BANJIR JAKARTA tanpa solusi, ungkap salah satu stasiun tivi nasional pada
reportase petang. Saya terusik. Saya berniat menghadap SBY. Mendiskusikan
masalah banjir Jakarta dengan Kepala Negara, saya pikir bukan satu hal yang
tabu.
Apa boleh buat, barikade protokoler demikian
ketat. Saya mlipir-mlipir tembok istana diusir para penjaga. Jadi, sebisanya, dari
luar istana saya berkomunikasi dengan Presiden.
“Tidak mau kebanjiran
jangan tinggal di Jakarta”. Sepotong kalimat meluncur dari arah belakang, ketika saya sudah berada di luar pagar Istana.
Saya menoleh, saya kaget. Ternyata Pak SBY menggulung celananya ke atas sebatas
lutut (bahasa Jawa: cincing) karena Istana Negara juga kebanjiran.
Karena Pak SBY seorang Presiden, dan
saya bukan ‘siapa-siapa’, bentuk komunikasi pun berlanjut menjadi semakin unik.
Pak SBY berbicara dari teras istana, sementara saya cukup berdiri di luar pagar
istana.
Mengatasi banjir Kota Jakarta, Saya
mengajukan seabrek argumentasi, menyitir beberapa teori yang pernah dikemukakan
para pakar. Bergaya wartawan senior, saya juga meluncurkan sejumlah ‘pertanyaan
peluru’. “Tidak mau kebanjiran, jangan tinggal di Jakarta”,
demikian Pak SBY mengulang kalimat pendeknya.
Saya warga Gunungkidul, berbekal semangat
membela warga Jakarta, tidak harus kehilangan akal. Saya membujuk Pak SBY untuk
mengumpulkan paranormal. Mulai dari Permadi SH, Gendeng Pamungkas, Joko Bodo, sampai
dengan Limbad dan masih banyak lagi yang lain.
Saya bermaksud mengajak pak SBY untuk
memanfaatkan kekuatan mereka. Siapa tahu kelompok paranormal itu juga ‘nyambi’
sebagai pawang hujan. Pastinya, dengan bantuan mereka, anggaran negara bisa
irit. Kementrian Pekerjaan Umum tidak perlu mengalokasikan dana ratusan milyard
rupiah untuk atasi banjir. “Tidak mau kebanjiran,
jangan tinggal di Jakarta”. Untuk keduakalinya Pak SBY merepetisi
kalimat yang sama.
Saya tidak mau Pak SBY menjawab monoton.
Saya ingin ketegasan beliau, demi keselamanatan 9.586.705 nyawa yang saban
tahun dihantui banjir. Saya tidak berprasangka buruk, sampai akhir jabatan pasangan
Gubernur DKI Jokowi-Ahok tadak bakal bisa mengatasi banjir kota Jakarta.
Saya mengepigon Anas Urbaningrum
dalam konteks kemanusiaan. Saya tantang Pak SBY untuk menggantikan Jokowi,
karena nada-nadanya Wong Solo ini akan didorong ke RI 1 di tahun 2014. Ya
ampun, jawaban Pak SBY sama, “Tidak mau kebanjiran,
jangan tinggal di Jakarta”.
Pak SBY setelah pensiun mau tinggal
di mana? “Di Cikeas”. Terserah deh, Bapak mau
tinggal di mana, toh memilih tempat tinggal, termasuk ranah hak azazi. Maafkan saya
Pak Presiden, kalau pertanyaan tadi menyinggung perasaan.
Hemmmm mantab
BalasHapusHe he makasih dah mampir Brow
HapusSalam banjir ok