Selasa, 03 Juni 2014

SIAPAPUN PRESIDENNYA, YANG PASTI DIA BUKAN SEORANG PESULAP



Dua bilik rahasia yang terpajang di 9 Juli 2014 itu benar-benar manakutkan. Di sana ada misteri. Ada teka-teki. Ada absurditas. Sementara harapan 250 juta jiwa itu teramat sederhana. Indonesia baru itu sesungguhnya Indonesia lama. Wujudnya sangat kongkret. Indonesia yang LOH-JINAWI

Teman saya, seorang pemilih muda, sebut saja namanya Irvan, dalam tempo yang sangat singkat mengajak saya debat ringan.

Irvan menohok habis, ketika saya menjatuhkan pilihan TIDAK MEMILIH. “Anda tidak memiliki hak apa pun untuk mengatakan bahwa yang terpilih besok adalah presiden Anda. Anda tidak punya presiden, karena Anda TIDAK MEMILIH”, Kata Irvan bersungguh-sungguh.
Ditohok begitu, saya Cuma nyengir doang. Kemudian saya membalas: siapa pun presidennya, yang pasti,  saya tidak akan dipecat dari status saya sebagai orang Indonesia.

Irvan tambah ngamuk, kemudian menuding saya sebagai urik, tidak adil, tidak punya pendirian, dan masih banyak lagi tudingan lain yang pedas-pedas. Gara-gara di negeri ini ada pesta demokrasi, dan saya MEMILIH TIDAK IKUT PESTA, hak-hak saya, oleh Irvan kemudian dibatasi.

Apapun yang ditudingkan Irvan ke saya, itu adalah hak dia selaku warga negara. Berikutnya saya Cuma ngomong: saya yakin, haq qul yakin, dua orang capres itu siapapun yang keluar sebagai pemenang, keduanya bukanlah seorang pesulap.
Alasan saya sederhana: Indonesia itu jamrut katulistiwa. Tetapi realitanya, tak sedikit anak ayam mati di lumbung beras. 

Membuka posisi idealisme INDONESIA BARU, gambarannya adalah INDONESIA LAMA, yang kondisinya LOH, tulus kang sarwo tinandur; JINAWI, murah kang sarwo tinumbas.
Pertanyaan sederhana dari rakyat jelata: Prabowo Subiyanto, ataukah Joko Widodo yang sangup mengubah wajah INDONESIA ke posisi serupa itu? 

Meski saya hanya berdiri sebagai penonton pesta demokrasi Rebo Wage 9 Juli 2014, tentu adalah sah-sah saja kalau saya kemudian angkat jempol kepada presiden yang sanggup memikul tugas berat yang diimpikan rakyat. 

Saudara Irvan, Anda jangan salah mengerti. Itulah apresiasi saya, selepas pesta demokrasi 9 Juli 2014. Pernyataan terbuka ini saya tujukan kepada ribuan, bahkan jutaan Irvan yang tersebar di seluruh tanah air.

Saya juga ada naluri untuk memilih. Dan itu sudah saya gunakan, sebelum tanggal 9 Juli 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...