Demokrasi Pancasila sudah
diganti dengan demokrasi liberal. Sejak UUD 1945 diamandemen, NKRI tidak semakin
kokoh, melainkan sebaliknya. Kaum reformist
secara terang-terangan mengadopsi pikiran barat. Akibat terpahit, percaturan
politik terkait pilpres 2014, tidak terlepas dari intervensi asing. Calon pimpinan negara, bermuka dua. Satu mengaku
membela kepentingan rakyat, muka yang lain menyembah kepentingan berhala asing.
Politisi tercerai berai,
pengamat hiruk pikuk. Rakyat bingung karena terkotak-kotak. Elemen bangsa saling
ejek, satu sama lain. Sampai-sampai, Presiden SBY pun menjadi nyaris ‘pikun’.
Demokrasi Pancasila yang sudah dibakar hangus sejak 1998, Tanggal 1 Juni 2014
tak sempat ditengok kerangkanya.
Setan yang berana asing,
bertempik. Mereka gemuruh bersorak melihat bangsa besar seperti Indonesia
menjadi carut marut. Modus lama tetap berjalan. Politik Belanda yang terkenal
dengan model pecah-belah, berjalan begitu mulus.
Sejumlah Stasiun TV
swasta nasional, memamerkan diskusi/debat anak bangsa yang menjurus ke
pemikiran liberal. Eloknya diselubungi dengan slogan halus: pendidikan politik
untuk rakyat. Tanpa disadari, suguhan mereka itu justru amat sangat membingungkan.
Tak luput, capres dan
cawapres 2014. Karena manat UU, oleh KPU diseting untuk mempertontonkan keahilannya
dalam berdebat. Pasangan capres dan
cawapres itu mau ngomong apa, saya khawatir, keduanya terjerembab ke dalam
ucapan-ucapan yang bernuansa hipokrit.
Hipokrisi (kemunafikan)
bisa saja meluncur dari mulut Prabowo-Hatta. Tetapi juga tidak menutup
kemungkinan itu mengalir dari pikiran Joko-Jeka.
Saya harus menyelam ke struktur dalam yang selama ini tidak nampak
dipermukaan. Kedua pasangan berpandangan tak jauh berbeda. Terutama ketika
harus menghadapi kekuatan asing, Prabowo menyatakan sebagai jago yang paling
cocok . Di sisi lain, Jusuf Kala,
ditakar tidak akan mengalami kerepotan sezarah pun.
Saya melihat, mereka
kepengin mengetaskan bangsa ini dari perbudakan. Mereka, dalam formulasi bahasa
yang berbeda, sama-sama tidak mengiginkan bangsa Indonesia hidup dalam jeratan 1
benggol sehari. Ini meminjam istilah Bung Karno.
Mari mengintip pernyataan
Hashim Djojohadikusumo adik Prabowo Subiyanto, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai
Gerindra di Washington DC tahun 2013, yang menyebar di You Tube. Boleh
tercengang. Boleh kaget, tetapi jangan sampai jantungan.
Ini petikan langsung,
tapa saya kurang dan tambahi:
Bapak Ibu
sekalian, Prabowo Subiyanto lulus, mungkin hanya satu-satunya kandidat, mungkin
juga Gita, yang lulus dari seleksi Amerika.
Ok. Jadi Gita
yang juga akan menalonkan diri menjadi presiden, Parobowo adalah kandidat lain
yang lulus dari masalah Amerika.
Jadi Prabowo
adalah orang yang sangat pro Amerika, dia sekolah SMA di Amerika, sekolah
sebelum SMA juga di Amerika.
Dia mengambil
sekolah komando pasukan khusus di Fort Benning, Fort Bragg. Sampai beberapa
saat yang lalu, saya seorang investor di California. Investor besar bisnis
minyak.
Jadi, ya,
Amerika akan menjadi patner yang mendapat perlakuan khusus dalam pemerintahan
yang dipimpin oleh Partai Geindra.
Pernyataan Hashim Djojohadikusumo
disambut tepuk meriah.
Saya menangis. Selama
lima tahun ke depan, dan mungkin untuk seterusnya, nasib saya tidak akan
berubah. Saya, dan sahabat-sahabat saya
yang jumlahnya 250 juta, tersebar dari sabang sampai Meraoke, tetap akan
menjadi budak bangsa lain.
Tetapi saya masih ada
harapan: PANCASILA. Siapa yang sanggup membangunkan macan tidur ini? Siapa yang
berani melakukan dektrit, kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila
secara murni dan konsekuen? Presiden pilihan rakyat, rasanya bukan solusi
DEMOKRASI ALA INDONESIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda