Selasa, 14 Januari 2014

SEALAMAT PAGI PAK PRESIDEN



BANJIR JAKARTA tanpa solusi, ungkap salah satu stasiun tivi nasional pada reportase petang. Saya terusik. Saya berniat menghadap SBY. Mendiskusikan masalah banjir Jakarta dengan Kepala Negara, saya pikir bukan satu hal yang tabu. 

Apa boleh buat, barikade protokoler demikian ketat. Saya mlipir-mlipir tembok istana diusir para penjaga. Jadi, sebisanya, dari luar istana saya berkomunikasi dengan Presiden.

“Tidak mau kebanjiran jangan tinggal di Jakarta”. Sepotong kalimat meluncur dari arah belakang,  ketika saya sudah berada di luar pagar Istana. Saya menoleh, saya kaget. Ternyata Pak SBY menggulung celananya ke atas sebatas lutut (bahasa Jawa: cincing) karena Istana Negara juga kebanjiran.

Karena Pak SBY seorang Presiden, dan saya bukan ‘siapa-siapa’, bentuk komunikasi pun berlanjut menjadi semakin unik. Pak SBY berbicara dari teras istana, sementara saya cukup berdiri di luar pagar istana.

Mengatasi banjir Kota Jakarta, Saya mengajukan seabrek argumentasi, menyitir beberapa teori yang pernah dikemukakan para pakar. Bergaya wartawan senior, saya juga meluncurkan sejumlah ‘pertanyaan peluru’. “Tidak mau kebanjiran, jangan tinggal di Jakarta”, demikian Pak SBY mengulang kalimat pendeknya.

Saya warga Gunungkidul, berbekal semangat membela warga Jakarta,  tidak harus  kehilangan akal. Saya membujuk Pak SBY untuk mengumpulkan paranormal. Mulai dari Permadi SH, Gendeng Pamungkas, Joko Bodo, sampai dengan Limbad dan masih banyak lagi yang lain. 

Saya bermaksud mengajak pak SBY untuk memanfaatkan kekuatan mereka. Siapa tahu kelompok paranormal itu juga ‘nyambi’ sebagai pawang hujan. Pastinya, dengan bantuan mereka, anggaran negara bisa irit. Kementrian Pekerjaan Umum tidak perlu mengalokasikan dana ratusan milyard rupiah untuk atasi banjir. “Tidak mau kebanjiran, jangan tinggal di Jakarta”. Untuk keduakalinya Pak SBY merepetisi kalimat yang sama.

Saya tidak mau Pak SBY menjawab monoton. Saya ingin ketegasan beliau, demi keselamanatan 9.586.705 nyawa yang saban tahun dihantui banjir. Saya tidak berprasangka buruk, sampai akhir jabatan pasangan Gubernur DKI Jokowi-Ahok tadak bakal bisa mengatasi banjir kota Jakarta.

Saya mengepigon Anas Urbaningrum dalam konteks kemanusiaan. Saya tantang Pak SBY untuk menggantikan Jokowi, karena nada-nadanya Wong Solo ini akan didorong ke RI 1 di tahun 2014. Ya ampun, jawaban Pak SBY sama, “Tidak mau kebanjiran, jangan tinggal di Jakarta”.

Pak SBY setelah pensiun mau tinggal di mana? “Di Cikeas”. Terserah deh, Bapak mau tinggal di mana, toh memilih tempat tinggal, termasuk ranah hak azazi. Maafkan saya Pak Presiden, kalau pertanyaan tadi menyinggung perasaan.

2 komentar:

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...