Prof. Dr. Arief Rahman Hakim. dok net |
Kekerasan tidak
hanya menerpa anak-anak atau perempuan, tepapi juga terjadi di kalangan guru. Kasus
Dasrul kena bogem mentah orang tua murid, di Kota Makasar, memancing pakar
pendidikan Prof. Dr. Arief Rahman angkat bicara.
Pengasuh program bahasa
Inggris di Stasiun TVRI Jakarta tahun 70-an yang usianya telah uzur namun masih
cukup ganteng ini memberi suport kebangsaan kepada guru seluruh Indonesia. Dia memaparkan
sejumlah syarat, agar guru tidak menjadi sasaran emosi murid, orang tua, juga
masyarakat.
“Guru harus bekerja
secara profesional. Syarat profesionalitas itu minimal mencakup lima hal. Guru
harus memenuhi syarat akademis, psikholigis, sosiologis, pedagogis serta syarat
kesehatan jasmani rohani,” kata Profesor Dr. Arief Rahman, pada wawancara khusus
dengan TVRI Jakarta, Selasa pagi, 16/8/2016
kemarin.
Syarat akademis,
menurut Profesor yang murah senyum ini kurang sedikit tak masalah, yang penting
dia sarjana.
Syarat psikhologis,
menurutnya adalah mutlak. Dia memaknai, guru harus mampu mengendalikan emosi.
Guru tidak boleh mudah terpancing dengan kelakuan murid yang barangkali badung,
atau melanggar norma tertentu. Guru tidak boleh ringan tangan, emosi guru harus
stabil.
Kemudian yang
dimaksud syarat sosiologis, kata Profesor, guru musti pandai bergaul dengan
wali murid yang berasal dari berbagai latar belakang sosial dan budaya.
Interaksi yang fleksibel dalam hal ini sangat diperlukan untuk menciptakan
kebersamaan dalam mengasuh anak didik.
Syarat yang keempat
menyangkut soal pedagogi. Guru diminta pintar memilih variasi metodologi dalam
memberikan pelajaran. Tujuannya cukup jelas agar siswa senang, betah menerima
peljaran, ujung-ujunganya ilmu yang dipindahkan paling tidak 80% masuk ke otak
serta benak siswa.
“Kalau ada siswa
yang senang kemudian tepuk tangan, ketika seorang guru berhalangan hadir di ruang
kelas, itu musbah besar,” ucap Profesor berseloroh.
Syarat kelima, yang
tidak boleh tidak harus dipenuhi adalah ksehatan jasmani rohani. Tidak benar
jika suatu sekolah mempekerjakan guru yang rohaninya terganggu. Kasus JIS
menurut Arif Rahman tidak boleh terulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda