Sabtu, 21 Juni 2014

SIAPA BERANI LAPAR 5 TAHUN: PRABOWO APA JOKOWI?



Pemandangan sarkastik terjadi pada tahapan pilpres 2014. Prabowo-Jokowi tidak  pandai mengindar dari sindiran  aksara jawa: hana caraka, data sawala, padha jayanya, dan maga bathanga. Ada isyarat: mereka tidak akan berhadil memimpin Indonesia selama mereka tidak bisa berbuat melawan arus dengn melafat aksara jawa secara terbalik: ngatha bagama, nyayaja padha, lawasa data, karaca naha.

Aksara ciptaan Ajisaka itu tidak sekedar dimaknai sebagai bagian dari linguistik semata. Di dalamnya termuat filosofi  Jawa, untuk gejala lahirnya sosok pemimpin negara.

Tak pelak, kita saksikan, Prabowo-Joko Widodo dengan pasangan masing-masing, sama-sama mengklaim pantas menjadi utusan (hana caraka). Oleh KPU klaim itu  kemudian dipertontonkan melalui layar kaca.  Tujuannya  konon agar rakyat tidak salah pilih.

Tetapi di luar tujuan, yang terjadi: kita disuguhi peragaan aneh. Prabowo Joko Widodo justru menampilkan atraksi kesombongan. Yang satu menyombongkan ketegasan. Yang dua menyombongkan kesederhanan.

Dengan modal ketegasan di satu pihak dan kesederhaaan di pihak lain,  keduanya menyatakan (data sawala) tidak ragu-ragu, untuk membuat Indonesia menjadi sebagaimana diimpikan oleh 250 juta rakyat.

Padha jayanya: Prabowo-Joko Widodo, nampak sama-sama ampuh. Terlebih ketika  kita disuguhi: oleh masing-masing pendukungnya yang cenderung mengunggulkan jago. Yang memiliki ketegasan, dinilai hebat, yang tampil sederhana dijunjung setinggi langit.

Endingnya apa? Maga bathanga. Prabowo-Joko Widodo, itu pastinya akan tidak bisa berbuat banyak untuk membongkar sistem kapitalisme yang telah terlanjur menggurita.

Tidak muluk, permintaan rakyat Indonesia itu sukup sederhana: ibu pertiwi tercinta harus berubah menjadi loh jinawi.  Loh artinya tulus kang sarwa tinandur. Jinawi murah kang sarwa tinumbas.

Dan membuat Ibu Pertiwi menjadi bisa paring boga kang murakabi, akan selalu dihalang-halangi oleh kaum borjuis. Kelompok borjuis ini secara diam-diam merupakan komprador kapitalisme dunia.

Dililit gurita kapitalisme, Prabowo-Jokowi dipastikan hanya menjadi tumbal. Dan siapa pun yang keluar sebagai pemenang posisinya adalah maga bathanga: sama-sama menjadi mayat di depan kapitalisme dunia.

Untuk menghindar dari rajah aksara Jawa, keduanya harus berani melafat 20 akasara Jawa itu scara terbalik: ngatha bagama, nyaya jadhapa, lawasa data, kara canaha.
Kongkritnya? Siapapun pemenangnya, mereka harus berani LAPAR. Rakyat yang mustinya kenyang duluan. Pemimpin, di segala level, eksekutif, legeslatif dan yudikatif,  patut berpuasa selama 5 tahun. Beranikah? Itulah persoalannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...