Ilustrasi, diunduh dari FB |
Uang 1,5 trilyun menurut Ketua Bawaslu, Muhammad, dirinci, Rp 800
miliar dianggarkan untuk Mitra PPL, dan Rp 600 miliar untuk membayar honor
saksi dari partai politik peserta pemilu. Sisanya yang 1 milyard rupiah tidak
dijelaskan.
Bawaslu menempatkan dua Mitra PPL di masing-masing TPS dan diberi
honor Rp 100 ribu tiap orang. Begitu juga satu saksi partai politik diberi
honor Rp 100 ribu. Diketahui, jumlah TPS seluruh Indonesia adalah 545.778.
Menurut Muhammad, pembiayaan saksi untuk 12 parpol peserta pemilu
di masing-masing TPS, adalah tuntutan parpol. Parpol mengaku ingin menempatkan
saksinya di seluruh TPS, tapi terkendala dana. Pemerintah, terkait itu, responsif menanggung
biaya saksi parpol.
Partai Gerindra merasa keberatan dengan kebijakan saksi parpol
dibiayai negara. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, anggota Komisi I DPR mengatakan,
alasan keberatan tersebut, karena selama ini partai telah melakukan hal itu
secara mandiri. Muzani pamer, Gerindra telah mengalokasikan dana Rp 720 milyard
untuk keperluan pembekalan, pelatihan dan perasional saksi.
Tak kalah kencang, suara Wakil
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Leo Nababan. Dia mengatakan, saksi
partai politik peserta pemilu tidak perlu didanai negara, lewat Badan Pengawas
Pemilu Republik Indonesia.
Serem lagi Frrey Mursyidan Baldan, Ketua Badan pemenangan Pemilu
Partai NasDem. Dia mengatakan saksi yang dibiayai negara adalah sah, tapi itu
saksi negara. Sementara saksi parpol, “tidak mimpilah” karena partai sudah memperhitungkan
biaya itu sejak awal.
Ada hal yang memancing kecurigaan atas uang Rp 1,5 trilyun yang
digelontorkan ke Bawaslu berkenaan dengan biyaya operasional PPL dan saksi
parpol. Sepanjang prosesnya wajar, soal rencana penganggaran DPR seharusnya
tahu. Mencermati omongan Ahmad Muzani, sepertinya DPR sama sekali tidak
terlibat. Atau, tahu tetapi belagak pilon. Ini kecurigaan pertama.
Yang kedua, meski awalnya agak alot, penguasa tiba-tiba berbaik
hati meluluskan pengajuan Bawaslau. Orang bebas menduga-duga, jangan-jangan ini manuver Demokrat
untuk kepentingan menangguk suara. Kalau
toh dana saksi itu dikatakan sebagai tuntutan parpol, pertanyaan sederhana: parpol
yang mana? Terbukti Gerindra, Golkar, juga NaDem menyatakan menolak.
Lebih dari sekedar dugaan,
mengkaji persitiwa ini, ada dua hal yang patut dicatat. Pertama, Pemerintah
(Penguasa) ‘genit’ sekaligus ‘kenes’
main obral anggaran untuk keperluan politik praktis. Kedua, parpol bersikap
hipokrit, karena di sisi lain diam-diam menerima bantuan dari penguasa. Yang saya
tahu, di Kabupaten Gunungkidul, setiap tahun parpol menerima banpol Rp 2.100 kali
sejumlah suara yang diperoleh.
Rakyat, sebagai pemilik syah
negeri ini patut berfikir kritis. Saya berniat mengundang Anda untuk
merenungkan kucuran Rp 1,5 trilyun. Itu uang siapa? Yang memiliki info akurat, boleh
buka-buka, alias berbagi di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda