WONOSARI, Sofyan Saori mantan terorist di ILC berbicara terang-terangan. Terorist sangat menyukai daerah yang sedang bergolak (berkonflik). Tidak ada konflik, kalau perlu, menurutnya harus diciptakan untuk kepentingan unjuk kekuatan. Guna meredam tingkah para terorist, rasa paseduluran perlu ditingkatkan tidak hanya dalam menghadapi ancaman dalam dari negeri. Tangan Asing pun patut diwaspadai, intelejen Negara selama ini pada pergi ke mana.
Merujuk fakta sejarah, orang
asing mudah melakukan politik pecah belah lantaran Indonesia terdiri dari
berbagai suku, agama serta ras. Semakin
banyak kerusuhan, pihak asing semakin mudah melakukan devide at impera.
Mencurigakan, 155 mantan
terorist yang ngamuk di Mako Brimob Kelapa Dua, peledakan di 3 Gereja di Jawa
Timur serta bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya, jangan-jangan merupakan
konspirasi internasional.
Rasanya, para pemodal asing
tidak menyukai pemerintahan yang
dikomandani Ir. Joko Widodo. Bisa saja, menurut pengamatan mereka, tahun 2050
perekonomian Indonesia benar-benar akan bertumbuh seperti Cina. Hal itu bakal
membahayakan langkah asing dalam mengeruk tambang di Indonesia.
Terlepas benar apa salah,
jatuhnya Presiden Soekarno lantaran menentang Amerika dan sekutunya. Ucapan
Soekarno yang dianggap berbahaya adalah go to hell whit your aid (prek
dengan semua bantuanmu. Ucapan Soekarno ditiru Soeharto, selepas
swasembada pangan tahun 1980-an
Joko Widodo 2019 bertarung
lagi untuk meraih dua periode. Kedekatannya dengan Vietnam dan RRC, oleh
Amerika, Eropa dan Jepang dianggap palang besar dalam mengeruk perut bumi
Indonesia.
Teroris dalam negeri intensitasnya
meningkat pada 2018 menjelang pemilu 2019. Sah diduga, ini merupakan tangan lain
dari Jin Penjajah yang berlindung di jubah demokrasi.
Politik memanas amat disukai
iblis yang bermukim di Amerika Eropa dan Jepang. Letupan di Mako Brimob, Gereja
dan di Mapoltabes Surabaya dimanfaatkan untuk menampar kekuasaan Jokowi.
Dalam Nawa Cita8 1 item ke ,
Jokowi bertekad membuat Polri profesional. Realitas tak terbantah, munculnya
sejumlah teror di area kepolisian, membuat Jendral Tito Karnavian terlihat seolah menjadi tidak profesional.
Di lihat dari sudut pandang
demikian perlawanan dan peledakan bom patut diduga tidak terpisah dari skenario
internasioal untuk menguasai Indonesia.
Yang harus dilawan, oleh sebab
itu bukan sebatas pelaku teror dalam negeri, tetapi juga tingkah para iblis
yang mengklaim dirinya adalah negara paling demokratis.
Bangsa Indonesia tidak boleh
tertipu dengan gerakan kulit yang merebak di berbagai daerah. Pertanyaan
sederhana, ke mana Badan Intelejen Negara bersembunyi?
Bambang Wahyu Widayadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda