Saat memproduksi satu HP baru, produsen harus memanasi mesin-mesinnya di pabrik dengan bahan bakar fosil. Saat proses perakitan untuk membentuk desain, dibutuhkan juga plastik dan bahan metal yang tidak ramah lingkungan.
Untuk menghidupkan HP, produsen menciptakan baterai lithium. Proses terakhir ini, ditulis oleh peneliti Massachusetts Institute of Technology.
Dia mengungkapkan berdampak besar pada lingkungan. Setiap kali ada penambangan lithium, terjadi pemborosan listrik dan air dalam skala besar.
Kedua sumber daya itu, seharusnya dimanfaatkan untuk hidup banyak orang, berkontribusi terhadap peningkatan emisi karbon dan nitrogen global.
Apa akibatnya jika ada ratusan atau ribuan HP diproduksi dalam satu waktu bersamaan? Sudah pasti dampaknya terhadap lingkungan sangat besar.
Periset Lotfi Belkhir pada The Conversation menyebutkan proses produksi adalah penyumbang 85 persen 'kiamat'. Sisanya, 15 persen tersebar saat HP digunakan dan dibuang.
Ketika HP sampai di tangan konsumen dan langsung bermain 10 aplikasi sosial media dalam sehari itu sama saja membuang karbon bepergian dengan mobil sejauh 1,5 km per hari atau 534 km per tahun.
Riset terbaru dari The Burrow saat bermain TikTok, seseorang bisa menghasilkan 2,63 gram karbon per menit.
Makin lama bermain HP, makin besar pula data tersimpan di server. Dan semua ini memberi beban besar pada pusat data yang selama 24 jam non-stop terus aktif, sehingga penggunaan listrik dan pendingin berkontribusi pada perubahan iklim.
Masalah baru pun muncul saat tingginya intensitas manusia menggunakan HP. Makin sering HP digunakan, risiko kerusakannya makin besar.
Masalahnya, sebagaimana dipaparkan Wired, kerusakan HP dan memperbaikinya bukan lagi opsi terbaik.
Sebab, desain HP membuat perbaikannya menjadi lebih sulit. Sekalipun nekat dilakukan, prosesnya lama dan biayanya mahal. Satu-satunya cara terbaik adalah "lem biru" atau "lempar beli baru."
Kebiasaan "lem biru" memang menguntungkan konsumen dan produsen, tetapi ini menjadi lampu kuning karena limbah HP bisa membuat hidup manusia lebih sengsara.
Dalam rilis media 2019 lalu, PBB menyebut limbah HP bersama laptop, tablet, dan komputer yang digunakan oleh manusia setiap tahunnya sejumlah 50 juta ton. Angka ini diprediksi meningkat pada 2050 sebanyak 120 juta ton per tahun.
Wired menjelaskan kandungan mineral dan kimia pada HP sangat berbahaya. Saat dibuang ke tanah atau air, maka bahan kimia dan karsinogenik itu akan terlepas dan masuk ke dalam tanah, sumber air dan makanan, sehingga akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia. |
Masalah semakin besar negara dan masyarakat cenderung asal-asalan saat membuang HP dan tidak ada prosedur khusus.
Mengutip The Guardian, 90% limbah HP atau elektronik pada umumnya dibuang secara ilegal.
Negara-negara maju kerap mengirim puluhan kontainer ke negara di Asia hanya untuk membuang sampah HP. Pada titik inilah, negara Asia kena getahnya.
WHO pada 2021 menyebut tindakan ini sebagai "tsunami limbah elektronik yang membahayakan nyawa dan kesehatan."
Sebanyak 12,9 juta perempuan dan lebih dari 18 juta anak-anak terancam terserang penyakit berbahaya karena tercemar kandungan merkuri, nikel, dan timbel dari sampah HP.
Daur ulang HP yang dianggap solusi pun kurang memuaskan. Sebab, data menyebut hanya 17% saja dari HP yang bisa didaur ulang.
Permasalahan 'kiamat' saat memakai HP salah satu yang susah diselesaikan karena benda itu sudah kadung melekat di kehidupan.
Dengan demikian, satu-satunya solusi adalah berupaya memperpanjang usia HP dan menahan diri untuk tidak membeli HP baru apabila urgensinya kecil.
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230521083114-37-439130/tanda-kiamat-makin-nyata-tiap-anda-beli-hp-baru-kok-bisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda