Duapuluh delapan petani tolak tandatangi surat
perjanjian menabung 100 juta pohon yang diluncurkan PT Pertmina. Penyuluh
Kehutanan Lapangan (PKL) menuding, massmedia menjadi penyebab gagalnya program
itu. Di balik peristiwa, terkuak motiv finansial yang nilainya lumayan
menggiurkan.
Rujito
(48) dan Hanafi (45) mewakili 28 petani pedukuhan Putat Wetan dan Gumawang,
Kecamatan Patuk, Kabupaten Gnungkidul menyatakan keberatan alias menolak
menandatangani surat perjanjian yang disodiorkan oleh relawan menabung 100 juta
pohon.
“Penolakan
kami bukan asal-asalan Mas” kata Hanafi kepada wartawan Jum’at 3/1/2014. Hanafi melihat surat perjanjian itu mempunyai
dua cacat hukum yang fatal. “Pertama,” kata Hanafi, “surat perjajian tersebut
kepada petani, tiba-tiba disodorkan pasal
sebelas tanpa menyertakan pasal 1 dan 10. Menurut saya, pasal 1 dan 10 entah
apa isinya, oleh relawan sengaja disembunyikan. Petani, sementara itu diminta
menandatangani bermeterai Rp 6000,00. Secara logika, siapapun pasti tidak mau.”
“Cacat
yang kedua,” timpal Rujito, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Kelompok Tani Alba
Group, “pasal sebelas itu menyebutkan, pihak pertama memperoleh bagian 70% dan
pihak kedua 30%. Pada hal yang disebut
sebagai pihak pertama adalah rewalan
menabung 100 juta pohon, dan pihak kedua petani. Menurut saya, ini pasal
perampokan.”
Sukasno
Hartoyo, yang defacto dejure adalah Penyuluh Kehutanan Lapangan, secara
terang-terangan menuding, bahwa massmedia mencoba menggagalkan progam yang
diluncurkan PT Pertaminan. “Gara-gara tulisan wartawan, petani jadi ketakutan,” Tuding
Sukasno Hartoyo via percakapan telepon.
Di
balik peristiwa tersebut, relawan program menabung 100 juta pohon ternyata
berlindung di balik baju LSM. Hingga tulisan ini tayang, belum ada pihak yang
bisa diklarifikasi tentang LSM yang dimaksud.
Sukasno
menyayangkan atas ketidakikutsertaan 28 petani dalam program ‘menabung 100 juta
pohon. Menurutnya, mulai Dukuh, Kades, juga Petugas lapangan dari pihak
Pertamina memperoleh insentif operasional pendataan sebesar Rp 50,00 per pohon.
Sebutlah di Kecamatan Patuk berhasil mendata pohon sebanyak 1000.000 batang,
maka yang diterima oleh petugas lapangan mencapai Rp 50.000.000,00.
“Waoooo,
enak pula itu bagian petugas,”komentar hanafi menanggapi kemungkinan perolehan
insentif operasional. Sementara banyak orang tahu, petugas jarang turun
lapangan. Kerja gak ada setahun memperoleh imbalan yang menggiurkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda