Judul artikel ini adalah salah satu dari 216 Jangka Jayabaya tahun 1135-1159. Judul di atas maknanya orang Jawa ilmu kejawaannya tinggal separuh, tidak lagi lengkap.
Bukti budaya, banyak orang Jawa suka mengenakan blangkon, berbaju surjan tetapi bercelana panjang dan beralas kaki sepatu olah raga tanpa asesoris keris.
Banyak pula orang Jawa yang tidak bisa membedakan antara 'kerata basa' atau 'jarwa dhosok' wangsalan, paribasan, dan falsafah.
Saya menerima kiriman video dari seorang teman. Dia mengambil dari Snack Video yang menurut pemilik akun Janakabumian.id mengupas filosofi angka dalam bahasa Jawa.
Sebenarnya yang diuraikan dalam video tersebut adalah 'jarwa dhosok' atau yang lazim disebut 'kerata basa', tetapi karena ilmu kejawennya tinggal separuh maka disebutlah itu filosofi angka.
Dalam video berdurasi 2 menit 36 detik diuraikan, penyebutan angka sewelas (sebelas), rolas sampai songolas menggambarkan bahwa anak pada usia tersebut sudah mulai mengenal 'welas' atau kasih sayang (cinta lawan jenis).
Penyebutan se-likur (dua puluh satu) diartikan sebagai 'linggih kursi'. Usia selikur dianggap bahwa seumur itu, manusia sudah punya kedudukan atau pekerjaan.
Berikut se-lawe (dua puluh lima) dimaknai 'seneng lanang wedok'. Insan umur se-lawe saatnya berjodoh.
Penyebutan angka 'seket' (lima puluh) diartikan 'seneng nganggo iket' (suka mengenakan tutup kepala untuk keperluan beribadah.
Terakhir se-widak atau enam puluh diartikan 'sejatine wis wayahe tindak', (tiba waktunya menghadap Yang Kuasa.
Yang dipaparkan dalam video itu sepadan dengan kata-kata:
1. Wedang (ngawe kadang),
2. Gedhang (digeget bubar madang),
3. Kuping (kaku tur jepiping),
4. Kerikil (keri neng sikil),
5. Kathok (diangkat mboko sithok),
6. Doran (donga mring pangeran)
7. Tandur (tandange mundur)
8. Guru (digugu lan ditiru)
9. Garwa (sigarane nyawa)
10. Kodhok, teko-teko ndhodhok,
dan masih banyak lagi yang lain.
Karena ilmu kejawennya tinggal separuh, maka jarwa dhosok' dianggap ajaran filsafat.
Dalam kebudayaan Jawa, ungkapan filosofis biasanya tidak hanya satu kata tetapi berupa frasa (kelompok kata) atau bahkan berupa kalimat.
Suwe mijet woh Ing Ranti. Ini peribahasa yang di dalamnya mengandung filosofi suatu pekerjaan sangat mudah diselesaikan.
Termasuk misalnya golek banyu apikulan warih. Ada pula pernyatan: golekana galih ing kangkung, susuh angin ngendi nggone.
Tidak setiap orang mampu menafsirkan pesan filosofis yang terselubung dalam pernyataan tersebut.
(Bambang Wahyu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda