Minggu, 01 Agustus 2021

JOKOWI SEDANG BERDOA, TIDAK USAH DIGANGGU


Politisi PDIP Effendi Simbolon mengkritik bahwa langkah penanganan pandemi Covid-19 telah salah jalan. Menurutnya sejak awal Pemerintah harusnya berada di jalur lockdown.  Jokowi menolak. Dia memilih PSBB, kemudian PPKM yang ongkosnya sebesar Rp 1000 triliun. Ini sebuah doa, seyogyanya tidak diganggu.


Di mata Effendi Simbolon hasilnya nol besar, pandemi tidak kunjung reda walau penanganannya hingga akhir 31 Juli 2021 sudah 17 bulan dengan anggaran Rp 1000 trilyun.  


Berikutnya disusul pernyataan pakar epidemiologi Pandu Riono bahwa Indonesia berada dinilai berada pada jalur jebakan pandemi Covid-19.


Jokowi selaku penanggungjawab negara tidak tinggal diam. Dia beralasan, tidak melakukan lockdown karena 270 juta jiwa menjerit.


Dari sudut pandang pemikiran holistik penanganan pandemi sebenarnya sudah masuk ke dalam ranah doa yang komplit.


Sementara doa itu sesungguhnya hanya ada dua macam, satu berupa ucapan, satu yang lain berupa tindakan atau tingkah laku.


Bagus yang mana? Ya semua bagus, orang namanya doa, tentu tidak ada yang jelek. 


Mustajab atau manjur yang mana antara ucapan dan tindakan? Nah kalau ini tergantung kesadaran manusia.


Persoalannya, ucapan dan perilaku itu sama-sama berupa infrastruktur. Kalau disejajarkan dengan mitos bidadari yang sedang bermandi di sebuah sedang yang  kemudian diintip Joko Tarub, ucapan dan tindakan itu adalah pelangi.


Kolaborasi warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, niila, dan ungu (mijiku hi ini) itu meminjam narasi Cak Nun, merupakan tangga menuju ke langit dengan kedua tangan tengadah berharap.


Tangan Jokowi telah menengadah ke langit dengan PSBB dan PPKM. Perkara Effendi Simbolon masih bilang nol alias tidak ada hasil, itu perkara lain.


Sebagai konsekuensi logis dari pesta demokrasi 2019, faktanya Jokowi keluar sebagai pemenang, maka negeri ini de facto de jure adalah tanggung jawab Jokowi.



Pandemi Covid-19 menjadi resiko politik yang harus dipikul Jokowi. 


Doa yang Jokowi lakukan hasilnya sedang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Optimal dikabulkan atau tidak, secara personal yang tahu hanya Jokowi dan Tuhan ke mana Jokowi memohon.


Sebaiknya rakyat tidak perlu menambah masalah dengan merecoki upaya yang sedang dilakukan Jokowi. Biarkan dia berdoa dengan ucapan dan tindakan. 


Ada keraguan besar, dia terlipih yang kedua kalinya tahun 2019, kemudian  ada pandemi namanya Covid-19. Apa angka 19 ini sebuah kebetulan? 


(Bambang Wahyu Widayadi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...