RM Kukuh saat Kuras Genthong |
Raden Mas Kukuh Hertriasning, dari Keraton Yogyakarta menyatakan hal di atas usai melakukan Kirab pusaka dan kuras gentong, di Desa Pengkol, Nglipar, Gunungkidul, Rabu malam (18/8/20).
"Tanggal 1 Sura tiba dina Kemis, diartikan sebagai Respati Mintuna, tegese mimi, udane sarwo sedeng," terang RM Kukuh.
Sayangnya, kata dia, generasi muda Jawa tidak banyak tahu tentang hal itu.
Budaya Jawa, lanjut Kukuh, mengenal konsep Tahun Sirah 4 (1954). Ini dimaknai sebagai Windu Murka rupa wabru, gajah lanang nganggo siung lan cakar panjenengane ratu (pemimpin) kereng kan sethithik adile.
Candrane tahun sirah papat (1954) jong layar sumengkeng wukir. Penjabarannya, catur segara, palwa remuk kelem ing toya. Yen ana ratu jumeneng ing tahun sirah papat, panjenengane ratu ora yuwana.
"Itu makna yang dikaitkan dengan dunia politik. Lagi-lagi penerjemahan seperti itu telah ditinggalkan banyak orang," tegasnya.
Ihwal tahun, berdasar perhitungan Jawa sinkritisme, mencakup delapan putaran antara lain Tahun Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir.
Penanggalan 2020, kata RM Kukuh, merupakan tahun Wawu. Dalam peringatan 1 Sura ada beberapa ide yang hilang.
Dalam kesempatan Kirab Pusaka dan Kuras Genthong, Prof. Dr. Sutrisno menyatakan, kebudayaan itu terdiri dari tiga elemen.
Prof. Sutrisna |
Dia menjelaskan, Tumbak Korowelang, Song-Song Tunggul Naga, Cemethi Pamuk dan Genthong adalah artefak. Kirab merupakan aktifitas, dan ucapan syukur yang ditandai dengan tahlil adalah ide.
(Bambang Wahyu Widayadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda