Merunut ramlan Janko Jayo Bayo, Indonesia dipimpin
oleh: (1). Satrio Kinunjoro, (2).Satrio Mukti Wibowo, (3). Satrio Jinumput, (4).
Satrio Pinilih, (5). Satrio Piningit, (6). Satrio Lelono, (7).Satrio Boyong,
dan (8). Satrio Pinandito. Terhadap ramalan seperti itu, orang boleh berdebat,
boleh juga tidak percaya.
Tetapi di celah hiruk pikuk calon presiden 2014, kemauan
rakyat, ternyata sangatlah sederhana. Ke
depan, Indonesia butuh presiden, yang lahir batin mencintai rakyat. Ini ‘pilihan
budaya’ harga mati. Saking sederhananya,
sejumlah tokoh yang kini gencar pamer wajah di layar kaca, perlu segera ‘mulat
sariro hangroso wani’.
Megawati, Prabowo, Wiranto, Aburizal, Surya Paloh,
Hata Rajasa, Jusup Kalla, Yusril, atau siapapun yang maju pada Pilpres 2014, di
samping berlomba unjuk wajah, mereka harus pula memahami sekaligus mampu mengaktualisasikan
‘pesan purba’: wiwit jabang bayi umur
sapto condro mapan ing guwo garbane si biyung, mring Sang Hyang Widhi Wasa pinaringan ‘dzat sifat asmo apengal’.
Para calon presiden (pemimpin) 2014 masing-masing dikaruniai
DZAT utowo urip. Artinya: uriping satriyo tomo (pemimpin) ora mligi kanggo
pribadi lan golongan, nanging bisoa murakabi tumrap wong akeh, nuso, bongso
munggahing agomo.
Para capres itu juga diberi SIFAT. Artinya: yen bayi
lanang pinaringan wewujudan bagus, nanging yen wadon wewujudane ayu. Maknanya: satriyo tomo kinanthen rupo bagus lahir, ugo
bagus batin. Sak kabehing tindak, tanduk, laku, celathu, bakal tinulad, tinurut poro kawulo.
Begitu lahir, mereka dikaruniai ASMO utowo jeneng. Macan mati ninggal lulang, gajah mati
ninggal gading. Satriyo mati kudu ninggal jeneng ingkang nggondo amrik arum.
Wangining jeneng, mujudake perlambang tumrap sepiro gedhening lelabetaniro
tumrap negoro. Paringo teken wong kang kalunyon, paringo obor kawulo kang
kepetengen.
Yang terakhir: APENGAL, maksudnya wohing pakaryan. Naliko labuh labet tumrap negoro, satriyo tomo ora
keno ngarep-arep kekucah. Perkoro kang siji ini sumendeo ono astaning Pangeran.
Sebab nambut karti sikil dinggo sirah, sirah dinggo sikil, yen durung
kinersakake, koyodene tanngan tengen entuk loro, tangan kiwo ngguwang papat.
Tangan tengen entuk telu, tangan kiwo ngguwang wolu. Kosok baline, naliko
Pangeran wus kerso nyaketke rejeki, prasasat suket godong dadi rowang.
Pesan budaya di atas mengerucut dalam bahasa CINTA,
bahwa hidup dan mati hanyalah untuk Allah melalui aktualisasi baito
amot segoro. Memimpin Indonesia dengan CINTA, koalisi
politik, tidak akan membuahkan paradok melukai
dan terlukai, sebagaimana diungkap
Anas Urbaningrum.
Presidenku pada 2014 berciri SATRIYO BOYONG. Impian
rakyat, dia berasal dari orang kebanyakan alias satrio pidak pejarakan. Bung Karno menyebutnya MARHAEN. Sosok inilah yang bisa mengerti, memahami keluh
kesah kawulo alit. Dia tidak akan membedakan si sumbing, si grumpung, si
miskin, si kaya, si ompog, si peot, si cantik, si ganteng. Semua dia rengkul
dengan semangat kebersamaan.
Saya berharap. Presidenku 2014 memimpin negri tercinta
dengan bahasa gotong royong. Ini budaya kuno yang bakal mengikis tuntas imperialisme
dan kolonialisme baru. Dia akan menggerakkan rakyatnya dengan etos rawe-rawe
rantas malang-malang putung. Presidenku tidak akan hidup di menara gading. Dia akan
tidur, madi, juga makan bersama rakyat. Presidenku adalah presiden yang kandang langit kemul mego. Tanpa sekat,
dia hidup bersama rakyat.
Ibu Megawati, Pak
Prabowo, Pak Wiranto, Pak Aburizal, Pak Surya Paloh, Pak Hata Rajasa, Pak Jusuf
Kalla, juga Pak Yusril, cobalah merenung, mampukah Anda memimpin Indonesia
dengan bahasa CINTA. Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda