Selasa, 15 Mei 2018

SETENGAH ABAD KONTRAKTOR ASING BERCOKOL DI INDONESIA



Masuknya kontraktor Cina ke Indonesia bukan berita baru. Sejak tahun pertama periode ke dua kepemimpinan Suslilo Bambang Yudhoyono (SBY), bos dari Negara Tirai Bambu telah bercokol di Morowali, Sulawesi Tengah. Fakta lain menyebutkan, kontraktor dari Brasil berada di Indonesia bahkan sejak tahun 1968. Rebutan lapangan kerja antara pekerja asing dan pekerja lokal bukan peristiwa anyar. Kalau mendadak ada ribut-ribut, itu adalah sengatan politik 2019 belaka.


Kiswan, aktifis mahasiswa Morowali, Sulawesi Tengah melalui https://kiswan88.wordpres.com/2013/07/16/ memaparkan, delapan tahun silam,  perusahaan Cina mulai bercokol di tanah kelahirannya.


Perseroan Terbatas (PT) Bintang Delapan Mineral (BDM), demikian Kiswan menulis, merupakan salah satu perusahaan tambang nikel yang terbesar di Kabupaten  Morowali, Sulawesi Tengah. Perusahaan tersebut  mengantongi izin usaha pertambangan tahun 2010. Tahun itu adalah masa SBY berkuasa.


PT BDM Group selaku pemegang kuasa pertambangan nikel menggandeng perusahaan raksasa asal Cina  PT Dingxin Group Cina dengan nilai investasi   1 Miliar Dolar Amerika Serikat atau sekitar  Rp 8,9 triliun.


Usaha tersebut dalam bentuk Joint venture dengan komposisi saham,  PT BDM 45% dan PT Dingxin Group 55% di bawah bendera perusahaan PT Sulawesi Mining Investmen (SMI).


Oleh karena itu, demikian lanjut Kiswan, perusahaan tersebut dikatakan sebagai perusahaan berwatak Jin Hura-Hura. Artinya, nama dan mereknya saja yang Indonesa, tetapi kontrol kapital sepenuhnya berada di tangan  kapitalis Cina.


Perusahaan tersebut beroperasi dengan cara mengirim hasil alam atau memasok  nikel mentah untuk kebutuhan industri  Cina.


Tak hanya mengirim bahan mentah ke Cina, PT BDM yang bertempat di Desa Fatufia Kec
amatan Bahodopi Kabupaten Morowali telah mengurug garis pantai,  merusak hutan bakau seluas 20 hektar dijadikan  pelabuhan untuk penampungan biji nikel juga sebagai kawasan perkantoran BDM.


Di desa yang sama, BDM meraklamasi sebuah pulau kecil yang letaknya persis berada di depan pelabuhan  PT BDM tanpa disertai analisis dampak lingkungan. Pembangunan infrastruktur  laut seperti ini oleh An Wan Seng disebut sebagai pemangunan jalur sutera.


Kontrator Asing yang lain, PT. Vale Indonesia Tbk, dulu bernama PT. International Nickel Indonesia Tbk. (INCO). Perusahaan ini, dikutip dari https://www.emis.com/php/company-profile/ID/Pt ­Vale Indonesia_Tbk_id_1611060.html,  beroperasi sebagai produsen nikel di Indonesia yang diproduksi dalam matte, produk setengah jadi yang diolah dari bijih laterit dari fasilitas pertambangan dan pengolahan terpadu dekat Sorowako di Pulau Sulawesi.


INCO juga mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). INCO tercatat di Bursa Efek Indonesia di tahun 1990 pada Papan Utama. Perusahaan didirikan di tahun 1968 berkantor pusat  di Jakarta, Indonesia. INCO beroperasi sebagai anak perusahaan Vale SA, sebuah perusahaan pertambangan yang berbasis di Rio de Janeiro, Brasil.

Soeharto, dan SBY memulai menambang nikel menggunakan tangan asing, Joko Widodo melanjutkan. Ketika Jokowi ditimpa abu hangat, dikrtisi habis-habisan oleh kelompok oposisi, menurut  saya, ahistoris.

Artinya, kelmpok oposant  terlalu bernafsu merebut kekuasaan dengan cara mencari kambing hitam, sementara jika sempat meraih kemenangan, suka tidak suka harus bekerjasama dengan asing.


Amerika dan sekutunya, menyusul Cina, sampai hari ini adalah kekuatan asing yang sangat menonjol di ranah teknologi tinggi. Mengikuti jejak mereka identik dengan mengejar laju kereta api. Indosesia bisa mendahului  dengan cara memotong tikungan berbasis laut dan dan darat, karena Indonesia merupakan negara maritim sekaligus agraris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...