Drs. R. Widi Handoko, pengamat geliat politik
Gunungkidul, khusus kaitannya dengan
pemilihan bupati 9 Desember 2015 mengatakan, posisi Benyamin Sudarmadi sampai saat ini belum berubah. Dia tetap pada sosok kudah
hitam. Karena alasan agama,
Benyamin dipandang sebagai tokoh yang
memiliki nilai jual rendah. Tetapi kuda hitam dari Mijahan itu hitung-hituhgannya
bisa berbahaya bagi kandidat yang lain.
Widi Handoko yang teman sekelas Benyamin ketika menimba
ilmu di SMA N I Wonosari menilai, pandangan seperti itu bisa meleset. “Saya ada
bukti kongkrit, nama Benyamin Sudarmadi tetap laku dijual. Pada saat maju sebagai calon anggot DPD tahun
2004, dia berhasil mengumpulkan suara sebesar 86 ribu lebih,” paparnya melalui
saluran seluler, Selasa 2/6/2015.
Lelaki berperawakan kurus, warga Gunungkidul
kelahiran Purbosari, yang kini tinggal di Jogja itu memiliki prediksi berbeda
dengan sejumlah pengamat dan pandangan masyarakat pada umumnya. “Perolehan 86.000 suara merata di 18 kecamatan,
berdasarkan analisis saya, tidak lepas dari keringat Benyamin selama ini,”
tunjuknya.
Terlepas bagaimana Benyamin mendanai kegiatan sosial,
realita lapangan menunjukan, tanpa pretensi ingin jadi penguasa, sejak tahun
2000 hingga saat ini dia terus melakukan kegiatan pro rakyat. Widi menunjuk sunatan
masal setiap tahun berbarengan dengan momentum hari Raya Idul Fitri. Bedah
rumah, kata Widi, juga dilakukan di berbagai kecamatan.
“Saya bukan pendukung Benyamin, saya sebatas
teman. Lebih dari itu Saya tidak punya hak pilih di Gunungkidul. Saya hanya
menyajikan realita. Mengudahitamkan Benyamin Sudarmadi, orang bisa terbelalak,”
simpulnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda