Sebagai manusia, Seorang
Pejabat acap kali berbuat khilaf, bahkan super khilaf. Anda bisa membayangkan,
dia menuduh, bahwa alam ( sebut saja air) belakangan ini berperilaku
menyimpang. Pejabat yang saya maksud, tidak pernah memiliki kesadaran, bahwa alam
itu selalu berlaku lurus, tidak pernah salah, tidak pernah menyimpang. Alam
bergerak bardasarkan hukum keseimbangan.
Ingat Mpu atau ahli pembuat
keris? Pakar yang satu ini membuat pusaka dengan bahan dasar ‘biji besi murni’
yang disediakan oleh alam. Mpu tidak menambang, tidak membongkar alam,
melainkan mengumpulkan biji besi yang
bertebaran di pinggir sungai atau laut.
Orang Jawa bilang ‘wedhi
malelo’, pasir hitam gemerlap. Mpu memisahkannya dengan hati-hati, yang hitam
legam dia pungut, yang kemerlip bercahaya dia tinggalkan.
Para Mpu pantang menambang bukan
karena alasan teknologi, melainkan
karena hal tersebut dianggab merusak alam. Sangat berbeda dengan yang dipirkan seorang
pengusaha.
Ada peluang bisnis bahan
baku cat dan kosmetik, dia gempur habis-habisan itu bukit karst. Kegiatannya
dilegalkan dengan Undang-Undang, Peraturan Mentri, Perda, Peraturan Gubernur,
dan peratutan Bupati.
Menambang bukit karst dipayungi
hukum sedemikian rinci: bukit A boleh, bukit B tidak dengan embel-embel
pengusaha harus melakukan reklamasi terhadap bukit yang usai ditambang, dengan sejumlah tanaman terntentu.
Ini paralel dengan pembabatan
hutan di luar Jawa semasa rezim Orde Baru. Indonesia sebagai paru-paru dunia
tidak pulih meski ada kebijakan hutan tanaman industri (HTI).
Penambangan berhasil, Penebangan
hutan sukses, tetapi reklamasi gagal total. Tahun 2016 ada gejala, Agustus kudune
ora ono udan, malah ngrejih ngeyiyis adheme ora kiro-kiro.
Pejabat yang kebetulan
bekerja di BMKG kemudian bilang, bahwa alam saat ini menyimpang, cuaca ekstrem,
di luar kebiasaan.
Lho....Pejabatku ki piye to? Dia tidak pernah bisa berfikir
sederhana, bahwa TAHUN 2014, SBY pernah cincing di dalam istana negara,
lantaran gorong-gorong yang ada di depannya tersumbat gulungan kulit kabel. Air
pun memiliki logika sendiri.
“Kalau enggak boleh lewat gorong-gorong, ya
saya harus mlumpat melalui emperan istana negara, mohon maaf Pak SBY,” demikian
air berceloteh.
Apakah Anda akan ikut-ikutan
protes, atau setidaknya mengamini bahwa perilaku air itu menyimpang? Ha ha ha
kluthik....... sing nyimpang ki jan-jane sopo? (Bambang Wahyu Widayadi).