Tanah dan Gedung Koperasi mau dijual. Ft. BeweAdd caption |
Koperasi Serba Usaha Tunas Baru (KSU-TB)
berdiri 1982. Akumulasi modal dengan anggota 181 orang, hampir mencapai 500
juta rupiah. Salah kelola kemudian bangkrut. Pemerintah, dalam hal ini
Perindagkop seperti menutup mata. Membina tidak, mencabut badah hukum juga
enggan. Kabar terakhir, aset berupa gedung tana, juga mubelair
termasuk badan hukum akan dijual.
KSU-TB berbadan hukum 1749/BH/XI 30-08-1994,
dirintis tahun 1982. Berdasar penuturan Mujiyono, Dukuh Sendowo
Lor, Desa Kedung Keris, Kecamatan Nglipar, embrionya adalah Credit Union (CU).
Anggotanya adalah warga binaan PKAK.
Noto (60) salah satu anggota, saat KSU-TB dipegang oleh Mujiyono (Dukuh)
berjalan baik. ”Tetapi setelah berpindah tangan ke Pak Mustari,” demikian Noto
mengatakan, “KSU-TB menjadi madek. Dana anggota yang sudah terkumpul empat
ratus juta hilang.”
Ditemui di rumahnya 20/1/2014, di
Sendowo Lor, Mujiyono yang mengaku sebagai salah satu pendiri KSU-TB
membenarkan, “Betul, saat KSU-TB saya pegang, tidak ada masalah. Kalau toh ada
kredit macet, itu wajar. Tetapi masih bisa diatasi. Setelah pengurus berganti
ke Pak Mustari, kondisi berubah morat-marit.”
Lebih jauh Mujiyono menambahkan,
Pak Mustari itu karakternya, duduk di belakang (sebagai anggota) ‘nyrimpeti’
disuruh memimpin di depan, tidak bisa. “Padahal,” kata Mujiyono, “KSU-TB
telah memiliki tanah dan gedung hasil kerja keras anggota.”
KSU-TB, saat dipegang Mujiyono
tahun 1989 hinggaa 1991, sisa hasil usaha (SHU) sempat melampaui target, melejit
hingga 200%. Jatuh ke tangan Mustari, kondisi tidak semakin baik, tetapi
sebaliknya. Selepas rapat
anggota tahunan (RAT) terakhir 21/4/2009, KSU-TB
mandek total.
Ditemui terpisah, Mustari (60) Ketua Pengurus KSU-TB
membatah, “Yang menyebabkan KSU-TB ini rusak bukan saya. Justru Pak Dukuh Mujiyono itu yang sebenarnya
menjadi biang. Begini, Pak Mujiyono sebagai menejer, selalu mengambil
kebijakan, tanpa sepengetahuan kami selaku pengurus. Soal keuangan kami pengurus
tidak pernah tahu. Pengurus mendapat jatah jasa setiap
akhir tahun, oleh karyawan tidak diberikan, tetapi langsung dimaksukkan dalam
tabungan. Apa ini bener?”
Stimulan Pemberdayaan Usaha Kecil (PUK) dana APBN
yang sumbernya berasal dari Lembaga
Pengelola Dana Bergulir (LPDB) tahun 2000 senilai Rp 45 juta,
menurut Mustari digunakan untuk membeli tanah dan membangun gedung, juga tanpa
rembugan dengan pengurus. “Menejer dan karyawan, memutuskan kebijakan sekaligus
melaksanakannya. Ini kan tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).”
Terkait dengan dana stimulan Rp 45.000.000,00
dari LPDB, Mustari mempertanyakan, “Kalau itu stimulan mengapa KSU-TB harus
mengembalikan? Dalam catatan saya KSU-TB telah mengansur sebanyak 18 kali, per
angsuran nilainya Rp 1.800.000,00. Hutang kami ke LPDB, kalau itu dianggap
hutang, hampir lunas.”
Dalam waktu dekat, Mustari merencankan,
aset KSU-TB serta badan hukum akan dijual, untuk keperluan melunasi tanggungan
hutang pihak ketiga sekaligus mengembalikan modal anggota.
Kepala Bidang (Kabid) Koperasi, Madyarina Mulyaningsih,
SH saat diklarifikasi berkaitan dengan
kolepnya KSU-TB, melimpahkan kepada Suryata Stp, selaku Seksi Bina Usaha dan Kemitraan, Menurut Suryata, pihak Perindagkop selalu melakukan pembinaan, teruatama
menjelang RAT.
Menyinggung
masalah dana PUK Rp 45.000.000,00 pihak Perindagkop tidak pernah menarik
kembali. Angsuran yang ditarik oleh LPDB langsung disetor ke Bank yang ditunjuk.
“KSU-TB setor melaui rekening, mana mungkin Perindagkop menyelewengkan uang,”
tangkis Suryata.
Masalah aset
mau dijual, itu hak anggota. RAT terakhir, terekam aset KSU-TB Rp
174.598.038,00. Sementara omzet mencapai Rp 436.496.095,00 “Tetapi kalau badan
hukum mau dijual, itu jelas tidak mungkin bisa,” pungkas Suryata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda