Dalam usia ke 185, Gunungkidu negeri batu masih banyak janji yang belum terpenuhi. foto Badingah-Badingah |
Jumat Pahing 27 Mei 2016, rasaku seperti menjadi raja
sehari. Setahun kemudian tanggal 27 Mei 2017, jatuh Sabtu Pahing. Nilai hari
dan pasaran sama-sama 9. Aku bermimpi ulang tahun Negeri Batu bakal lebih
meriah dan membahana. Habis anggaran seberapun tak masalah. Duit entek? Tuku, kata
Enthit sahabat Waljinah si Walang Kekek.
Mulai pagi, helikopter dari pasukan kebahagiaan
meraung-raung di langit Wonosari, ibukota Gunungkidul. Satu kompi tentara
payung diterjunkan mereka, mengenakan pakaian kebesaran kejawen lengkap.
Prajurit putri sebelumnya harus berebut solek di salon kecantikan, nggak
masalah.
Apel besar memperingati hari jadi Gunungkidul ke 185,
ditutup dengan karnaval ramai-ramai mubeng kutha. Kringet sak jagung-jagung
melibas tisu, no problem.
Itu semacam sesajen pesta kebahagiaan untuk orang-orang yang setia
berderet di tepi jalan, yang sebelum tak pernah merasa bahagia, kecuali melihat
ribuan priyayi berbaur dengan petani berjalan kaki setahun sekali.
Lelah sih lelah, tetapi tak ada rasa capek. Suka cita,
haru, terpesona, sampai muka merah padam karena terbakar terik matahari, campur
aduk.
Petang hari, ibarat pitik iwen, awan agelar ing pangonan, sore
mlebu ing kandhange dhewe-dhewe. Aku tidak bisa seperti mereka. Ayam
tidur mlangkring, sapi ndhekem sambil nggayemi, aku enggak bisa
pulas.
Pikiranku bergerak
anteng
kitiran, mengingat sedulur ndeso yang jumlahnya paling sedikit 25.000
(duapuluh lima ribu) KK. Rumah mereka
tergambar masih reot. Sementara karib saya Mas Eddy Praptono membisikkan
isyarat, setahun Gunungkidul hanya dijatah merehabilitasi 500 unit. Weleh-weleh,
kalau ajek dicatu segitu, 50 tahun baru kelar.
Problem akut yang lain, luka Goa Pindul semakin menganga.
Rebut Kikis Tunggarana bisa dilerai Bathara Wisnu yang mangejawantah Raja
Dwarawati. Pindul tak kunjung reda karena pemainnya para priyayi gung,
termasuk yang ikut kirab jalan kaki mubeng kutha.
Belum lagi, mikir soal ulah para makelar dan blantik
tanah Sultan Ground di sepanjang pantai selatan yang bentangnya tak
kurang dari 70 km.
Tambah pusing mikir PR kronis, meski dekat air, adanya
air laut, air tawar musti ditebus melalui tangki. PDAM, dengan alasan sangat
teknis, jaringan belum menjangkau permintaan warga Negeri Batu. Wis, bayangin
coba, PR kok sak jagat apa nggak
WL-WL-KWT (wala-wala kuwata)?
Lantas? Ya harus kerja keras, sesuai semboyan Gunungkidul
maju dan mandiri. Bahagia mahargya hari jadi, puncaknya cuma
sehari pada Jumat Pahing 27 Mei 2016. Sabtu Pon, Minggu Wage, Senin Kliwon 31
Mei 2016 harus mikir.
Gunungkidul maju dan mandiri itu harus dipikir dengan
tindakan nyata, dan ukuran eksekusinya harus jelas, tak cukup dengan upacara
menggunting pita dan menumpuk sertifikat penghargaan. Rakyatku, (seumpama aku
ini penguasa) tidak akan terangkat hanya dengan dongkrak sertifikat.
Ya, aku bersumpah, habis bersenang-senang, aku harus
mikir hutang melunasi janji, janji kepada warga Negeri Batu. Kerja belum
selesai. Belum apa-apa, kata Chairil Anwar, penyair angkatan 45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda