Pemerintah pasti tidak pernah
menyangka, rentenir saat ini menjadi sahabat rakyat. Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
jenis ini suka mencekik leher wong cilik. Anehnya, yang dicekik tidak sesak
nafas, tetapi justru ‘manja’. Hubungan keduanya, tampak menjadi saling membutuhkan.
Sebut itu simbiose mutualistik. Tidak ada jalan keluar?
Bank
Plecit (BP) demikian istilah yang populer di Kabupaten Gunungkidul, adalah LKM
swasta murni yang meminjamkan uang kepada rakyat dengan suku bunga tinggi. BP
ada yang berupa institusi ada pula yang perorangan. Biasanya mereka belum, atau
tidak berijin sama sekali.
BP
dalam bentuk institusi mengawali usahanya dengan baju Koperasi Serba Usaha (KSU).
Lembaga ini ada yang mengurus badan hukum, ada yang tidak. Saya menemukan dua embrio
KSU yang belum berbadan hukum. Satu KSU Manunggal beroperasi di Kecamatan Playen, dan KSU Agung,
mewilayahi Kecamatan Semanu Gunungkidul.
Kedua
KSU tersebut memasang suku bunga 2,5%. Banyak yang terjebak, termasuk para peminjam,
bunga sebesar 2,5 bukan dalam putaran 30 hari alias sebulan, melainkan dalam
putaran per 5 hari.
Ini
berkaitan dengan hitungan pasaran: Pon, Wage Kliwon, Legi dan Paing. Kok aneh?
Masalahnya, para peminjam rata-rata adalah pedagang kecil yang beroperasi di
pasar-pasar tradisional. Meski begitu, ada juga ibu rumah tangga yang tergiur cara
kerja pengelola BP.
Endang
Suka Teman Imut (ESTI) ini nama orang, pinjam uang ke BP untuk keperluan
mendadak, karena tetangga dekat lagi banyak yang punya hajat. ESTI nekad pinjam
Rp 200.000,00 untuk keperluan kondangan.
Tanpa
prosedur berbelit, begitu ESTI ngomong, belum sempat kalimat terakhir selesai,
uang Rp 200.000,00 sudah berada di tangan. Uang tersebut diterima pada hari
Pon. Lima hari ke depan alias Pon berikutnya, ESTI harus membayar pokok Rp
20.000,00 dan bunga Rp 5.000,00. Kalkulasinya hutang ESTI, akan lunas dalam 10
kali angsuran.
Dalam
tempo 50 hari, ESTI kepada BP harus mengembalikan pinjaman sebesar Rp 250.000,00. Lebih ngeri
lagi jika ESTI ambil uang ke perorangan. Tarip bunga cukup ekstrim 5%. Artinya
ESTI harus membayar Rp 300.000,00 hanya dalam satuan waktu 50 hari.
Pinjam
uang melalui BP ataupun perorangan, sebenarnya sama-sama berat. Tetapi mengapa
banyak ESTI yang tertarik, dan lebih memilih LKM BP dan perorangan? Alasannya:
(1). ESTI dikejar keperluan sosial yang amat mendadak; (2). ESTI terjebak
nominal pinjaman yang relatif kecil (hanya) Rp 200.000,00. Bunga 2,5% atau 5%
tak soal, toh hanya Rp 200.000,00. Inilah yang menyebabkan ESTI terpeleset dan
masuk perangkap BP atau rentenir perorangan.
Di
Kabupaten Gunungunkidul ribuan ESTI terlilit LKM BP dan rentenir perorangan. Memang
belum pernah ada penelitian menyangkut populasi BP dan rentenir perorangan,
sekaligus jumlah korban seperti ESTI, tetapi fakta, amat sulit ditiadakan.
Banyak
pihak yang berfikir keras untuk memberantas LKM BP dan perorangan yang benar-benar
telah menjadi lintah darat. Tetapi itu hanya sebatas berfikir, padahal jika mau
bertindak, implementasinya cukup simple.
Pemerintah,
cukup menduplikasi cara kerja rentenir. Suku bunga 0,24% per 5 hari, alias sebanding
dengan 18% per tahun. Pertanyaannya: beranikah presiden terpilih 2014-2019 mengeluarkan
inpres agar LKM melakukan metamorfose? Lebih dari itu beranikah LKM melakukan
mimikri, untuk menyelamatkan ESTI dari jeratan rentenir?
Mana ada presiden berani melawan
BalasHapushe he he