Sabtu, 11 Januari 2014

KAWASAN KARST ALTERNATIF OBYEK WISATA ALAM

Kawasan Karst Pegunungn Sewu. Ft Tommy Aprianto


EKPLOITASI kawasaan karst (kapur) di Kabupaten Gunungkidul memprihatinkan. Kerusakan lingkungan, hampir pasti menjadi nasib buruk generasi muda mendatang. Ada rekomendasi, kawasan karst dimanfatkan sebagai kawasan wisata alam. Siapa berani mulai dan dengan cara bagaimana, itulah yang menjadi pokok soal.

Indonesia memiliki kawasan karst seluas 15,4 juta ha. Kawasan tersebut membentang dari Gunung Leuser, Aceh hingga Papua Barat. Kabupaten Gunungkidul, dikelompokkan ke dalam bentangan ‘Pegugunungan Sewu’ termasuk memiliki kawasan karst, yang menakjubkan. 

Dinas Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) Kabupaten Gunungkidul, memiliki catatan, keluasan kawasan karst  807 Km2, atau 80.700 Ha . Sementara total luas Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 Km2, atau 148.500 Ha. Itu artinya, kawasan karst adalah 54% dari luas wilayah Kabupaten Gunungkidul. 

Tommy Apriando, pada pertengahan 2012 menulis, kerusakan kawasan karst mencapai angka 4 Ha, khusus yang dikelola oleh 7 perushaan. Sementara 14 kelompok penambang rakyat, merambah perbukitan seluas 7.000 m2. 

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap penambangan kawasan karst, tetapi implementasinya tidak tegas. Bedoyo, Kecamatan Ponjong, dan Giirisekar, Kecamatan Panggang adalah contoh kasus, betapa lemahnya Pemkab Gunungkidul berhadapan dengan para penambang. 

Wuspada Retna Dewi mahasisa UNDIP, tahun 2012 melakukan Studi Kasus Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong dan Desa Girisekar Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, dalam rangka program Magister Ilmu Lingkungan. Yang dikaji Implementasi Kebijakan Pelarangan Penambangan di Kawasan karst.

Penelitian itu bertujuan menganalisis implementasi kebijakan pelarangan penambangan di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul. Retno Dewi melakukan observasi langsung ke lapangan, wawancara mendalam dengan para informan. Dalam mengumpulkan data, mahasiwa tersebut menggunkan  metode dokumentasi.

Menurut Retna Dewi, Ponjong dan Panggang dianggap mewakili jenis komoditas batu gamping yang ditambang, yaitu jenis batu gamping lunak, Desa Bedoyo, sedangkan jenis batu gamping keras, Desa Girisekar.  

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tegas untuk tidak mengeluarkan izin usaha penambangan, namun tidak tegas dalam teguran maupun tindakan terhadap penambangan illegal. 

Dari analisis hasil penelitian, Retna Dewi menyumbangkan pemikiran, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul bersama masyarakat diharapkan dapat mengemas kawasan karst sebagai daerah wisata alam. Pengelolaan tersebut tidak merusak lingkungan bahkan dapat memberikan lapangan kerja bagi masyarakat. 

Menurut Ratna, payung hukumnya cukup jelas, yakni PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional  yang menyebutkan, kawasan karst merupakan kawasan lindung geologi. 

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tidak tinggal diam. Di bawah kepemimpinan Bupati Badingah,  melakukan kajian bentang alam Pegunungan Sewu. Hasilnya diusulkan ke Kementerian Sumber Daya Mineral, Mei 2013, ditandatangani Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, untuk ditetapkan sebagai kawasan karst lindung.

Sejauh greget melindungi kawasan karst, gerak para penambang terus merangsek. Mengamankan kawasan tersebut melalui bentuk penataan wisata, belum ada yang berani mulai. Nasib Pegunungan Sewu akan seperti apa? Wallahu alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...