Kamis, 04 Agustus 2016

Salah Satu Sebab Munculnya Ginggo Pada 6 Agustus Malam


Mustaid Jalil. Dokumen pribadi

Mustaid Jalil, seorang kiai, guru, kepala sekolah,  merespon positif bakal muncul gugus bintang segitiga musim panas alias Gingga. Dari sisi agama, kata Mustaid, merupakan tanda alam, bahwa manusia gagal paham dalam menajamkan kualitas keimanan mereka.
“Subhanallah, sinyalemen Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad SAW, tentang bintang dijadikan sumpahNya di dalam surat An Najm dan Al Buruuj. Allah telah dan akan menunjukkan keberadaanNya (keagunganNya, kehebatanNya, kekuasaanNya) sebagai Sang Khaliq. Bisa membuat apa saja, mulai dari yang kecil sampai yang besar; dari yang mengerikan sampai yang indah menakjubkan; dari yang menjijikkan sampai yang menyejukkan,” ungkapnya, Kamis, (4/8/2016).
Dalam hal bintang, urai Mustaid, firman tentang gugus bintang, di ayat 1 Al Buruuj kadang lenyap tak kelihatan. An Najm, menunjuk, bahwa Allah memiliki kerajaan langit dan bumi.
“Di sinilah manusia mestinya akan lebih beriman tanpa reserve kepada Allah, melalui analisis keberadaan makhluk yang bernama bintang. Dimunculkannya Gingga atau  segitiga musim panas tidak lepas dari kecongkaan manusia karena gagal paham dalam menajamkan keimanan,” tandasnya.
Lebih jauh, terkait fenomena Gingga, Sabtu malam 6 Agustus besok, di mata ulama yang pernah mencalonkan diri menjadi wakil bupati mendampingi Benyamin melalui jalur perseorangan ini, dipandang ada pertanyaan menarik.
“Bisakah manusia mempertahankan keindahan Gingga atau yang lahin tetap bisa eksis sesuai irama alam? Soalnya terlalu sering kita berbuat sesuatu yang menghalangi keindahan dan keberadaannya. Kabut kimia yang diterbangan ke angkasa mau tidak mau menutup bahkan merusak kenidahan terebut. Termasuk menebang pohon melampaui batas, akan melahirkan El Nino, yang menyebabkan Agustus hujan masih mengguyur bumi. Ini adalah bagian dari kedzaliman dan keangkuhan manusia,” tegas dia.
Harus diakui, dewasa ini banyak orang yang ngaku berkecukupan duduk di eksekutif, legislatif, yudikatif, tidak memposisikann diri sebagai khalifatullah di bumi yang tupoksinya memelihara keharmonisan alam tetapi justru sebaliknya.
“Gingga Sabtu malam besok, mari kita jadikan cermin untuk berkaca diri, sembari mengagumi ke Esaan Allah SWT,” demikian pinta Mustaid Jalil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...