ari iswanto. foto koleksi pribadi |
“Anggota DPRD itu publik figur. Agak keren sedikit mirip artis, ke mana
dan di manapun dia berada, selalu disoroti. Menurutnya, mata yang paling tajam mengawasi
adalah awak media,” ucapnya Jumat petang, 4/8/2016 .
Fokus pembicaraan Ari tertumpu adanya kecenderngan deviasi /
penyimpangan anggota dewan ketika berada di lapangan. Kunjungan ke masyarakat menurutnya melekat dengan
fungsi pengawasan, yang jam kerjanya tidak dibatasi.
“Bisa siang, bisa malam tergantung keperluan. Jika ada kejadian di luar
jam kerja, lebih baik kita langsung ke lokasi. Contoh, manakala terjadi bencana
tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, atau kejadian lain yang perlu segera
diketahui,” sebutnya.
Ditanya soal anggota dewan yang berada di rumah dugem, karaoke dan
sejenisnya di larut malam, Ari menjawab sangat normatif.
“Itu lain soal, karena menyangkut hal yang sangat pribadi. Pejabat daerah
seperti anggota dewan berkunjung ke lapangan guna pengawasan, paling tidak
dipimpin oleh Ketua Komisi atau Wakil. Kalau hanya sendirian, dia pasti bukan
sebagai anggota dewan, tetapi dalam kapasitas sebagai pribadi,” paparnya.
Sementara bila terjadi peristiwa gesekan sosial kemudian sampai masuk ke
ranah hukum, menurutnya tidak pas kalau dia dikaitkan dengan kedudukannya
sebagai pejabat daerah.
“Meski dengan embel-embel ‘patut diduga’, saya tidak sepakat dengan adanya
penyebutan ‘okum anggota dewan’ terlibat
ini atau terlibat itu”, demikian Ari mencoba meluruskan.
Media, menurutnya harus cerdas memahami undang-undang, tidak serampangan
yang akibat tulisan itu seperti menjastifikasi dan menggiring ke arah penilaian
yang keliru.
“Berbaur dengan masyarakat itu salah satu item penting, sebagai keharusan
politis. Tetapi kami fraksi PKS ada kesepakatan untuk selalu menjaga kehormatan
institusi DPRD, dengan tidak sebarangan hadir di tempat yang sekira rawan
jebakan,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda