Minggu, 22 Juni 2014

RAUT PRABOWO- WAJAH JOKOWI, TELUSUR KEMIRIPAN



Alam memberi isyarat  yang luar biasa. Tanda-tanda tersebut melekat  di raut Prabowo Subianto, juga di garis wajah Joko Widodo. Pada hiruk-pikuk pilpres 2014, saya menyoroti keduanya, dari sisi  kemiripan postur tubuh.  

Saya tidak mengatasnamakan politisi. Saya juga bukan bagiaan terkecil dari timses salah satu. Saya orang kebanyakan. Orang biasa. Secara kebetulan saya menangkap gelagat alam. Prabowo-Jokowi, menurut saya, kok lebih mirip tokoh nasional tempo hari.

Paparan ini sepi dari pamrih menggiring calon pemilih. Sebuah karya agung, telah diperlihatakan. Prabowo Subianto mirip Soekarno. Joko Widodo mirip Sudirman.
Saya sempat kaget, kemudian merunduk dan berfikir, itu bukan sebuah kebetulan.  Di mata saya sebegitu jelas. Bedanya, Prabowo Subianto tidak suka berkacamata hitam sebagaimana Soekarno. 

Jokowi, saat mengenakan ikat kepala, dan berfoto miring, wajah Sudirman seperti manitis kepadanya. Maaf, soal bibir lebih tebal Pangsar Sudirman.

Pikiran saya sangat terganggu atas munculnya  wajah calon pemimpin yang bertarung di 2014. ‘Kembaran’ Soekarno-Sudirman (meski itu sebatas mirip, dan lebih celaka lagi itu hanya imajinasi saya) terus saja membuat pikiran saya tidak nyenyak. Ada apa di sebalik  fenomena itu.
Untuk merebut kemerdekaan, Soekarno duduk di istana, pasang badan mengerahkan kemampuan deplomasi. Sudirman bersama rakyat, lebih nyaman mengangakat bambu runcing, bergerilya dari daerah ke daerah.

Menganalogi sejarah, Prabowo Subiyanto, yang minus kacamata hitam itu, berpeluang menduduki kursi istana. Tetapi Prabowo keluar sebagai pemenang, tentu sangat bergantung kepada: apakah rakyat menghendaki sejarah Sukarno-Sudirman itu berulang.  

Menjadi berbeda kejadiannya, manakala sebagian rakyat menginginkan menyatunya militer-sipil dalam konteks roso lan pikir (jiwani-ragawi). Jokowi yang secara imajinatif saya anggap sebagai ‘kembaran’ Pak Dirman, akan keluar sebagai pemenang alias menjadi ‘penyewa’ kursi istana. Wajahnya mirip Sudirman. Dan perang gerilya dalam kontek yang berbeda, selalu dia lakukan.
Ini bukan analisis politik. Kesimpulanya? Saya malah tidak tahu harus menarik kesimpulan seperti apa. Pasalnya, mereka berdua benar-benar mirip. Mirip Soekarno, mirip Sudirman. Pokoke emboh........ ha ha ha.........  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...