Rabu, 23 Juni 2021

KEHEBATAN BUPATI SUNARYANTA, TIDAK SEPERTI YANG SAYA BAYANGKAN

Gunungkidul mengejar  pertumbuhan ekonomi melupakan kemerataan adalah omong kosong.

Pertumbuhan ekonomi adalah identik dengan rejeki massal yang diturunkan dari langit, meskipun hal itu tidak pernah diakui oleh sejumlah  pemimpin dunia yang angkuh dan sombong. Fakta di lapangan menunjukkan, dompet pejabat gemuk, dompet rakyat kurus. Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak serta merta mencerminkan kemerataan.  

Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi itu bisa saja dihalangi, bahkan diberhentikan sama sekali oleh Yang Maha pembagi Rejeki. 

Isyaratnya sangat jelas, "Atau siapakah yang dapat memberimu rejeki jika Dia menahan rejeki-Nya? Bahkan mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri (dari kebenaran," demikian sebuah keputusan yang tertulis dalam Al-Mulk, Ayat 21. 

Tetapi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tetap kukuh  memproyeksikan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,9% pada tahun 2021.

Berdasarkan survei OECD pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali naik menjadi 5,4% pada tahun 2022.

Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria mengatakan, pemulihan ekonomi Indonesia akibat pandemi akan berlangsung secara bertahap dan tergantung pada penanganan di sektor kesehatan.

"Indonesia sedang menghadapi tantangan terberatnya sejak krisis 1997. Dengan reformasi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan energi dan bakat dari populasi mudanya dan membuat ekonomi bergerak maju lagi," kata Sekretaris Jenderal OECD pada OECD Economic Review of Indonesia 2021, Kamis 18-3-2021. 

Proyeksi di atas adalah kesombongan manusia yang luar biasa besar, sementara realitasnya Indonesia jauh dari tanda-tanda ekonomi itu akan membaik.

 Satu setengah tahun negeri yang kaya raya akan sumber daya alam ini diganyang pandemi. Pemimpin bangsa tidak sanggup berbuat banyak, kecuali kebingungan kemudian sibuk membuat regulasi dan berputar-putar tidak jauh dari protokol kesehatan.

Mengapa di masa pandemi seorang pemimpin selalu bingung mengatasi persoalan pertumbuhan ekonomi?  Karena di hati kecilnya biasa mendebat sebuah keputusan, padahal nenganalogi bahasa hukum, keputusan Pemilik Alam  ini adalah inkracht (inkrah).

 "Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," dia berkata, "Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim berkata, "Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat." Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim." dikutip dari Al-Baqarah, Ayat 258.

Mendebat atau menyangkal sebuah keputusan Sang Pemilik alam semesta, terjadi bersamaan  merajalelanya wabah. Ini sesungguhnya tidak menguntungkan.

Turunnya pandemi ke dunia sepatutnya dijadikan  ajang mawas diri, betapa manusia telah banyak berbuat melampaui batas. Pertumbuhan ekonomi  tinggi, tetapi  tidak memenuhi syarat kemerataan. 

Di Indonesia, kesenjangan ekonomi sedemikian nyata. Hanya sedikit orang memiliki uang trilyunan rupiah, dan terlalu banyak warga yang dompetnya kosong melompong.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,5% di tahun 2022 sulit untuk terealisasi, termasuk pertumbuhan ekonomi Gunungkidul. 

Salah satu Indikator pertumbuhan ekonomi terletak pada sumbangan sejumlah sektor terhadap PDRB.

 Di Gunungkidul, berdasarkan laporan yang terdata tahun 2020 sektor pertanian menyumbang PDRB sebesar 24,67%. 

Di bawah kepemimpinan Bupati Sunaryanta, saya tidak yakin sumbangan pertanian terhadap PDRB  kemudian naik menjadi 50%.


(Bambang Wahyu Widayadi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...