Bertani / berkebun sering dipandang
remeh bagi sebagian besar mayarakat yang terkooptasi oleh industrialisasi.
Tidak demikian halnya bagi Bu Guru TK yang berparas lumayan cantik ini. Di sela
kesibukan mengajar, terutama hari minggu atau hari libur lain, dia mengolah
kebun peninggalan kakeknya, dengan cara yang dia pilih sendiri.
Baginya hidup itu indah, sepadan
dengan keindahan alam. Menikmati keindan hidup, mengutip sepotong lirik Ebit
GAD, orang harus bersahabat dengan alam, dan bukan memusuhinya.
“Oleh sebab itu kelahiran harus
dijalani, kematian harus disyukuri. Lahir bukan sekedar untuk lahir, tetapi
untuk mati di kehidupan yang maha penting dan panjang. Bekal di kelanggengan adalah karya terbaik yang
berfanfaat untuk alam dan penghuninya. Menjadi guru TK dan berkebun adalah
dunia yang berbeda, tetapi saya suka,” ujar ibu tiga anak, Senin, 1/8/2016.
Apa yang dia sukai itu yang dia
kerjakan. Tangan yang biasa pegang pulpen dan membolak-balik buku prestasi
siswa didik, ternyata trampil juga mengangkat mesin pemotong rumput untuk lahan
persiapan perkebunan unik yang dia kembangkan.
“Ide itu tiba-tiba mencul begitu
saja. Ilham? Enggak tahu apalah namanya, yang jelas saya hanya mengamati tapak
yang pernah dilakukan kakek. Kebun seluas kurang lebih 300 meter persegi itu
isinya bervariasi. Rata-rata tanaman keras berupa petai, kokosan, rambutan,
durian, sawo bludru, serta kayu-kayuan,” ujarnya.
Dia mengaku tidak mungkin menyami
kegagahan kakeknya menanam buah-buahan serta
kekayuan. Dengan utak-utik tanah di dalam polyback dia menjajal membudidayakan
pandan wangi (Pandanus amaryllifolius). Dilihat dari hasil pertumbuhan, propek serta
manfaat, lumayan mengejutkan.
“Sama sekali saya tidak pernah
mengira bahwa ekstrak daun pandan wangi dapat digunakan sebagai alternatif larvasida yang ramah lingkungan, untuk
mencegah penyebaran Demam Berdarah
Dengue (DBD)” ungkapnya setengah
heran.
Awalnya yang dia tahu, pandan
wangi sebatas untuk penyedap masakan, untuk pelengkap aroma madu mongso,
kolak, pengharum nasi dan sejenisnya.
Ternyata, kata dia, Bangkit Ary Pratama, Dwi
Astuti, dan Ambarwati dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta menyarankan, agar pemerintah menggunakan ekstrak
daun
pandan wangi dapat sebagai
pengganti larvasida
sintetis untuk mengendalikan
nyamuk Aedes
aegypti, agar kasus DBD bisa menurun.
“Begitu banyak membaca, saya
menyadari, bahwa tanaman obat sangat penting dibudidayakan di emperan rumah,
tak harus serakah menggarap lahan luas,” ungkap Bu Guru TK asal kecamatan Patuk
yang setiap hari mengajar TK di Desa Kelor, Kecamatan Karangmojo ini.
Ditanya soal jati diri, dia
mengutip ucapan filosuf Yunani, apalah artinya sebuah nama. Menurutnya itu
tidak penting, yang utama adalah karya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda