uang hasil gotong royong dimanfaatkan supaya tidak terbuang percuma. foto net |
Lomba desa, sesuai
Permendagri nomor 13 tahun 2007 dilakukan berjenjang. Delapan indikator
dipatok, guna mengetahui tingkat perkembangan dan kemajuan desa. Dari 8 item
yang dinilai, sub-indikator pamerintahan, hanya dijamah kulitnya, tidak dilihat
isinya.
Peraturan berjenjang
itu terlihat jelas pada Permendagri nomor 13 tahun 2007 pada pasal 2 ayat 1 sampai 4.
Di sana dinyatakan secara eksplisit, bahwa perlombaan desa dan kelurahan dilakukan oleh camat, bupati/walikota,
gubernur, serta mentri dalam negri.
Selama 7 bulan berturut-turut
mulai Februari sampai Agustus, desa yang
selalu meraih juara pertama, akan disibukan dengan pekerjaan yang sangat
melelahkan. Imbalannya, secara material tidak akan imbang dengan ongkos yang
dikeluarkan. Tetapi karena lomba desa ini bagian dari implemetasi peraturan
yang berlaku, maka suka tidak suka harus dilaksanakan.
Pada pasal 4 ayat (1) dinyatakan,
perlombaan desa dan kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan
setiap tahun. Karena aturannya begini, maka lomba desa menjadi wajib.
Jenjang pertama, perlombaan desa
dan kelurahan tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret. Meski atruan cukup
jelas, namun untuk Gunungkidul tahapan ini gerakannya nyaris tidak terdengar.
Berikutnya di ayat (3)
dinyatakan, perlombaan desa dan kelurahan tingkat kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) dilaksanakan pada bulan April sampai dengan
bulan Mei. Pelaksanaan tahap ini tampak
membahana, dan Desa Bale Harjo, kecamatan Wonosari keluar sebagai juara dengan
mengantongi nilai 1004 poin.
Perlombaan desa dan kelurahan
tingkat provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilaksanakan pada
bulan Juni. Agus Setiawan Kades Bale Harjo, sebagaimana dilansir
sorotgunungkidul.com bertekad menang di propinsi.
Puncak Perlombaan desa dan
kelurahan tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4 )
dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus. Kalau asumsinya desa Bale Harjo lolos,
maka ongkos untuk lomba akan semakin
membengkak.
Sesuai pasal 9, juara lomba tingkat kecamatan, kabupaten dan propinsi setidaknya
unggul pada 8 item meliputi: pendidikan; kesehatan masyarakat; ekonomi
masyarakat; keamanan dan ketertiban; partisipasi masyarakat; pemerintahan;
lembaga kemasyarakatan; dan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga.
Dari delapan kriteria,
berdasarkan pengalaman juga realita di lapangan, indikator pemerintahan hanya
disentuh kulitnya, tidak menyasar ke substansi.
Di bidang pemerintahan, dewan
juri tidak akan memperoleh gambaran yang komperhensif kalau sekedar membaca
data dinding. Dinamika desa tidak sebatas di data dinding. Salah satu roh
desa ada di pengelolaan keuangan, sementara itu, selama bertahun-tahun
lomba berjalan, hal ini tidak pernah dijamah.
Saya paham, bahwa dewan juri
lomba desa terikat pada Permendagri nomor 13 tahun 2007 pasal 5. Secara
tersirat di sana dinyatakan, bahwa dewan juri hanya membandingkan data desa /
kelurahan dua tahun terakhir.
Tetapi dikaitkan dengan parameter
lomba tingkat nasional, pasal 10 yatat 1 huruf c, elemen pengawasan menjadi
relevan. Secara tersirat di sana dinyatakan bahwa desa yang diikutkan dalam
perlombaan perlu dilihat tingkat kepatuhnnya dalam hal membuat
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan. Ini artinya dewan juri
melakukan penilaian semi pegawasan, karena begitu membuka dukumen kebijakan
keuangan desa misalnya, harus juga membuka dukumen implentasi pembukuaan.
Tendensi penyelenggaraan lomba
desa ternyata tidak hanya untuk
memotivasi, tetapi juga
mengawasi. Sayangnya elemen pengawasan ini tidak dominan. Menjadi tidak
mustahil, desa yang baru saja menerima penghargaan, mendadak heboh menjadi desa
yang jawara dalam hal penggelapan uang negara.