Jumat, 19 Agustus 2016

Visi Kabupaten Gunungkidul Bercorak Individualitik


Ilustrasi. Net
Mencari visi Indonesia, dalam hal ini dipersempit untuk Kabupaten Gunungkidul tahun 2030 atau 2050, perlu dirumuskan secara komperhensif holistik. Oleh sebab itu pencarian visi Gunungkidul ke depan, harus dilakukan secara bersama oleh segenap elemen masyarakat. Visi, tidak bisa diserahkan begitu saja kepada calon Bupti dan Wakilnya, saat dia menghadapi pertarungan di dalam pilkada. 
 
Yang selama ini terjadi, visi Gunungkidul ditentukan oleh individu calon Bupati dan Wakil. Meski kemudian oleh Bappeda diolah serta dikompilasi atau dioplos dengan sumber-sumber lain, tetap saja visi Gunungkidul, tidak mewakili kemauan rakyat, karena model dan coraknya sangat individualistik.
Ada kemauan kuat, bahwa penyusunan visi Kabupaten Gunungkidul diformulasikan secara bersama-sama, melibatkan tohoh yang memiliki kopentensi kuat di bidangnya. Hal ini akan membawa pengaruh besar dalam upaya mencapai sasaran yang lebih kongkrit dan terukur, terkait dengan visi yang telah disepakati dan ditetapkan bersama.
Setelah agenda reformasi berjalan selama 18 tahun lebih apakah Gunungungkidul saat ini dalam kondisi lebih baik atau sebakiknya? Sebagian besar warga Gunungkidul pasti sepakat menjawab lebih baik, dengan menunjuk satu bukti perkemangan pariwisata yang memang sangat mengebohkan.
Pandangan tersebut tidak keliru, namun yang perlu diingat, bahwa reformasi tidak identik dengan bomingnya pariwisata saja. Agenda utama reformasi adalah perlawan yang tidak kenal berhenti terhadap kecenderungan prakek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Berangkat dari tiga titik sasaran reformasi, Kabupaten Gunungkidul belum mencapai harapan kaum reformis. Masih terjadi praktek menyimpang, pejabat keluyuran mengkapling tanah SG di pantai selatan. Ada p ulapejabat yang nyambi menjadi body guard di Goa Pindul, sehingga area wisata ini sebentar menghanat, sebentar memanas, rakyat setempat dijadikan domba, yang siap diadu sewakt-waktu. Di Pos retribusi patai selatan, berdasarkan pemantauan para tokoh pesisir makin banyak pencurian karcis, tetap dibiarkan bahkan makin merajalela.
Di depan Bupati, sikap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menerima tenaga harian lepas, tidak ada kesamaan pandangan. Ada yang mengumumkan secara terbuka, ada yang diam-diam. Diduga  kuat, SKPD yang tertutup masih menjalankan praktek nepotisme.
Di luar eksekutif, anggota dewan selaku mitra kerja pemerintah memanfaatkan fasilitas dana aspirasi untuk keperluan mengamankan kedudukan pada pemilu 2019. Meski dikritik banyak orang bahwa payung hukum dana aspirasi itu regulasinya berfifat sepihak, karena pemerintah pusat tidak menyetujui dan tidak menandatangani.
Tidak jarang, anggota dewan nglurug ke SKPD dengan nada marah-marah,  minta jatah proyek yang diatasnamakan partainya guna menentramkan hati kontituent yang pada pileg kemarin memberikan suara kepadanya. Bahkan terjadi pula salah seorang tim sukses Bupati dan Wakil Bupati terpilih nimbrung nodong, lagaknya seperti anggota legeslatif.
Rekaman buruk seperti itu jarang dilihat oleh publik. Yang mereka tangkap sebatas glamour pembangun dan kemajuan ‘palsu’ yang dibungkus dengan slogan toto titi tentrem, gemah ripah kerto tur rahajo. 
Tentrem yang bagaimana kalau Pindul tak kunjung berhenti bergolak. Mari kita lihat agenda reformasi secara jernih dan obyektif, melalui perbaikan visi Kabupaten Gunungkidul dengan menyumbngan ide melalui berbagai saluran yang memungkinkan kita lewati. Salam reformasi, salam 17, juga salam 71.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...