Sabtu, 21 Juni 2014

SURAT KALENG 'IBU PERTIWI' UNTUK PRABOWO DAN JOKOWI



Ibu pertiwi, paring boga lan sandang kang murakabi. Peparing rejeki manungso kang bekti. Ibu pertiwi, Ibu Pertiwi sih sutrisna mring sesami. Ibu pertiwi kang adil luhur ing budi. Ayo sungkem mring Ibu pertiwi

Sebait lirik Ketawang Ibu Pertiwi, menyentuh hati dan pikir. Tentu ini hanya berlaku bagi orang yang punya hati dan punya pikir. Saya berharap Mas Prabowo dan Mas Jokowi memelihara hati sekaligus pikir. Mari kia lihat larik  pertama Mas: Ibu pertiwi paring boga lan sandang kang murakabi.
Saya menterjemahkan secara bebas menjadi begini Mas: Tanah kelahiran bangsa Indonesia, sesungguhnya teramat tulus  dalam memberi pangan dan sandang kepada  jutaan bahkan trliyunan jiwa yang bertempat tinggal di atasnya, zonder membeda-bedakan.  
Tetapi Mas, realitasnya jauh panggang dari api. Pembagian pangan dan sandang itu  tidak merata. Tidak semua menikmati, sesuai hak yang melekat di setiap jiwa. Ini tentu  ada sebabnya. Larik berikutnya menyebutkan, (ibu pertiwi) mengajukan syarat mutlak yang tak boleh dinisbikan: (ibu pertiwi) peparing rejeki manungsa kang bekti.
Ketidakmerataan itu terjadi, karena sebagian manusia (maaf, saya terpaksa menyebut: para pemimpin pendahulu Anda Mas Prabowo dan Mas Jokowi) tidak bekti, tidak taat, tidak tunduk pada aturan ibu pertiwi. Bibir berucap membela, tetapi batinnya menginjak dan mendurhakai.
Sebagian besar keringat ibu pertiwi disedot secara serakah, tanpa mempertimbangkan prinsip keadilan. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan kesenjangan sosial. Mempersempit kesenjangan adalah tugas Sampean berdua, bila mana Sampean keluar sebagai pemenang di pergumulan 9 Juli 2014.
Mas Prabowo dan Mas Jokowi yang saya hormati: Ada repetisi alias pengulangan pada larik berikutnya: Ibu pertiwi sih sutrisna mring sesami. Ini sebuah penegasan, Ibu Pertiwi tidak pernah membeda-bedakan. Karena apa? Ibu pertiwi (itu) adil (dan) luhur ing budi.
Larik penutup ketawang Ibu Pertiwi, Sampean berdua diajak: Ayo sungkem mring ibu pertiwi.
Larik pertama hingga larik terakhir dari secuil tembang Ketawang Ibu Pertiwi, itu refleksi uneg-unek saya, kepada Anda berdua.  Saya ingin melihat Anda melakukan SUNGKEM.
Gagasan saya tentu saja tidak sekualitas, ataupun sehebat pertanyaan yang disodorkan Profesor Zaenal. Maklum, saya hanya orang kecil, yang barangkali Anda berdua belum pernah mengenal, siapa sejatinya orang kecil itu.
Hormat saya untuk Anda berdua. Salam dari Gunungkidul. Sampai ketemu di perjalanan 5 tahun ke depan. Salah satu dari Anda dipastikan bakal duduk di kursi Istana. Sementara saya akan tersanjung dan bahagia, manakala ANDA MELAKUKAN SUMKEM KEPADA IBU PERTIWI.
Maaf, sekali lagi maaf, ini adalah surat kaleng, karena mungkin saja bunyinya membuat Anda berdua menjadi sangat RISAU.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...