WONOSARI, - Media sosial,
apapun bentuk dan jenisnya, dirakit untuk mempermudah komunikasi. Medsos lahir
tidak bertentangan dengan takdir. Sementara sebagian besar manusia tidak
memahami secara baik hubungan medsos dengan firman Allah Swt.
"Wahai manusia! Sungguh,
Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti," Al-Hujarat
ayat 13.
Faktual, pemanfaatan medsos,
terutama pada masa menjelang pesta demokrasi, dimanfaatkan untuk perang tagar
(tanda pagar: #). Ini menyimpang dari esensi Al-Hujarat 13.
Di langit perang tagar, di
bumi persekusi. Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, Persekusi berasal dari bahasa Inggris: persecution. Maknanya adalah perlakuan buruk atau
penganiyaan secara sistematis oleh individu atau kelompok, terhadap individu atau kelompok lain, karena suku, agama,
atau pandangan politik.
Al Quran menunjukkan, perlakuan buruk
itu pun tidak lepas dari firman Allah Swt.
“Katakanlah (Muhammad), Dialah yang
berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia
mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan
merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah,
bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan Kami) agar
mereka memahami(nya),” Al-An am, Ayat
65.
Mencermati kalimat: Dia (Allah) mencampurkan kamu dalam
golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu
keganasan sebagian yang lain, benar-benar terjadi pada #Jokowiduaperiode dan #2019gantipresiden.
Dalam Pasal 29 Ayat 1 ditegaskan, Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Perang tagar menjelang pemilu 17 April
2019, yang kemudian melahirkan persekusi, perlu dipahami dari roh bernegara dan
berbangsa.
Seluruh warga negara Inonesia harus
kembali kepada Ketuhanan Yang Maha Esa yang harus diprakekkan oleh para pemeluk
: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Kong Hucu, serta aliran kepercayaan.
Perang tagar tidak dilarang, tetapi harus dilakukan sesuai kaidah 6 agama, 1
aliran kepercayaan, bukan malah diperparah dengan perang mulut di layar kaca.
Tidak sepenuhnya demokrasi barat
melahirkan kebebasan yang nyaman. Bangsa Indonesia memiliki kesanggupan meredam
ekses negatif demokrasi barat. Itu harus diimplemntasikan dalam pesta demokrasi
17 April 2019.
Bambang Wahyu Widayadi