Masyarakat kecil, semasa pemerintahan
SBY diberi peluang mengakses bank. Lahirlah program kredit untuk rakyat (KUR).
Tujuannya mendorong sektor riil, demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Ada yang
bilang KUR tidak efektif. Dengan cara
lain, SBY masih berkayakinan bahwa dana murah bisa menekan angka kemiskinan.
Pemerintahan
SBY, dengan berbagai cara, berusaha menyelamatkan ekonomi warga masyarakat marginal.
Mulai tahun 2007, pengusaha kecil dan menengah dimanja KUR, dengan plafon jasa, batas atas maksimal 22%
per tahun.
Karena
faktor birokasi perbank-kan, KUR menjadi program yang tidak populis. Tingkat
keterserapan rendah, karena wong cilik lebih suka mengakses lintah darat,
ketimbang fasilitas yang disediakan pemerintah.
Karena
akses bank dirasa banyak kendala, pemerintah melakukan terobosan baru. Menyangkut
kelangsungan sekaligus perkembangan industri kecil rumah tangga, pemerintahan SBY
menyisipkan program Simpan Pinjam Perempuan
(SPP) ke seluruh Indonesia melalui program PNPM Mandiri.
Dari
sisi keberlanjutan perkembangan dana, SPP bisa dibilang sukses. Satu sampel: Unit
Pengelola Kegiatan (UPK) SPP Kecamatan Patuk
memiliki Nasabah potensial 155 orang tersebar di 11 desa. Penerima manfaat, atas adanya program SPP meliputi 1.208 jiwa.
UPK
melakukan pembatasan, pinjaman anggota, minimal 1 juta rupiah, maksimal Rp 7
juta. Jasa 1,5% perbulan alias 18 % per tahun. Anggota memperoleh Insentif
Pengembalian Tepat Waktu (IPTW) 15% dari jasa yang disetor ke UPK. Sebutlah anggota
meminjam Rp 1.000.000,00 dalam setahun kepada UPK hanya mengembalikan Rp
1.153.000,00 karena yang Rp 27.000,00 dikemembalikan dalam bentuk IPTW.
Berbilang
soal suku bunga, masih ada kelonggaran. Bunga 1,5% per bulan itu bukan harga
mati, bisa berubah menurun melalui proses Musyawaah Antar Desa (MAD) di level
Kecamatan, sepangjang itu telah disepakati anggota.
Hingga
akhir tahun 2013, UPK Kecamatan Patuk memiliki dana SPP sebesar 3.390.886.253,00.
Yang terpinjam anggota Rp 2.794.048.000,00. Sementara dana tersimpan di bank
atas nama UPK sebesar Rp 596.838.153,00.
Melalui
penggelontoran dana yang nyaris memanjakan masyarakat, tujuan utamanya adalah menekan angka kemiskinan. Kecamatan
Patuk, selama tahun 2013 masih memiliki warga miskin sebanyak 3.932 KK,
tersebar di 11 desa. Sementara itu UPK Kecamatan Patuk menyajikan data, ada dana
tak terserap setengah milyard lebih.
Kecamatan
Patuk, Kabupaten Gunungkidul, memang tidak secara representatif mampu mewakili wajah
Indonesia. Tetapi setidaknya, dari titik terkecil, orang boleh bertanya, sejauh mana korelasi SPP
itu dengan upaya pemberantasan kemiskinan diwilayah ini.
Dipikir
setengah serius, entah itu KUR, SPP, atau apapun istilah yang mau dipakai, yang
oleh pemerintahan SBY diberi label dana murah, tidak sealalu memiliki
korelasi positif dengan angka kemiskinan. Fakta menunjukkan, di LKM sepeti UPK ada
dana tak terserap, tetapi angka kemiskinan masih terlihat cukup tinggi. Lalu?
Dana Murah tidak selalu menyelesaikan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda