Tahun
2011, Jumlah rumah tangga miskin (RTM) versi Badan Pusat Statistik (BPS), di
Kabupaten Gunungkidul, DIY, tercatat 23,03%. Angka kemiskinan naik 1% dari tahun 2010, yang
konon hanya bergerak di angka 22,5%. Ini problem berat yang menyebab kalangan pejabat
Gunungidul tidak nyaman tidur. Mengacu pemegang Kartu
Perlindungan Sosial (KPS), akhir tahun 2013, Gunungkidul masih memiliki 79.943 KK penerima BLSM. Lalu,
orang miskin (kemiskinan) itu bisa dihilangkan tidak sih...?
Ada
upaya membuat kerangka acuan (baca: rancangan peraturan daerah (raperda)
tentang penanggulangan kemiskinan). Saat ini rancangan tersebut sedang dikonsep
oleh Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan Daerah (TKPKD), di bawah kendali Himawan Wahyudi selaku wakil Bupati
Gunungkidul. Lahirnya perda tentang penanggulangan kemiskinan merupakan salah
satu pintu masuk untuk menurunkan angka kemiskinan di Gunungkidul.
“Tingginya angka kemiskinan di Gunungkidul, membutuhkan
keseriusan penanganan” kata Kepala Bappeda Ir. Syarief Armunanto, di rauang
kerjanya Jum’at, 27/12/2013. Sebenarnya, menurut Armunanto, sudah banyak program dan kegiatan yang telah
banyak dikerjakan dalam upaya mengatasi persoalan kemiskinan baik yang
bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN bahkan pihak ketiga. Akan
tetapi persoalan kemiskinan belum juga mampu diatasi dan kesejahteraan
masyarakat juga belum bisa ditingkatkan.
Berarti ada sesuatu yang eror. Lantas? “Cara pandang terhadap
kemiskinan saat ini telah bergeser dari persoalan sebab-akibat kemiskinan, ke
inisiatif pemanfaatan potensi dan pembangunan berkelanjutan. Artinya upaya
pemberdayaan berbasis potensi/aset lokal akan menjadi skema penanggulangan
kemiskinan yang perlu didorong melalui pembentukan suatu regulasi di daerah”
jelas Armunanto.
Draf raperda tentang penanggulangan kemiskinan yang digagas
Bappeda Gunungkidul sesungguhnya masih berkutat soal kerangka terori. Sisi
praktisnya dalam bentuk apa, inilah yang masih belum dipecahkan oleh Pemkab
Gunungkidul. Probabilitasnya, meski ada perda kemudian diikuti perbub yang
mengatur penaggulangan kemiskinan, turunya presentase angka kemiskinan di Gunungkidul
tidak akan signifikan.
Muncul pertanyaan sederhana: kemiskinan itu bisa dihilangkan
gak sih? Pemkab Gunungkidul tidak pernah mengoptimalkan ‘mesin penghancur’
kemiskinan yang sesungguhnya telah lama dikuasi. Mesin tersebut adalah SDM di
jajaran birokrasi yang ada di level Desa.
Secara administratif, Kabupaten Gunungkidul terdiri
atas: 18 keamatan, 144 desa, 1.431
dusun, 1.521 RW, dan 6.832 RT. Sarang kemiskinan itu ada di tingkat Rukun
Tetangga (RT). Jika jumlah penerima BLSM 79.943 itu identik dengan jumlah KK miskin,
maka setiap RT rata-rata memiliki plus minus 12 KK miskin.
Setiap RT sebut saja terdiri dari 40 KK. Logiknya, 28 KK yang
tidak terkategori KK miskin, ada potensi, dalam arti secara ‘swadiri’ bisa
mengentaskan 12 KK miskin. Filospfi gotong royong ini sedianya yang hendak saya
mintakan konfirmasi ke Wakil Bupati Gunungkidul Himawan Wahyudi. Karena alasan
kesibukan menyusun laporan akhir tahun, melalui ajudan, Himawan mengelak untuk saya
temui.
Gantinya, saya berhasil menodong Ketua DPRD II Gunungkidul,
Drs. Budi Utomo. Melalui percakapan telepon, dia mengatakan bahwa kemiskinan
itu sulit untuk dihilangkan selama budaya dan mentalitet masyarakat tidak
berubah.
Pengertian kemiskinan menurut Budi Utomo mengacu pada sudut
pandang. Kata Budi Utomo, “Selama ‘orang kaya’ tidak mau memberi, sekaya apa
pun, dia terkategori orang miskin. Sebaliknya, orang tidak memiliki harta,
tetapi dia iklas membantu orang lain, dia tegolong orang kaya”. Berapa jumlah
orang Gunungkidul yang ‘suka memberi’?“ Ini pertanyaan terkait dengan
kebudayaan. Barulah kemiskinan akan hilang dari bumi Gunun gkidul,” kata Budi
Utomo sembari menutup telepon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda