperhitungkan ke dalam item pemeriksaan oleh BPK.

 “Sesuai regulasi memang belum masuk obyek pemeriksaan. Tetapi ada informasi yang masih perlu diklarifikasi, bahwa tahun 2017, laporan keuangan desa termasuk bakal menjadi sasaran,” ungkapnya Rabu 1/5/2016.
  
Sementara itu, seiring diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014,  duit Pusat dan Daerah tumplek-bleg, di tingkat desa. Ketidaktepatan pemanfaatan serta ketidaktertiban administrasi keuangan, bisa mengaibatkan raibnya uang negara dan rakyat merugi besar. 

Meski BPK belum menjamah desa, demikian Siswanto  menambahkan,  secara struktural pemerintah kabupaten berdasarkan UU Desa Pasal 112 hingga 115 bertugas membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa.

Di dalam pasal 112 ayat (2)  dinyatakan, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada perangkat daerah.

Dari dokumen paparan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementrian Dalam Negri Republik Indonesa diketahui, bahwa yang dimaksud perangkat daerah adalah Camat. Oleh sebab itu peran Camat menjadi sebegitu penting dan strategis.

Memang, menurut Siswanto, kekuasaan pengelolaan anggaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban berada di tangan kepala desa, dan ada sebagian dikuasakan kepada perangkat desa.

Tetapi, kata dia, arah pengelolaan anggaran desa berdasarkan Permendagri pasal 2 ayat 1 yang transparan, akuntabel, partisipatif,  tertib dan taat pada disiplin anggaran, tetap berada di pundak para Camat.

Mudi Lestari, pegiat perempuan sekaligus pengamat pemerintahan menimpali, bersandar pada UU No 15 Tahun 2006 Tentang BPK, pasal 6 ayat (1) kalau desa akan dimasukkan sebagai subyek yang harsus diperiksa BPK adalah wajar.

Menurutnya, itu kamajuan besar dan tidak menyalaghi aturan, karena BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

“Desa, pada hemat saya masuk kategori lembaga negara lainnya yang mengelola keuangan negara. Kalau selama ini desa lolos, tak pernah dijamah, saya pikir BPK kurang memahami tugas yang diamanatkan undang-undang,” tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...