CSKG sedang latihan. foto bewe |
Melihat
group campur sari melakukan spel atau latihan, tidak ada yang istimewa, tetapi
nonton latihannya Campur Sari Kecubung Gadung (CSKG) sangat berbeda. Komunikasi
antara penabuh, penyanyi, pelatih, pendiri dan pengamat demikian longgar. Ide
pemberian nama samaran untuk owner atau pemilik CSKG pun muncul secara spontan.
Tigapuluh
tahun lebih, sejak 1985 irama campur sari
yang dibidani empu musik Sumanto alias Manthous berkembang pesat sampai ke manca negara. Anton
Issoedibyo seorang dokter penganut musik pop, mengatakan, tanpa campur
sari, grup musik kita tidak bakal diminati di negeri
TKW, Hongkong. Campur sari menjadi trademark, musik
Indonesia.
Mayor
Sunaryanto, sepeninggal Manthous sang begawan campur sari, terusik melestarikan
karakteristik CSGK.
Irama klasik mat-matan dengan sentuhan aransemen tertentu, menjadi warna CSKG
yang didirikan beberapa tahun lalu.
“Saya
tidak pobi, tidak benci terhadap campur sari cengkok improvisasi yang
berkembang di luaran sana. Melestarikan karakter Mas Manthos, seperti kewajiban
atau keterpanggilan saya selaku penikmat sekaligus penggemar seni budaya,
khususnya musik,” ujar Mayor Sunaryanto, di rumahnya, kepada para pelaku CSKG,
Rabu malam 13/10/2014
Mayor Sunaryanto. foto bewe |
Itu sebabnya,
tutur Sunaryanto, CSKG mengundang Cak Diqin, aktor seligus primadona Campur
Sari Sangga Buana (CSSB) untuk melatih dan memberi bimbingan teknis. Tujuannya,
guna makin memantabkan posisi campur sari klasik di Bumi Handayani.
“Latihan tidak
harus terbatas dua tiga kali empat kali. Kalau 10 kali belum matab, bisa 20
kali dan seterusnya,” Tandas tokoh pendiri reog Satrio pinandito ini.
Diminta
komentar, pada gelar latihan untuk yang keduakalinya ini Cak Diqin mengatakan,
bahwa pelaku CSKG cukup bagus.
“Itu akan cepat
mendekati sempurna, karena semua peralatan musik tidak perlu dipikir. Tidak perlu urunan. Sudah
disediakan Pak Sunaryanto. Berbeda jauh dengan ketika saya bersama Pak Wasimin
babat-babat CSSB,” kata Cak Diqin.
Cak Diqin. foto bewe |
Bahkan, menurut
Cak Diqin, teman-teman CSKG sangat beruntung, karena telah disiapi gedung, yang
rencananya untuk latihan permanen sekaligus studio rekaman.
Latihan malam
itu disaksikan pengamat musik Wahyu Noorvia Basundoro (Ovi) dari Bambang Lipuro,
Bantul. Dimita komentar, dia menyebut CSKG ada sedikit kekurangan. CSKG butuh
trademark unik.
“Kalau CSGK
labelnya kan Manthous, itu sangat khas. Untuk
CSKG, maaf, jangan Sunaryanto. Nama asli Pak Sunaryanto perlu diolah atau
disamarkan. Nama samaran, dalam bahasa Jawa disebut sesinglon, tjuannya supaya memancing keingintahuan pubik. Ini penting”
usulnya serius.
ovi. dok pribadi |
Didesak soal
nama samaran pendiri yang identik dengan Sunaryanto CSKG, Ovi mengatakan, yang meng-Indonesia
tetapi juga yang nJawani.
“Ini sekedar
contoh: Setanggi Timur. Samaran tersebut cocok untuk Pak Sunaryanto,
karena usianya masih timur / muda. Setanggi, maknanya dupa, itu simbol doa atau budaya. Diterjemahkan
secara bebas, Sunaryanto dalam usia muda mulai
gemar melestarikan budaya,” paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda