Shodhanco Soeharto. Net |
Fakta mengejutkan, dokumen otentik yang secara tersurat diakui secara
terang-terangan, Soeharto yang Presiden RI ke II itu, pada awalnya bukan
seorang nasionalis. Penguasa Orde Baru selama 32 tahun tersebut, egonya sedemikian
menonjol. Dia lebih mengutamakan nasib diri sendiri ketimbang nasib bangsanya. Tetapi
karena ditempa waktu, patriotisme Soeharto muncul, mirip yang dilakukan Raden
Wijaya, memanfaatkan Tentara Tar Tar tempo dulu.
Dilacak dari berbagai leteratur, karier militer Soeharto, dikaitkan dengan
nasionalisme, sampai hari ini masih ada dua pendapat yang secara tajam bertentangan.
Satu sisi dikemukakan, bahwa Soeharto adalah pemimpin militer baik pada
jaman penjajahan Belanda maupun pada masa pendudukan Jepang.
“Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat
terakhir Mayor
Jenderal,” demikian seperti ditulis Wikipedia.
Uraian seperti tertuang pada Wikipedia mengandung
pengertian, bahwa Soeharto adalah ‘pejuang’, berseiring dengan Bung Karno, Bung
Hata, Bung Syahir, dan yang lain.
Catatan pada Wikipedia twrsebut sangat berbeda
dengan ucapan Soeharto yang termuat pada otobiografi yang ditulis G Dwipayana
dan Ramadhan KH.
Karier Soeharto dimulai dari Bank Desa sebagai pembantu klerek / juru tulis
/ juru pembukuan karena tuntutan atau kepentingan ekonomi keluarga. Begitu pula
ketika mendaftar menjadi tentara KNIL di Gombong serta melamar menjadi Polisi
pada jaman pendudukan Jepang di Patuk, Yogyakarta.
“Saya berusaha kian kemari mencoba mendapatkan sumber nafkah. Tetapi tidak
juga berhasil. Akhirnya saya kembali ke Wuryantoro, tempat banyak kenalan yang
saya harapkan bisa membuka jalan,” tutur Soeharto seperti ditulis G Dwipayana
dan Ramadhan KH dalam Otobiografi halaman 16 – 17.
Dari ucapan di atas, tidak terlihat sedikitpun, bahwa Soeharto memiliki
kepedulian terhadap nasib bangsa yang berada di cengkeraman penjajah.
“Setelah banyak jalan yang saya tempuh, akhirnya saya diterima sebagai
pembantu klerek pada sebuah Bank Desa (Volks-Bank). Walaupun saya tidak begitu
senang dengan pekerjaan ini, saya anggap lebih baik melakukannya daripada
nganggur di tengah suasana yang muram,” demikian Suharto memperjelas kemauan
kuatnya dalam hal mencari pekerjaan.
Jemu menjadi pembantu klerek, Soeharto melamar menjadi tentara Koninkljk
Nederlands Indisch Leger (KNIL) Tentara kerajaan Hindia Belanda. Upaya inipun
tidak lepas dari motif memperbaiki nasib diri sendiri.
Tak dinyana, kata Soeharto, kesempatan datang untuk melamar masuk KNIL. Pada
mulanya sama sekali tidak saya kira bahwa lamaran yang saya ajukan akan
merupakan anak kunci yang membuka pintu lapangan hidup yang menyenangkan.
Menurut pengakuannya, bekerja pada dinas ketentaraan Belanda dia berpangkat
sersan. Tanggal 8 Maret 1942 pecah
perang dunia ke 2, Soeharto pun berbelok. Identitas KNIL-nya dia sebunyikan.
Dia melamar masuk polisi yang bermarkas di tangsi Patuk Yogyakarta.
“Pada suatu hari saya membaca pengumuman polisi yang menyebutkan keibuho,
polisi menerima anggota baru. Mulanya saya ragu, apakah saya sudah aman
dari mata Jepang. Tetapi kemudian saya memberanikan diri. Saya mendaftar,”
tutur Soeharto.
Oleh opsir Jepang, Soeharto
disarankan masuk PETA bentukan Jepang, yang baru saja dibuka. Soeharto mengaku,
melamar ke PETA dan diterima. Tetapi karena identias KNIL-nya disenmbunyikan
maka dia diterima sebagai Shodanco, padahal sebenarnya dia bisa
menjadi Heiho.
Saat bergabung dengan PETA bentukan Jepang inilah Soeharto memiliki sera
merasakan ada susana hati yang berbeda. “Dalam
latihan PETA ini terasa hidup patriotisme, kecintaan untuk membela tanah air,”
kata dia.
Soeharto senafas dengan Raden Wijaya, menantu Kertanegara / Joko Dolog. Awalnya
dia bergabung dengan tentara Tar Tar untuk menghancurkan Jaya Katwang Raja
Kediri. Setelah itu, berbalik melibas prajurit dari negeri Cina demi kejayaan
Singasari yang dia boyong ke Maja Pahit. Soeharto awalnya egois, tetapi belakangan
berubah menjadi patriotis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda