Senin, 06 Januari 2014

MENEKAN ANGKA KEMISKINAN VERSI SBY



Masyarakat kecil, semasa pemerintahan SBY diberi peluang mengakses bank. Lahirlah program kredit untuk rakyat (KUR). Tujuannya mendorong sektor riil, demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Ada yang bilang KUR tidak efektif.  Dengan cara lain, SBY masih berkayakinan bahwa dana murah bisa menekan angka kemiskinan.

Pemerintahan SBY, dengan berbagai cara, berusaha menyelamatkan ekonomi warga masyarakat marginal. Mulai tahun 2007, pengusaha kecil dan menengah  dimanja KUR,  dengan plafon jasa, batas atas maksimal 22% per tahun.

Karena faktor birokasi perbank-kan, KUR menjadi program yang tidak populis. Tingkat keterserapan rendah, karena wong cilik lebih suka mengakses lintah darat, ketimbang fasilitas yang disediakan pemerintah.

Karena akses bank dirasa banyak kendala, pemerintah melakukan terobosan baru. Menyangkut kelangsungan sekaligus perkembangan industri kecil rumah tangga, pemerintahan SBY  menyisipkan program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) ke seluruh Indonesia melalui program PNPM Mandiri.

Dari sisi keberlanjutan perkembangan dana, SPP bisa dibilang sukses. Satu sampel: Unit  Pengelola Kegiatan (UPK) SPP Kecamatan Patuk memiliki Nasabah potensial 155 orang tersebar di 11 desa. Penerima manfaat,  atas adanya  program SPP meliputi 1.208 jiwa.

UPK melakukan pembatasan, pinjaman anggota, minimal 1 juta rupiah, maksimal Rp 7 juta. Jasa 1,5% perbulan alias 18 % per tahun. Anggota memperoleh Insentif Pengembalian Tepat Waktu (IPTW) 15% dari jasa yang disetor ke UPK. Sebutlah anggota meminjam Rp 1.000.000,00 dalam setahun kepada UPK hanya mengembalikan Rp 1.153.000,00 karena yang Rp 27.000,00 dikemembalikan dalam bentuk IPTW.

Berbilang soal suku bunga, masih ada kelonggaran. Bunga 1,5% per bulan itu bukan harga mati, bisa berubah menurun melalui proses Musyawaah Antar Desa (MAD) di level Kecamatan, sepangjang itu telah disepakati anggota.

Hingga akhir tahun 2013, UPK Kecamatan Patuk memiliki dana SPP sebesar 3.390.886.253,00. Yang terpinjam anggota Rp 2.794.048.000,00. Sementara dana tersimpan di bank atas nama UPK sebesar Rp 596.838.153,00.

Melalui penggelontoran dana yang nyaris memanjakan masyarakat, tujuan utamanya  adalah menekan angka kemiskinan. Kecamatan Patuk, selama tahun 2013 masih memiliki warga miskin sebanyak 3.932 KK, tersebar di 11 desa. Sementara itu UPK Kecamatan Patuk menyajikan data, ada dana tak terserap setengah milyard lebih.

Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, memang tidak secara representatif mampu mewakili wajah Indonesia. Tetapi setidaknya, dari titik terkecil,  orang boleh bertanya, sejauh mana korelasi SPP itu dengan upaya pemberantasan kemiskinan diwilayah ini.

Dipikir setengah serius, entah itu KUR, SPP, atau apapun istilah yang mau dipakai, yang oleh pemerintahan SBY diberi label dana murah, tidak sealalu memiliki korelasi positif dengan angka kemiskinan. Fakta menunjukkan, di LKM sepeti UPK ada dana tak terserap, tetapi angka kemiskinan masih terlihat cukup tinggi. Lalu? Dana Murah tidak selalu menyelesaikan masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...