Minggu, 19 Januari 2014

ANAS JANGAN MATI/DIMATIKAN: SEBELUM KORUPTOR MEMENUHI SUKA MISKIN

Anas & Abraham. Ft. Merdeka.com Motage Bewe
Anas Urbaningrum melakukan metamorfose. Pendiri sekaligus ketua PPI ini mengubah wujud dari tersangka koruptor ke (seperti laiknya) tahanan politik. Anas memang beda. Sangat berbeda dibanding Nazarudin, Angelina Sondhak, bahkan Andy Malarangeng. Dari balik terali besi dia bersiap-siap membuka tabir. Anas melancarkan serangan yang konfigurasnya kurang lebih akan diformat menjadi episode purwa, madya, dumugi wusana.

Sekjen PPI Gede Pasek Suardika  kepada TEMPO mengatakan, Anas memiliki kesibukan baru, menulis segala sesuatu yang dirasakan terkait dengan kasus hukum yang membelitnya.  "Anas menulis buku tentang sisi yang belum bisa dilihat dari luar. Itu akan dikeluarkan semua," kata Pasek di kediaman Anas, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat, 17 Januari 2014, sebagaimana dikutip TEMPO.

Andy Malarangeng kalah tegar. Sebelum masuk ke lingkaran politik dia terbilang akademisi sekaligus kolumnis yang produktif. Saya termasuk pembaca setia, tulisan-tulisan Andy Malarangeng. Tetapi begitu tertelikung seragam orange hadiah KPK, Andy bungkem. Mendadak ketajaman penanya tumpul. Alumuns UGM ini kehilangan segala-galanya, termasuk kehilangan karakteristik tulisannya yang kritis.

Produktifitas Anas, dalam hal tulis menulis, sebenarnya tak sebanding jika disejajarkan Andy Malarangeng.  Tetapi dasar orang pergerakan, begitu merasa didzolimi, naluri perlawanannya menggeliat. Ibarat Merapi, atau Sinabug, kekuatan indogen menggelegak, menyebabkan  SBY juga petinggi Partai Demokrat yang lain menjadi kewalahan.

Saya melihat, Anas memposisikan diri , seolah seperti Bung Karno saat berada di penjara Suka Miskin tahun 1931. Fakta sejarah dan hukum mengatakan, saat itu Bung Karno memang tahanan politik, versi kacamata Belanda.

Melalui tulisan bertajuk “Keadaan Di Penjara Sukamiskin, Bandung,” Bung Karno bercerita, bahwa orang tangkapan seperti dia, hanya boleh menulis surat dua minggu sekali. Keluarga, maksudnya istri, boleh menjenguk dua kali dalam sebulan. Itu pun tidak boleh membawa oleh-oleh. Begitu Bung Karno menulis tertanggal 17 Mei 1931, dari Penjara Suka Miskin yang dihimpun dalam buku setebal 627 halaman yang kesohor Di Bawah Bendera Revolusi.
Kembali ke Anas, yang mendadak (akan) menjadi penulis produktif, publik berharap, KPK tidak menjadi penguasa hukum. Lebih jauh, KPK tidak berperan sebagai  penjajah hukum. Artinya, KPK musti memberi keleluasaan kepada Anas untuk mengekspresikan apa yang dia rasa dan alami, baik selama dia berada dalam tahan maupun sebelum masuk perangkap.

Saya yakin, Anas tahu banyak tentang sepak terjang Partai Demokrat, partai katak yang mendadak menjadi partai lembu. Anas juga banyak tahu, tingkah para petinggi Partai Demokrat, dari tokoh yang miskin harta mendadak menjadi Orang Kaya Baru (OKB). Tidak sepantasnya anas dibungkem. Apalagi dibunuh. Biarkan semua mengalir dari dari mulut seorang anak pergerakan yang bermarkas di Duren Sawit.


Fenomena Anas berani digantung di Monas, tidak cukup diartikan secara harafiah. Statemen itu adalah teka-teki besar tentang nasib negeri yang kita cintai. Wartawan Udin mati di Jogya karena ketajaman pena. Munir tersungkur di montor mabur, karena melawan ketidakadilan. Anas, jangan mati, atau dimatikan, sebelum sejumlah koruptor memenuhi Penjara Suka Miskin.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...