Hasil pemilihan legislatif dengan sistem proporsional terbuka tahun 2019 diduga tidak menghasilkan anggota DPRD Gunungkidul yang berkualitas.
Predikat itu pernah dikeluhkan oleh anggota DPRD 4 periode.
Nama senior itu tidak perlu disebut. Yang pasti keluhannya faktual obyektif, bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
Dalam keluhannya dia menyatakan, salah satu pekerjaan yang harus diselesaikan anggota DPRD adalah berbicara. Menjadi corong rakyat di dalam gedung juga di luar gedung dewan
Anggota DPRD Gunungkidul kategori timun wungkuk jaga imbuh, ngomong saja tidak bisa, bahkan tidak berani.
Terus mau ngapain? Kegemarannya kunjungan kerja (jungker) tanpa membawa hasil.
Padahal, seperti ditulis Bambang Krisnandi, mantan anggota DPRD DIY dari Fraksi PDIP 2015, secara etimologis kata Parlemen berasal dari bahasa Latin “parliamentum”
Atau dari bahasa Perancis “parler”. Artinya suatu tempat atau badan untuk para wakil rakyat berbicara satu sama lain, membahas hal-hal yang penting bagi rakyat.
Bambang Kris menengarai, menjadi anggota DPRD semata-mata hanya mengejar: status sosial, gengsi kekuasaan, penghasilan, dan mencari pulihan ongkos saat kampanye.
"Menurut saya bukan hanya anggota dewan yang bermasalah. Tetapi rakyat juga bermasalah. Sebagian besar rakyat (terutama yang miskin dan tidak berpengetahuan), DPRD itu dianggap semacam sinterklas. Sosok yang kaya raya dan baik hati," timpal Sarwanto H. Suwarso, YouTubers dan pengamat politik asal Song Banyu, Girisuba, 2-6-2023.
Dewan hasil Pemilu 2019, secara kultur menang karena curang. Pinjam terminologi yang digunakan Menkopolhukam, Mahfud MD.
Kejadian di Dapil 2 Gunungkidul tahun 2019 lucu. Seorang caleg perempuan tidak pernah bertemu dengan masyarakat. Tetapi pada perhitungan dan konversi suara, dia memperoleh satu kursi DPRD. Perempuan tersebut mengantongi byname 3.201 suara. Itu berkah amplop 100 ribuan.
Yang terjadi di Dapil 1 Gunungkidul juga mengejutkan. Tokoh petahana berkampanye melawan arus.
"Seandainya Bapak Ibu atau saudara menginginkan uang Rp 100.000,00 setiap 5 tahun sekali, sebaiknya tidak perlu memilih saya," ujar tokoh tersebut.
Dengan gaya ngoboy, tokoh tersebut meraup meraih 4.678. "Saya tidak munafik, ada pula yang harus saya beli," kata tokoh tersebut.
Benar kata ahli hukum tata negara, Dr. Tugiman, bahwa kultur masyarakat Gunungkidul pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sangat tidak mendukung kehidupan demokrasi yang bersih.
(Bambang Wahyu)