SURAT TERBUKA UNTUK BAPAK PRESIDEN
Assalamuallaikum,
Pak Presiden.
Semoga
kesehatan selalu menyertai Bapak sekeluarga.
Perkenalkan,
Pak. Saya Fera Nuraini, seorang pekerja rumah tangga di Hong Kong, atau kami di
Hong Kong menyebutnya sebagai BMI (Buruh Migran Indonesia).
Pak
Presiden, awal tahun 2014 ini, kami, para BMI di Hong Kong dikejutkam dengan
adanya kasus penganiayaan terhadap kawan kami bernama Erwiana Sulistyaningsih
(23) yang berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Saya tidak tahu, apakah Bapak sudah
mendengar kabar ini atau belum, karena Pak menteri Muhaimin sendiri baru tahu
setelah saya colek di twitter.
Tahun
2012 Bapak ke Hong Kong dan menginap di Hotel Sangrila dengan pengawalan super
ketat dari polisi Hong Kong. Semoga Bapak belum lupa, saat Bapak dialog dengan
perwakilan WNI di Hong Kong, ada puluhan BMI yang berdemo di bawah hotel
berharap untuk bertemu dengan Bapak untuk menyampaikan tuntutan kami kepada
pemerintah. Tapi sayang, Bapak tidak mau menemui kami dan memilih berada di
dalam hotel.
Pak
Presiden, Tahun 2013 kemarin, Saya tidak tahu apakah Bapak juga sudah tahu
kabar ini atau belum. Kawan kami bernama Kartika disiksa selama 2 tahun di
rumah majikannya. 2 tahun, Pak, dia disiksa, makan kurang, istirahat kurang
juga gaji tak dibayar.
Pak,
kasus Kartika dan Erwiana bukanlah kasus kecil seperti pernyataan Menteri
Tenaga Kerja Pilihan Bapak, Muhaimin Iskandar. Kasus ini membuat kami, para BMI
di Hong Kong sangat sedih bercampur geram.
Sayangnya,
Pak, saya tidak atau tepatnya belum pernah mendengar ungkapan Bapak “prihatin”
mengenai kasus yang menimpa kawan kami di Hong Kong, seperti kebiasaan Bapak
saat terjadi musibah atau kasus yang menyeret nama Bapak dan keluarga.
Pak,
meskipun saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, setiap
hari saya sempatkan untuk membaca berita dari tanah air. Kasus korupsi, terorisme, banjir dan banyak kasus lain saya baca.
hari saya sempatkan untuk membaca berita dari tanah air. Kasus korupsi, terorisme, banjir dan banyak kasus lain saya baca.
Saya
ikut prihatin, Pak. Tapi yang membuat saya lebih prihatin adalah, saat partai
yang Bapak pimpin sedang bergejolak, kenapa Bapak merespon dengan sangat cepat?
Tidak perlu waktu 24 jam, Bapak langsung muncul di media memberi komentar
tentang apa yang terjadi dengan partai yang Bapak pimpin.
Tapi
sayangnya, Pak, kenapa di saat ada warga negara Bapak yang bekerja di luar
negeri, yang nyawanya sangat terancam, badannya kurus kering tinggal tulang,
dan sudah lalu-lalang di media cetak dan eletronik, Bapak tidak meresponnya
sama sekali?
Saya
tahu yang Bapak urusi sangat banyak, 250 juta jiwa lebih menyebar dari Sabang
sampai merauke bahkan luar negeri. Tapi, kenapa Bapak lebih cepat tanggap
terhadap Partai ketimbang rakyat?
Saya
sangat ingat, Pak, tahun 2011, saat hari anak nasional dan anak-anak harus
menelan kekecewaan karena tidak diperkenankan membacakan deklarasi dihadapan
Presiden. Deklarasi hanya dihadiri oleh Bapak Wakil Presiden, sedang Bapak
lebih memilih menghadiri Rakornas dengan partai demokrat daripada mendengar
suara anak-anak negeri ini.
400 anak
dari seluruh Propinsi, mereka adalah anak-anak pilihan untuk mengikuti kongres
tahunan Hari Anak Nasional, tapi apa yang terjadi? Mereka kecewa oleh Bapak
Presiden yang harusnya bisa menjadi bapak panutan bagi mereka.
Bapak
Presiden, saya bekerja ke Hong Kong karena di tanah air sangat minim lowongan
pekerjaan. Tahun 2005 saya tiba di Hong Kong setelah 6 bulan di penampungan.
Bapak
Presiden, saya pernah dipukuli oleh majikan saya, dijambak rambut saya, kepala
saya dibenturkan ke pintu, saya tetap bertahan, Pak. Karena apa? Saya masih
punya hutang yang harus saya bayar ke agen karena potongan gaji. Saya bertahan,
Pak. Karena apa? Saya ingat dengan keluarga saya di kampung yang hidupnya
susah.
Saya
pernah lapor ke agen, tapi apa hasilnya? Agen menyuruh saya bertahan sampai 2
tahun finis kontrak dan akan dicarikan majikan baru. Saya pernah ingin bunuh
diri lompat dari lantai 16, Pak. Karena sudah tidak kuat dengan kondisi di
rumah majikan, saya urungkan, Pak, karena saya teringat dengan wajah kedua
orang tua saya.
Bapak
Presiden, saya, dan ratusan BMI di Hong Kong sangat berharap agar setelah kasus
yang menimpa Kartika di tahun 2013 menjadi kasus terakhir. Tapi ternyata, Pak,
masih ada kasus serupa yang menimpa kawan kami yakni Erwiana.
Bapak
Presiden yang saya hormati, kalau memang pemerintah belum mampu menyediakan
lapangan pekerjaan dan masih ingin terus mengirimkan tenaga kerja ke luar
negeri, saya berharap kepada Bapak Presiden untuk meningkatkan pembekalan dan
perlindungan bagi warga yang sedang bekerja di luar negeri.
Saya
tulis surat ini dengan harapan Bapak tahu akan kasus-kasus yang menimpa kawan
kami di Hong Kong. Hong Kong bukanlah syurga bagi pekerja rumah tangga, Pak.
Banyak kasus yang tidak tercium media dan bahkan pemerintah sendiri.
Bapak
Presiden, saya mohon maaf jika surat ini tidak berkenan di hati Bapak. Besar
harapan saya kepada Bapak untuk lebih memperhatikan lagi warganya yang bekerja
di luar negeri. Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Taiwan dan negara penempatan
lainnya juga sangat butuh perhatian.
Saya
tekankan sekali lagi, Pak, Hong Kong bukanlah syurganya bagi pekerja rumah
tangga.
Waasalamuallaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh
Fera
Nuraini, asal Ponorogo saat ini bekerja di Hong Kong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda