Minggu, 25 September 2016

RIBUT HUKUMAN 'DOR' PADA PEMBERANTASAN NARKODA



1. PENEGAK HUKUM JUGA PERLU DI 'DOR'

Penerapan eksekusi mati untuk penjahat narkoba tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Pasalnya, perdagangan barang haram ini berada di tangan mafia kelas dunia. Di samping untuk mengumpulkan dolar, jualan narkoba juga untuk menghancurkan spesies manusia oleh pasukan elit bernama iblis.

Penegakan hukum di Indonesia masih digadang menimbulkan efek menakutkan bagi para bandar, kurir, maupun pengguna narkoba. Realitasnya harapan itu kosong.

Presiden Joko Widodo, dalam rapat terbatas, secara tak langsung terheran-heran, karena jumlah pelanggar hukum di ranah narkoba, masih atau makin banyak. Eksekusi mati, penjara seumur hidup, pernjara 20 tahun, bukan satu hal yang menakutkan.  

Slamet SPd. MM, anggota DPRD DIY menyarankan, seharusnya pemerintah Indonesia melakukan pengawasan yang ketat terhadap Lembaga Pemasyarakatan.

“Karena pada kenyataannya hampir sebagian besar bisnis narkoba dijalankan dari dalam penjara, kata Slamet, Sabtu 24/9/2016.

Menurut dia, Pemerintah harus memberantas mafia narkoba. Tanpa memberantas mereka, 1000 orang dihukum mati pun gak akan membuat jera apalagi takut.

Narkoba, papar Slamet,  sudah merasuk ke segala lini kehidupan, pemerintahan, politisi, artis, konglomerat, bahan sudah menjalar ke tubuh aparat keamanan TNI dan Polri,” tunjuknya.

“Saya ada ilustrasi  meski gak lucu-lucu amat. Terdakwa narkoba yang mau dihukum mati, eh dibela-belain karena dia sudah tobat, sudah mau ngaji, sudah khatam alquran, jidatnya sudah gosong-gosong, janggutnya sudah panjang, sudah pakai jubah. Di situ kita terjebak pada simbul-simbul. Akhirnya bisa melemahkan penegakan hukum, kalau betul tobat tak masalah. Lha yang dibelain itu masih bisa bisnis dari dalam penjara. Gendheng to,” beber Slamet.

Menangkap pengedar dan pemakai narkoba itu gampang, lanjut Slamet, buktinya hampir tiap hari terjadi penangkapan dan disiarkan di televisi nasional.

“Penegak hukum / Penjaga hukum sekali-sekali ada yang tertangkap kemudian dieksekusi mati. Elok kan, di dalam penjara kok iso dodolan pil haram,” pungkas Slamet setengah serius, setengah kelakar.


2. KONSISTEN PADA HUKUM ‘DOR’, PASTI BERDAMPAK

Berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, BNN merilis, bahwa sampai dengan pertengahan Desember 2015 silam, terdapat 55 orang terpidana kasus narkotika yang divonis hukuman mati. Empat belas  (14) orang diantaranya sedang menunggu eksekusi. 

Budi Utama, politisi PDI Perjunan yang mantan Ketua DPRD Gunungkidul bicara banyak soal hukuman mati di era Pemerintahan Joko Widodo. Berikut petikan wawancara infogunungkidul.com dengannya.

INFO: Indonesia menjadi sasaran empuk untuk pemasaran benda haram berjenis narkoba. Pemerintahan Jokowi gencar melakukan pemberanasan melalui gebragan temak mati, tetap kecenderungan penyalahgunaaan tambah marak. Bagaimana Anda melihat hal ini?

BUDI: Jumlah penduduk Indonesia yang 251 juta dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dan mudah dipengaruhi adalah pasar potensial bagi para bandar narkoba. Dulu, 10 tahun silam, Indonesia hanya sebagai lalu lintas, sekarang beralih menjadi target market.  Ketika usaha pemberantasan narkoba diintensifkan dengan berbagai penegakan hukum yang keras, maka penyalahgunaan narkoba seolah makin marak.

INFO: Apakah ini berarti bahwa Pemerintahan sebelumnya tidak ada keseriusan dalam memerangi Narkoba, sementara Jokowi super serius?

BUDI: Ya. Ini  menunjukan Pemerintahan Jokowi ada keseriusan  dalam melawan infiltrasi budaya melalui narkoba. Ini menjukkan kesungguhan pemerintahan Jokowi. Karena sesungguhnya penyalahgunaan yang terjadi  di pemerintahan sebelumnya jauh lebih banyak dibanding yang ditemukan saat ini.

INFO: Anda punya bukti?

BUDI: Apa yang dikatakan Fredy Budiman menunjukan bahwa ada oknum aparat yg ikut bermain. Pernyataan ini juga sejalan dengan banyaknya oknum aparat yang ketangkap baik saat menggunakan maupun aktif dalam perdagangan narkoba. Artinya bisa jadi usaha-usaha yang dilakukan sebelumnya masih ada pembiaran sehingga banyak kasus narkoba yang tidak terungkap. Sebut saja orang mencari kutu di kepala jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, bahkan kemudian menggunakan alat kaca pembesar, maka penyisiran bisa mengungkap semua kutu yang ada. Bukan sekedar kutu yang sial karen pas menggigit. Kepala  t gatal kemudian digaruk kena dia si kutu malang. Bukan begitu.

INFO: Tetapi rasanya hukuman dor tetap tidak ada efek?

BUDI: Sebuah penindakan pasti akan menimbulkan efek  jika ada konsistensi. Kelemahan aparat kita selama ini kan hangat-angat tahi ayam. Pada saat digalakan penindakan ya intensif. Tetapi begitu yan merintah  meleng sedikit penindakan itu menjadi melemah. Hal itu dipahami benar oleh para pelaku perdagangan narkoba.

INFO:  Anda bisa memberi gambaran sedikit tentang postur perdagangan narkoba?

BUDI: Perdagangan narkoba merupakan lahan yang sangat basah dalam mencari uang. Orang-orang yang  terlanjur terjerat di sini umumnya sulit untuk melepaskan diri. Mereka, pasti akan selalu mencari celah yang bisa dilewati. Apalagi kewilayahan Indonesia yang terdiri dari kepulauan.  Ini memberi kemudahan bagi mereka untuk melakukan aksi.

INFO: Kapan hukuman dor akan berdampak?

BUDI: Hukuman mati yang diterapkan secara konsisten pasti setahun dua tahun kedepan akan tampak hasilnya.

INFO: Kalau satu, dua atau lima tahun kedepan tereksekusi mati justru mencapai ratusan orang, apa bisa dikatakan,  Jokowi gagal menumpas narkoba?

BUDI: Presiden Joko Widodo sedang mengajarkan kepada masyarakat untuk taat hukum tanpa kompromi. Ini bagian dari proses revolusi mental. Setahu saya Jokowi dari walikota menjadi gubernur dan sekarang presiden, belum pernah menyebut dirinya berhasil. Apalagi keberhasilan itu kemudian dikomparasikan dengan pemerintahan sebelumnya. Pernyatataan keberhasilan itu datang dari masyarakat. Dalam era demokrasi adalah sah-sah saja. Paham beliau Pemerintah itu melaksanakan undang-undang dengan sebaik-baiknya. Orang boleh senang, orang boleh tidak senang, tetapi undang-undang harus ditegakkan apa adanya, bukan kemudian diplinti-plintir karena kepentingan tertentu.

INFO: Terkait ketidaktakutan  terhadap hukuman mati, apa bisa disebutkan, bahwa para bandar, kurir, pengedar, lebih menyayangi dolar ketimbang nyawa sendiri?

BUDI: Sudah saya katakan di depan, yang terlanjur masuk jaringan atau jeratan gurita sulit untuk lepas darinya.



3. HUKUM ‘DOR’ BERJALAN, PENCEGAHAN DILAKSANAKAN

Meski bukan saudara kandung, dari sisi materi, narkoba adalah saudra sepupu dengan minuman keras. Secara sosiologis narkoba muncul belakangan, namun dalam perkembangan, peredaran, serta pengaruhnya lebih menggigit dan sangat meresahkan.

Negara sebesar Indonesia  berpenduduk 251 juta, yang sebagian  generasi mudanya cerdas, dianggap merupakan ancaman serius bagi kompetisi  SDM negara lain. Indonesia, oleh sebab itu, perlu digempur.

Menyerang negeri yang oleh Multatuli disebut sebagai Jamrut Katulistiwa, tidak perlu menggunakan senjata, sebagaimana terjadi pada perang dunia pertama dan kedua. Menghancurkan Indonesia mudah, melalui upaya perubahan perilaku generasi muda.

Referensi sejarah menunjukan, bagaimana seorang Christiaan Snouck Hurgronje  sarjana Belanda,  juga ahli bahasa, menghancurkan Serambi Mekah Alias Aceh melalui sektor kebudayaan. 

Analog dengan jejak sejarah, narkoba diciptakan bukan hanya untuk kepentingan bisnis semata, tetapi ada kentingan politik.

Negara, sebab itu turun tangan, secara serius membentuk lembaga Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ditugasi khusus menghalang-halangi, bandar, kurir, pengedar, serta pengguna narkoba.

“Memerangi narkoba dengan UU dalam hal ini hukuman mati, tidak perlu dibantah karena di dalamnya ada niat baik menyelamatkan generasi dari ancamam degradasi moral,” kata Ari Siswanto, Minggu, 25/9/2016.

Ustad muda kader PKS yang kini duduk di DPRD Gunungkidul ini menyebutkan, langkah kuratif / penindakan adalah penting. Tetapi prefentif / pencegahan tidak kalah pokok. Mencegah orang masuk penjara karena narkoba sama-sama urgennya dengan merehabilitir pecandu yang keburu kejeblos dalam jeruju besi.

Dalam hal pemberantasan narkoba, kata Ari Siswanto, orang tidak siap untuk berbeda pendapat. Yang sepaham  hukuman ‘dor’ ngotot bahwa dia yang paling benar. Yang setuju pencegahan, merasa dirinya paling hebat, paling lurus, paling pionir.

“Centang perenang seperti itu tidak akan menyelesaikan persoalan tetapi justru menambah masalah, karena orang hanya rebut benar  mempertahankan pendapat. Menurut hemat saya, hukum ‘dor’ biar berjalan, pencegahan terus dilaksanakan,” ujarnya.

Ari Siswanto mengingatkan, peredaran narkoba merupakan wajah baru dari imperialime moderen di bidang kebudayaan. Menurutnya, ini perlu dilawan dari sisi kebudayaan.

“Kita berada di wilayah NKRI, tentu saja memiliki seribu, bahkan sejuta jenis cara melawan narkoba. Yang Islam, yang Kristen, Katolik, Hindu, Buda, Jawa, Madura, Bugis, Papua, memiliki kiat yang berbeda, dengan tujuan yang sama yakni  melawan narkoba. Tak cukup berhenti pada baju dan kaos bertuliskan gerakan anti narkoba, tetapi penting diwujudkan dalam implementasi moral, sesuai budaya masing-masing,” pungkas dia.

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...