Mayor Sunaryanto |
Sekitar tahun 1950, di di Jepara ada tokoh Nugroho
Notosusanto. Dia adalah angota TNI aktif yang memiliki perhatian pada dunia
sastra. Di samping karya esay, cerita pendeknya berjudul Hujan Kepagian termuat
dalam bunga rampai Angkatan 66, karya kritikus kenamaan HB Jasin.
“Di Gununkidul muncul nama Sunaryanto. Dia juga anggota
TNI aktif, yang selama ini bertugas di Jakarta. Dia bukan sastrawan, atau
penulis esay seperti Nugroho Notosusanto, tetapi memiliki perhatian terhadap
seni panggung,” ujar pengamat kebudayaan Wahyu Maretha Dwiantari, Minggu
8/1/2017.
Dari hasil ngobrol ringan denan Sunaryanto, di
kediamannya Rt 04 Rw 01, Kwarasan Wetan, Kedungkeris, Nglipar, tentara berpangkat mayor ini beberapa tahun ke depan,
paling cepat 2021 berencana pulang kampung. Dia kepengin melanjutkan dinas
ketentaraan di tanah kelahiran, sambil menikmati kedamaian Bumi Handayani.
Menurut catatan Maretha, mulai 2010, sejak masih berpangkat Kapten, Sunaryanto
aktif menyisir, seraya menikmati dan membina sejumlah grup kesenian di wilayah
kecamatan Ngilpar.
Reog Kolaborasi Satrio Pinandito adalah grup kesenian
pertama yang lahir dari kreasi dan imajinasinya. Orkes Melayu yang manggung di
lapangan Kesatrian Wonosari menampilan bintang tamu Rita Sugiyarto tahun 2015
merupakan bagian dari perhatiannya terhadap dunia musik.
Karya berikutnya Campur Sari Kecubung Gadung (CSKG). Grup ini tampil
memeriahkan malam tahun baru 2017. Mayor Sunaryanto, kata Maretha, tidak puas
berhenti di situ.
Orkestra Kroncong Bunga Nirwana, dari Desa Bale Harjo,
Kecamatan Wonosari, grup gemblengan Mayor
Sunaryanto untuk yang kesekian kalinya, dijadwalkan gelar panggung di Gedung
Serba Guna Siyono Harjo, 28/1/2017 mendatang.
“Saya tidak punya latarbelakang pendidikan seni,
tetapi saya pengagum sekaligus penikmat seni,” sahut Mayor Sunaryanto, mencoba
menjelaskan mengapa dia banyak berkiprah di aneka grup seni di Gununkidul.
Menurut pengamatannya, Bumi Handayani merupakan cagar
seni. Terlalu sayang bila dilewatkan dan dibiarkan tak tergarap dengan serius.
Untuk keperluan olah seni sekaligus diskusi, Sunaryanto membuat semacam sangar.
“Saya telah siapkan tempat khusus. Saya beri mama Sasono
Krido Wening, di kompleks studio rekaman. Insya Allah bulan Februari
bisa dimanfaatkan,” tandas Sunaryanto.