Senin, 17 Oktober 2016

Hujan Ngelantur, Bukan Ilmu Titen, Bukan Siklus Lima Tahunan


Ki Sangga Langit, foto Bewe

Hujan turun sepanjang tahun biasa terjadi di zona yang dilewati garis katulistiwa seperti Kalimatan. Pulau Jawa dan Bali, diguyur hujan paling banter 4, 5 atau 6 bulan. Kenyataan, tahun 2016 pakar klimatologi bilang terjadi Jawa Bali terjadi kemarau basah. Tahun 2017 ada kemungkinan hujan juga bakal suntuk. Mengapa hujan di Pulau Jawa dan Bali menjadi seperti di Kalimantan, berdasarkan perhitungan kejawen, ada cerita cukup menarik untuk disimak.

“Saya tidak anti ilmu moderen seperti yang digunakan para pakar iklim dan BMKG. Pujangga Jawa, jauh sebelum republik ini berdiri telah mempunyai hitung-hitungan, terkait dengan banyak sedikitnya curah hujan dalam  waktu setahun. Hujan ngelantur yang mereka sebut kemarau basah, bukan berdasarkan ilmu titen, bukan pula siklus lima tahunan,” ujar Ki Sangga Langit, yang nama aslinya Hartono, mantan Kades   Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Senin 17/10/2016.

Merujuk ilmu yang dihimpun Kandjeng Pangeran Haryo Tjakraningrat, Ki Sangga Langit mengatakan, banyak sedikitnya curah hujan berkaitan dengan hari jatuhnya tanggal 1 Suro atau  Muharam.

Secara detail Ki Sangga Langit bertutur, Pujangga Jawa membagi  7 (tujuh) nama tahun dimulai dari Ahad sampai Sabtu.

Pertama, tanggal 1 Suro jauh hari Ahad disebut Dete Kenaba, artinya Tahun Kelabang, cirinya hujan sangat jarang, dedaunan kering rontog.

Kedua, tanggal 1 Suro jatuh hari Senin dinamai Somo Warjito artinya Tahun Cacing, terlalu murah hujan, tanah becek, tanaman polowijo gagal panen.

Ketiga, tanggal 1 Suro jatuh hari Selasa disebut Anggoro Rekoto artinya Tahun Kepiting, kategori murah hujan, tetapi tananam cukup baik.

Keempat, tanggal 1 Suro jatuh hari Rabu, Buda Mahesobo sebutannya Tahun Kerbau, hujan terlalu banyak, pertumbuan tanaman tidak bagus.

Kelima, tanggal 1 Suro jatuh hari Kamis, itu Respati Mintuno dinamakan Tahun Ikan), curah hujan sedang, tanaman berhasil.

Keenam, tanggal 1 Suro jatuh hari Jumat, Sukro Mangkoro alias Tahun Udang, murah hujan, tanaman sedang.

Ketujuh, tanggal 1 Suro jatuh hari Sabtu, Tumpak Menda dinamai Tahun Kambing, hujan terlampau jarang, tanaman gagal. 

“Menengok tahun lalu, tanggal 1 Suro jatuh hari Rabu 14 Oktober 2015, Tahun Kerbau. Seperti  kita ketahui bersama, hujan ngelantur hingga Senin 10 Oktober 2016, Tahun Cacing. Ke depan, ada kemungkinan, hujan suntuk sampai Jumat 7 Oktober 2017, sampai ketemu Tahun Udang” ujar Ki Sangga Langit.     

Sebagian besar warga yang berpendidikan Barat mengatakan hitungan Kejawen merupakan ilmu titen. Menurut Ki Sangga Langit itu salah besar. Kejawen bukan ilmu titen.  

“Mereka, pada dasarnya malas mempelajari, padahal bukunya jelas ada. Mosok hari peringatan orang mati disebut ilmu titen,” sebut Ki Sangga Langit menunjuk contoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...