Minggu, 02 Februari 2014

PERADABAN UNGGAS PADA MASA PEMERINTAHAN SBY



Peradaban MANUSIA terjerumus ke peradaban UNGGAS. Itulah yang tampak menonjol saat republik ini berada di tangan SBY. Tidak jelek-jelek amat sih, karena ada jenis unggas yang karakterisitiknya ‘seperti’ pas untuk dicotoh. Tetapi awas jangan terkecoh, karena semuanya hanya peradaban unggas.

Sebuah institusi beranama rumah sakit, yang memiliki missi kemanusiaan, karena terbutakan uang, tega membuang pasien. Itu hanya setitik cerita dari rumah sakit Dadi Cokro Dipo Lampung. Terlalu banyak cerita sejenis yang tak terungkap.

Sepanjang jalan di jalur hutan negara, kawasan Bunder, Playen Gunungkidul, acap dipenuhi umat sakit jiwa, padahal warga Gunungkidul tidak banyak yang gila. Lebih dari itu, Gunungkidul tidak memiliki rumah sakit jiwa. Dari mana asal muasal umat sakit ingatan itu? Banyak cerita beredar, malam hari mereka sengaja dibuang di kawasan tersebut, lantaran rumah sakit kagak becus menyembuhkannya.

Saya menganalogikan, kasus pembuangan paseien sebagai peradaban unggas jenis itik alias bebek. Pasangan unggas ini pintar bertelur, sepanjang cocornya dijejali makanan bergizi. Di balik itu, unggas jenis ini kelewat bodoh. Dia tidak sanggup membuat telur-telur itu menetas. Untuk keperluan regenerasi, mereka serahkan sepenuhnya ke pihak lain, biasanya kepada ayam. Peradaban bebek sangat tidak pantas untuk kelas manusia, tetapi di lampung sungguh terjadi.

Belum berapa lama, ada ‘demo’ peradaban ayam. Sebagimana Anda tahu, ayam juga pintar bertelur, pintar mengeram, tetapi ada cacat. Tidak ada ayam jago mengeram telur. Juga tidak ada, anak ayam ikut sang jago. Sepuluh anak ayam menetas, sang jago nguber babon lain. Seluruh tanggungjawab ada pada induk yang sebulan lalu dikawin tanpa penghulu.

Gita Irawan Wiryawan, tampilannya seperti ayam jago. Tahun 2011, SBY memberi kesempatan untuk ‘menikahi’ lembaga bernama kementrian perdagangan. Gita sangat keterlaluan, telor belum menetas udah kemecer kabur. Celakanya, gita meninggalkan telor busuk bernama import ilegal beras Vietnam. Bukan tak mustahil, telor busuk itu berujung ‘komisi’ untuk bekal menikahni kursi presiden.

Masih di masa kepemrintahan SBY, ada juga peradaban puyuh. Bukan hanya cerita, anak puyuh lahir ceprot langsung lari, liar tak terkendali, padahal matanya melek saja belum. Masih ingat Nazarudin? Lelaki hidung mancung, mirip peranakan Arab atau India ini, sebentar nongkrong di kursi bendahara partai demokrat sudah pintar menggalang dana dengan cara merampok proyek. Edan po ra…?

Meskipun sama-sama unggas, merpati masih memiliki peradaban yang layak untuk dicatat. Main asmara jangan ditanya, ngeram telur selalu bergantian. Bahkan ketika piyek, anak doro itu lahir, kedua orang tuanya rajin memberi makan, hingga buah hati mereka dewasa dan pintar terbang.

Tetapi jangan terbius, sebaik apa pun, merpati tetap suka bertengger di bubungan rumah majikan. Perhatikan: crot….. crot… merpati suka buang hajat di sana. Tidak salah, itu sebuah peradapan bernama koalisi, ketika negeri ini menganut paham demokrasi perwakilan.

Pertanyaan sederhana: peradaban mana yang harus dipilih? Mau bebek, ayam, atau merpati? Saya tidak memilih peradaban unggas manapun, karena unggas adalah unggas, yang hanya pantas untuk dimasak di kuali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...