Di tengah pro kontra pencopotan Mendikbud Anies Baswedan 27/7/16 lalu, Muhadjir
Efendy sebagai Mendidbud penggati melempar gebrakan yang memperkokoh stigma,
ganti mentri ganti program.
Anggota DPRD DIY
dari Fraksi Golkar, Slamet SP.d militan
asal Kecamatan melihat, wacana itu karena keceplosan. Dari sisi lain Dodi
Wijaya Ketua Komisi D DPRD Gunungkidul, berseberangan dengan Slamet.
“Ful day school itu
gagasan setengah bercanda, maka gak usah ditanggapi serius. Maklum, pejabat
baru keceplosan,” ujar Slamet, di Nglebak, Nglipar, Selasa 9/8/2016 petang.
Pada hakekatnya
menurut Slamet belajar adalah nyinau kehidupan (learning a life) bukan learning
academic things meraih penguasaan akademik sebanyak-banyaknya dan
setinggi-tingginya.
“Belajar kehidupan
sehari penuh itu oke, sepanjang semua subsistem sudah siap dan mendukung.
Tetapi dengan segala keterbatasan, baik konsep sistemik, konperhensif,
ketersediaan program pendidikan, SDM, infrastruktur, dukungan dana pemerintah
pusat, pemda, orang tua serta masyarakat, masih belum jelas, maka kebijakan
penerapan sekolah sepanjang hari tersebut sebaiknya dilakukan evaluasi total,”
kata Slamet.
Keputusan yang
diambil, menurutnya agar lebih implementatif. Pendidikan karakter semua pihak
setuju. Namun harus ada tolok ukur yang jelas. Tujuannya, kata dia, untuk
menghindari citra buruk, ganti mentri ganti program. Mentri baru komedi baru.
Ditanya, apakah
Muhadjir Efendy itu bercanda atau mencuri perhatian Slamet bilang, “Ya, di
tengah kontroversi penngantian Mendikbud malah bikin statemen yang
mengejutkan”.
Menyitir yang
sering dikemukakan Heri Nugroho, anggota DPRD Gunungkidul, supaya tidak
melanggengkan idiom Jawa seje silit seje
anggit.
Dinilai publik,
rupanya Muhadjir Efendy sungkan menggenjot kekurangan Anies Baswedan yang
dianggap tidak lihai menjual Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Ketua Komisi D DPRD
Gunungkidul Dodi Wijaya melihat dari sisi yang berbeda. Dia menyatakan,
sekolah, masyarakat, dan orang tua tidak perlu kaget dengan adanya rencana
Mendikbud yang baru.
“Belum semua
menerapkan, tetapi di Gunungkidul banyak sekolah yang memulangkan siswa
didiknya hingga jam 16.00. Rencana
Mentri, menurut saya bukan sesuatu yang baru,” tandasnya.
Bahkan, demikian
Dodi menambahkan, pondok pesantren jam pelajaran lebih panjang dari rencana
Mendikbud.
“Yang menjadi
kedala serius menurutnya adalah SDM kependidikan. Mencukupi atau tidak jumlah
mereka untuk menghandel rencana tersebut. Kalau tidak kan harus mengangkat THL,
dana diambil dari mana, ” tanya Dodi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda