Sabtu, 20 Agustus 2016

REBUTAN GUNUNGAN PADA PROSESI RASULAN ITU BUDAYA 'URAKAN'



budi utama. dok pri
Tahun 2016, Kabupaten Gunungkidul dikabarkan bakal punya dinas kebudayaan. Sepanjang itu terelasisasi, urusan  tradisi / adat dan budaya yang selama ini sentuhannya terlalu kedodran, dipastikan bakal tertangani secara maksimal.
Satu pertanyaan besar dilontarkan Drs. Budi Utama, MPd. MM. seberapa banyak jumlah sumberdaya manusia yang secara akademis, ahli serta siap bekerja secara profesional menangani kebudayaan yang cenderung animistik dan 'urakan'.
“Selama ini, sepanjang pengamatan saya, latar belakang birokrat yang diberi kewenangan menangani kebudayaan adalah sarjana seni. Sementara pernik-pernik tradisi / adat serta budaya dalam pengertian serta cakupan luas, tidak cukup didekati dengan disiplin seni,” ujar Budi Utama, Sabtu pagi 20/8/2016.
Dia mengapresisi sentuhan budaya yang selama ini dilakukan Disbudpar dalam menggarap seni campur sari, ketoprak, wayang kulit, wayang orang, reog, krawitan dan sejenisnya. Tetapi dia menyayangkan, elemen kebudayaan yang berupa tradisi / adat, penanganannya selama ini masih terabaikan.
Budi Utama menunjuk contoh terhangat, salah satu adalah penyelenggaraan rasulan yang umum dilakukan masyarakat Gunungkidul. Dalam penyenlenggaraan upacara, ada  beberapa rangkaian kegiatan yang harus dibenahi. Alasannya, banyak hal yang bertentangan arah pembangunan karater masyarakat Gunungkidul.
“Nuansa aimisme dan dinamisme dibiarkan, bahkan ada kecenderungan ‘dijual’ untuk kepentingan pariwisata. Ikrar kenduri tumpeng emong untuk memetri kayi emong nyai emong, danyang semoro bumi, sebagai ekspresi rasa syukur itu paham animistik,” kritik Budi Utama.
Menurutnya, pemerintah perlu campur tangan mengarahkan pada garis munajad yang benar. Budi Utama sepakat dengan usulan Mustaid Jalil, tidak perlu menyalahkan, tetapi menuntun masyarakat memilih rois / kaum yang wasis memimpin doa.
“Bersyukur karena panen melimpah, itu bukan kepada roh, bukan kepada dewa atau dewi, melaikan kepada Tuhan Yang Esa,” tuturnya.
Ada kalanya, demikian Piolitisi PDIP ini menambahkan, rasulan diselipi acara umbar gunungan yang sengaja disediakan untuk warga dalam konteks ngalap berkah. Satu gunungan dirakit sepesial untuk diperebutkan secara beramai-ramai.
ilustrasi net
“Ini meniru prosesi rebutan gunungan ala ulang tahun Gunungkidul. Sekarang pikir dengan otak jernih. Apa pesan rebutan yang tidak jarang justru menginjak-injak materi yang diperebutkan,” kritik Budi ketus.
Kalau hal itu harus dilaksanakan sebagai perwujudan sedekah, pemerintah musti memberi tuntunan. Karena untuk keperlan sedekah, menurut mantan Ketua DPRD Gunungkidul ada tata cara yang benar.
“Jadi  tidak terkesan urakan seperti rebutan gunungan. Kalau atraksi tersebut dianggap sebagai pemanis pariwisata, menurut saya kok sangat tidak tepat,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...