Minggu, 29 Mei 2016

Nilai Tukar Petani Anjlog, 80 Ribu Rumah Tangga Miskin Jadi Korban



Bulan Juli 2016, NTP polowijo mungkin naik, tetapi NTP peternakan bisa anjlok drastis, dan secara agregat NTP pertanian turun. Foto Ton Martono
Badan Pusat Statistik (BPS) DIY merilis, Nilai Tukar Petani (NTP) per Maret 2016 turun. Pemerintah Gunungkidul tidak terlihat mengambil langkah strategis. Diprediksi, triwulan kedua  NTP petani akan tambah merosot. Dimungkinkan 80.243 rumah tangga miskin terpukul telak.

Dalam keterangan resmi yang ditayangkan dalam bentuk file PDF dipaparkan, bahwa NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan / daya beli petani di pedesaan. Penghitungan indikator ini diperoleh dari membandingkan antara Indeks Harga Yang Diterima Petani (IT) dengan Indeks Harga Yang Dibayar Petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase.
Lebih lanjut dijelaskan, NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) antara produk pertanian yang dijual petani dengan barang dan jasa yang dibutuhkan petani dalam berproduksi dan konsumsi rumah tangga.
Dengan membandingkan kedua perkembangan angka IB dan IT, menurut BPS DIY,  dapat diketahui dua hal. Pertama, peningkatan pengeluaran untuk kebutuhan petani dapat dikompensasi dengan pertambahan pendapatan petani dari hasil pertaniannya. Kedua, untuk melihat  kenaikan harga jual produksi pertanian berpengaruh dan tidaknya terhadap  pendapatan petani yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan.
Kesimpulan BPS DIY, semakin tinggi angka NTP, relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani.
Diperoleh tambahan keterangan dari BPS Gunungkidul, bahwa NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
Manakala NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.
Kalau lNTP< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.
Sampai triwulan pertama, Januari, Februari, Maret 2016, hasil survey yang dilakukan BPS DIY menunjukan,  posisi NTP pada angka 102,57%, turun sebesar 1,28% dibanding bulan sebelumnya, 103,90%.
BPS tidak merinci faktor yang mempengarui turunnya NTP yang dimaksud, tetapi angka 102,57% masih dianggap aman.  Akan berbeda dan mungkin mengkhawtirkan ketika memasuki bulan Juni, Juli 2016 triwulan ke 2.
Puasa, lebaran, dan tahun pelajaran baru akan menjadi faktor determinan  yang memicu kenaikan harga bahan pokok, di satu sisi, serta ambruknya harga jual ternak di sisi lain. Klimak merosotnya NTP diprediksi bakal terjadi di bulan Juli.
Publik berharap  NTP tidak berada di bawah angka 100%. Kalau ini sampai terjadi yang paling terpukul adalah 80.243 rumah tangga miskin (RTM).

Berita tentang turunnya NTP yang dirilis BPS DIY diunggah 1 April 2016. Tidak terlihat, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul melakukan langkah persiapan antisipasi. Seluruh SKPD terkait larut dalam prosesi hari jadi ke 185. Ya ampun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...