Peradaban MANUSIA terjerumus ke peradaban UNGGAS. Itulah yang tampak menonjol saat republik ini berada
di tangan SBY. Tidak jelek-jelek amat sih, karena ada jenis unggas yang
karakterisitiknya ‘seperti’ pas untuk dicotoh. Tetapi awas jangan
terkecoh, karena semuanya hanya peradaban unggas.
Sebuah
institusi beranama rumah sakit, yang memiliki missi kemanusiaan, karena
terbutakan uang, tega membuang pasien. Itu hanya setitik cerita dari
rumah sakit Dadi Cokro Dipo Lampung. Terlalu banyak cerita sejenis yang
tak terungkap.
Sepanjang
jalan di jalur hutan negara, kawasan Bunder, Playen Gunungkidul, acap
dipenuhi umat sakit jiwa, padahal warga Gunungkidul tidak banyak yang
gila. Lebih dari itu, Gunungkidul tidak memiliki rumah sakit jiwa. Dari
mana asal muasal umat sakit ingatan itu? Banyak cerita beredar, malam
hari mereka sengaja dibuang di kawasan tersebut, lantaran rumah sakit
kagak becus menyembuhkannya.
Saya
menganalogikan, kasus pembuangan paseien sebagai peradaban unggas jenis
itik alias bebek. Pasangan unggas ini pintar bertelur, sepanjang
cocornya dijejali makanan bergizi. Di balik itu, unggas jenis ini kelewat bodoh. Dia
tidak sanggup membuat telur-telur itu menetas. Untuk keperluan
regenerasi, mereka serahkan sepenuhnya ke pihak lain, biasanya kepada
ayam. Peradaban bebek sangat tidak pantas untuk kelas manusia, tetapi di
lampung sungguh terjadi.
Belum
berapa lama, ada ‘demo’ peradaban ayam. Sebagimana Anda tahu, ayam juga
pintar bertelur, pintar mengeram, tetapi ada cacat. Tidak ada ayam jago
mengeram telur. Juga tidak
ada, anak ayam ikut sang jago. Sepuluh anak ayam menetas, sang jago
nguber babon lain. Seluruh tanggungjawab ada pada induk yang sebulan
lalu dikawin tanpa penghulu.
Gita
Irawan Wiryawan, tampilannya seperti ayam jago. Tahun 2011, SBY memberi
kesempatan untuk ‘menikahi’ lembaga bernama kementrian perdagangan.
Gita sangat keterlaluan, telor belum menetas udah kemecer kabur.
Celakanya, gita meninggalkan telor busuk bernama import ilegal beras
Vietnam. Bukan tak mustahil, telor busuk itu berujung ‘komisi’ untuk
bekal menikahni kursi presiden.
Masih
di masa kepemrintahan SBY, ada juga peradaban puyuh. Bukan hanya
cerita, anak puyuh lahir ceprot langsung lari, liar tak terkendali,
padahal matanya melek saja belum. Masih
ingat Nazarudin? Lelaki hidung mancung, mirip peranakan Arab atau India
ini, sebentar nongkrong di kursi bendahara partai demokrat sudah pintar
menggalang dana dengan cara merampok proyek. Edan po ra…?
Meskipun
sama-sama unggas, merpati masih memiliki peradaban yang layak untuk
dicatat. Main asmara jangan ditanya, ngeram telur selalu bergantian.
Bahkan ketika piyek, anak doro itu lahir, kedua orang tuanya rajin
memberi makan, hingga buah hati mereka dewasa dan pintar terbang.
Tetapi
jangan terbius, sebaik apa pun, merpati tetap suka bertengger di
bubungan rumah majikan. Perhatikan: crot….. crot… merpati suka buang
hajat di sana. Tidak salah, itu sebuah peradapan bernama koalisi, ketika
negeri ini menganut paham demokrasi perwakilan.
Pertanyaan
sederhana: peradaban mana yang harus dipilih? Mau bebek, ayam, atau
merpati? Saya tidak memilih peradaban unggas manapun, karena unggas
adalah unggas, yang hanya pantas untuk dimasak di kuali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda