Rabu, 23 Mei 2018

ZIARAH KEHANGATAN KAKANG KAWAH ADI ARI-ARI




Benar Presiden Joko Widodo, bangsa Indonesia harus mengembangkan sektor maritim. Pembangunan dermaga besar, yang oleh Cina disebut jalur lada itu bukan hanya memiliki alasan historis, tetapi juga argumentasi filosofis.


Sepanjang hayat manusia Indonesia harus berziarah, mencari untuk menemukan  jati diri serta kedaulatan. Ziarah tidak terbatas pada kegiatan menengok kuburan leluhur. Ziarah adalah melihat sejarah manusia sebelum dia terlahir ke dunia.


Laut ketuban adalah sejarah setiap manusia yang telah terkubur puluhan tahun.  Faktual, belum pernah terdengar cerita, ada  manusia  teringat kemudian menziarahi terminologi Jawa  kakang kawah adi ari-ari.


Tidak pernah terbayangkan, berproses selama 10 bulan 9 hari, seorang bayi berenang di tengah laut ketuban, dengan segala keluarbiasaan (fasilitas) tanpa batas.


Lahir di bumi pertiwi, bayi menangis, karena merasa terputus atau kehilangan fasilitas dermaga bernama rahim (welas asih) yang mejaga dengan kelembutan yang tak terkatakan.


Tangisan bayi pun berhenti manakala sang ibu menawarkan laut yang berbeda bernama air susu. Ini pencerahan dalam bentuk simbol, bahwa ketika bayi dalam kesulitan, Tuhan telah menyiapkan kemudahan.

Bayi terlahir dalam bahasa Kun (jadilah). Ketika berangkat dewasa pun dia merasakan banyak menghadapi tantangan dan kesulitan.

Dengan Kun, Tuhan telah menyediakan matahari, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, tambang minyak, nikel, emas dan masih banyak yang tak terhitung lagi untuk 261 juta mulut mantan bayi yang lahir di Indonesia.

Terlahir di Indonesia, memang penuh kesulitan. Persoalannya, laut kesulitan tersebut tidak pernah dimaknai, bahwa di depan mata telah tersedia jutaan fasilitas kemudahan yang harus diterjemahkan. Menjadi sangat ironik, ketika fasilitas kemudahan itu malah diserahkan ke pihak lain.


Negeri yang bernama Indonesia secara defakto menyediakan gelombang kesulitan sekaligus menyiapkan perahu kemudahan. Suharusnya, begitulahlah cara menterjemahkan pikiran Jokowi.  Saya tidak tahu apa yang ada di pikiran orang-orang yang mengelilinginya.


Pembangunan tol laut mestinya dimulai dari  batok tempurung masing-masing kepala para pemimpin, bukan dimulai  di Bandar Jakarta.



 Bambang Wahyu Widayadi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...