Jumat, 14 Oktober 2016

CSKG, ‘Setanggi Timur’ Dari Kedungkeris


CSKG sedang latihan. foto bewe

Melihat group campur sari melakukan spel atau latihan, tidak ada yang istimewa, tetapi nonton latihannya Campur Sari Kecubung Gadung (CSKG) sangat berbeda. Komunikasi antara penabuh, penyanyi, pelatih, pendiri dan pengamat demikian longgar. Ide pemberian nama samaran untuk owner atau pemilik CSKG pun muncul secara spontan.

Tigapuluh  tahun lebih, sejak 1985  irama campur sari yang dibidani empu musik Sumanto  alias Manthous  berkembang pesat sampai ke manca negara. Anton Issoedibyo seorang dokter penganut musik pop, mengatakan, tanpa campur sari, grup musik kita tidak bakal diminati di negeri TKW, Hongkong. Campur sari menjadi trademark, musik Indonesia.

Mayor Sunaryanto, sepeninggal Manthous sang begawan campur sari, terusik melestarikan karakteristik  CSGK. Irama klasik mat-matan dengan sentuhan aransemen tertentu, menjadi warna CSKG yang didirikan beberapa tahun lalu.

“Saya tidak pobi, tidak benci terhadap campur sari cengkok improvisasi yang berkembang di luaran sana. Melestarikan karakter Mas Manthos, seperti kewajiban atau keterpanggilan saya selaku penikmat sekaligus penggemar seni budaya, khususnya musik,” ujar Mayor Sunaryanto, di rumahnya, kepada para pelaku CSKG, Rabu malam 13/10/2014
Mayor Sunaryanto. foto bewe
Itu sebabnya, tutur Sunaryanto, CSKG mengundang Cak Diqin, aktor seligus primadona Campur Sari Sangga Buana (CSSB) untuk melatih dan memberi bimbingan teknis. Tujuannya, guna makin memantabkan posisi campur sari klasik di Bumi Handayani.

“Latihan tidak harus terbatas dua tiga kali empat kali. Kalau 10 kali belum matab, bisa 20 kali dan seterusnya,” Tandas tokoh pendiri reog Satrio pinandito ini.

Diminta komentar, pada gelar latihan untuk yang keduakalinya ini Cak Diqin mengatakan, bahwa pelaku CSKG cukup bagus.

“Itu akan cepat mendekati sempurna, karena semua peralatan musik  tidak perlu dipikir. Tidak perlu urunan. Sudah disediakan Pak Sunaryanto. Berbeda jauh dengan ketika saya bersama Pak Wasimin babat-babat CSSB,” kata Cak Diqin.
Cak Diqin. foto bewe
Bahkan, menurut Cak Diqin, teman-teman CSKG sangat beruntung, karena telah disiapi gedung, yang rencananya untuk latihan permanen sekaligus studio rekaman.

Latihan malam itu disaksikan pengamat musik Wahyu Noorvia Basundoro (Ovi) dari Bambang Lipuro, Bantul. Dimita komentar, dia menyebut CSKG ada sedikit kekurangan. CSKG butuh trademark unik.

“Kalau CSGK labelnya kan Manthous, itu sangat khas. Untuk  CSKG, maaf, jangan Sunaryanto. Nama asli Pak Sunaryanto perlu diolah atau disamarkan. Nama samaran, dalam bahasa Jawa disebut sesinglon,  tjuannya supaya memancing keingintahuan pubik. Ini penting” usulnya serius.
ovi. dok pribadi
Didesak soal nama samaran pendiri yang identik dengan Sunaryanto CSKG, Ovi mengatakan, yang meng-Indonesia tetapi juga yang nJawani.

“Ini sekedar contoh: Setanggi Timur. Samaran tersebut cocok untuk Pak Sunaryanto, karena usianya masih timur / muda. Setanggi, maknanya dupa,  itu simbol doa atau budaya. Diterjemahkan secara bebas, Sunaryanto dalam usia muda  mulai gemar melestarikan budaya,” paparnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...