Setelah ditetapkan menjadi Calon Bupati dan mendapat nomor urut, dalam Pilkada Gunungkidul 2020, Rabu 23 serta 24/9/20, empat pasang calon dihadapkan pada pilihan rumit. Mereka terperangkap antara industri (pariwisata) dan intensifikasi dunia pertanian.
Dihimpun dari berbagai sumber, peletak batu pertama industri pariwisata adalah Bupati Suharto pada tahun 2004. Kala itu dia bilang pariwisata Gunungkidul ibarat gajah yang sedang tidur. Menurutnya industri pariwisata tidak mengenal kata bangkrut, walau faktanya pada saat pandemi Covid-19, industri pariwisata, nyaris tersapu bersih.
Pengganti Suharto, yakni Bupati Hj. Badingah mengembangkan industri pariwisata melalui langkah partisipasi, yang dia sebut sebagai pariwisata berbasis masyarakat, lengkap dengan segala potensi konflik yang mengiringinya.
Empat Calon Bupati, Prof. Sutrisna Wibawa, Dr. Immawan Wahyudi, Bambang Wisnu Handoyo, dan Sunaryanta, larut dalam gagasan industri pariwisata, dengan konsep yang mereka yakini akan mengangkat kesejahteraan warga Kabupaten Gunungkidul.
Di sisi lain, dunia agraris senantiasa melahirkan problem yang tidak kunjung terpecahkan. Kabar terbaru, Suparyanto, Ketua Gapoktan Desa Tambakromo, Kapanewon Ponjong, Gunungkidul secara lantang menyerukan keluhan klasik.
Dia, boleh disebut mewakili 144 kelompok sejenis, bahwa dunia pertanian disekap oleh penguasa, yang faktanya tidak menguntungkan petani.
"Kami oleh Pemerintah ditekan agar meningkatkan produksi padi, jagung dan kedelai (pajale) sementara soal harga benih selalu mahal, pupuk tak mudah diakses, pas panen raya harga dimonopoli pedagang. Nasib kaum tani dari dulu hingg kini tak kunjung berubah," ujar Suparyanto, di kediaman almarhum Drs. Marsiyo, mantan anggota DPRD, Minggu 20/9/20 silam.
Kebetulan keluhan itu dikemukakan di depan Calon Wakil Bupati Gunungkidul, Heri Susanto yang berpasangan dengan Sunaryanta.
Sejumlah dedengkot pertanian menilai, 143 Gapoktan yang lain akan menyuarakan problem yang sama ketika bertemu dengan tiga Calon yang lain.
Kebijakan pangan yang melahirkan persoalan khas, seperti diungkapkan Suparyanto, tidak bisa lepas dari kemauan pemerintah pusat.
Pada umumnya, dikutib dari Wikipedia, Pemerintah menerapkankan kebijakan pertanian untuk mencapai tujuan tertentu, menyangkut pasar produk pertanian domestik.
Tujuan tersebut mencakup jaminan ketersediaan pangan, kestabilan harga, kualitas produk, seleksi produk, penggunaan lahan, hingga tenaga kerja.
Heri Susanto, merespon kelangkaan pupuk yang cenderung menjadi penyakit kronis, setiap tahun menyatakan, bahwa Gunungkidul mesti punya kebijakan yang berpihak kepada petani.
"Paling tidak, tiga tahun ke depan Pemda harus punya pabrik pupuk (pabrik kompos: red)," ujar Heri Susanto.
Implikasi dari pernyataan Heri Susanto, dengan adanya pabrik kompos, petani tetap terperangkap ke dalam jaringan pemilik modal. Ada kesan, bahwa tiga tahun ke depan, petani masih tetap akan menjadi korban revolusi hijau.
(Bambang Wahyu Widayadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda